Brilio.net - Tak terasa bencana lumpur lapindo sudah memasuki tahun ke-9. Meski sudah berjalan sangat lama dan menenggelamkan ribuan rumah, tetap saja belum ada yang bisa mengatasi lumpur lapindo. Sebagian Kecamatan Porong yang dulu begitu asri kini berubah menjadi lautan lumpur yang tidak tahu kapan surutnya.

Bagi semua orang memang lumpur lapindo bisa dikatakan bencana yang tidak ada manfaatnya. Namun di tangan sekelompok mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, lumpur lapindo ternyata memiliki manfaat luar biasa di bidang penanganan limbah cair khususnya limbah batik. Mereka adalah Rizsa Putri Anggraini, Balya Malkan Firjoun, Ria Nikmatus, Syadzadhiya dan Muhammad Firdaus Kamal.

Firdaus dan kawan-kawan mulanya melihat bahwa industri batik berkembang pesat di Kabupaten Sidoarjo. Namun sayangnya hal tersebut berbanding terbalik dengan limbahnya yang mencemari sungai Porong dan dapat menimbulkan berbagai penyakit apabila tidak diolah dengan benar. Dari situlah Firdaus kemudian berpikir untuk memanfaatkan lumpur lapindo sebagai media pengolah limbah.

"Prosesnya dimulai dengan mengambil sampel lumpur lapindo, kemudian sampel lumpur itu diaktivasi secara fisik dengan cara dioven," tutur Firdaus kepada brilio.net, Senin (22/6). "Setelah itu campurkan lumpur lapindo tadi dengan limbah batik, setelah itu dianalisis untuk mengetahui penurunan kadar cod dan bod yang terkandung pada limbah batik."

Mahasiswa Unair manfaatkan lumpur lapindo untuk mengolah limbah batik

Tim mahasiswa Unair

Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi ini mengungkapkan bahwa tahun lalu sebenarnya mereka sudah pernah meneliti lumpur lapindo. Setelah diteliti ternyata lumpur lapindo mengandung zat yang mampu menjernihkan air. Setelah itu mereka kemudian mengembangkannya menjadi media pengolah limbah pabrik batik.

Proses penelitian ini memakan waktu sekitar 3 bulan dan masih dalam skala laboratorium. "Harapan kami secepatnya dapat diaplikasikan langsung kepada masyarakat sehingga dapat mengurangi pencemaran yang diakibatkan limbah industri batik," pungkas Firdaus.