Brilio.net - Sadar akan kondisi orangtuanya yang menipis membuat Hadi Susanto harus berpikir keras bagaimana caranya bertahan hidup di Bandung saat berkuliah di ITB Jurusan Matematika. Dia tak bisa mengandalkan uang kiriman dari orangtuanya di Lumajang, Jawa Timur mengingat saat itu bisnis kain orangtuanya di desa sedang bangkrut.

Meski mendapat beasiswa, namun Hadi juga harus tetap bekerja. Pekerjaan sebagai guru les privat pun dia lakoni demi bisa menyambung hidup di Bandung, mengirim uang untuk orangtua dan biaya kuliah untuk adik.

“Bahkan saya pernah tiap Sabtu-Minggu keliling hotel dan gedung resepsi di Bandung, hanya untuk mencari makan gratis,” tutur Ayah empat anak ini kepada brilio.net, Kamis (21/5). “Pernah juga setelah liburan lebaran ketika kembali ke Bandung saya tak punya uang untuk beli tiket kereta ekonomi, akhirnya saya naik kereta barang dan duduk di lantai selama hampir 12 jam.”

HOT NEWS: 

Hafit, bocah SD yang kayuh sampan 2 jam seberangi lautan ke sekolah

Aksi Lahar menantang maut di kawah Merapi demi angkat jasad Eri


Meski melalui banyak penderitaan, namun kepintaran Hadi justru semakin moncer di Bandung. Dia berhasil menyelesaikan studinya selama 3 tahun kemudian dikirim ke Universiteit Twente di Belanda untuk tugas akhirnya selama 8 bulan. Pulang dari Belanda, pria kelahiran tahun 1979 ini berhasil menerima penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi utama ITB.

Berkat prestasinya tersebut, Hadi kembali ditarik untuk Universiteit Twente untuk melanjutkan S2 di Belanda. Lulus dari Belanda, Hadi kemudian lanjut S3 di University Massachusetts Amherst, Amerika Serikat. Di usianya yang masih muda yakni 29 tahun, Hadi telah meraih gelar sebagai doktor Matematika. Kini dia mengajar sebagai dosen Matematika bidang persamaan diferensial di University of Nottingham, Inggris.

HOT NEWS:

Perjuangan Tim SAR evakuasi Eri Yunanto menantang bahaya

Bikin jera, polisi paksa pemilik sepeda motor dengerin suara knalpot

Jangan pernah panaskan kembali 6 makanan ini, tak baik bagi kesehatan