Brilio.net - Pandangan bahwa obat-obatan herbal yang seolah bertentangan dengan pengobatan modern agaknya mulai runtuh oleh Jamu Godhog. Produk yang diperuntukkan bagi kalangan "rakyat" ini, diakui sang penggagas Sidik Raharjo, dalam waktu dekat jamunya akan bergandengan dengan produk medis modern.

Sidik menuturkan, produk Jamu Godhog sudah mendapat lisensi dari badan POM dan kini sudah ada empat puskesmas yang berencana meresepkan jamu tradisional ini, salah satunya Puskesmas Pakem, Jogja. Dulu Sidik sempat membuka klinik Sasono Husodo di dekat alun-alun utara, namun setelah dua tahun akhirnya berhenti karena tidak terkelola baik.

Ditambahkan Sidik, jamu yang masih berwujud layaknya teh daun dan terkesan ribet ini mengalami proses yang sederhana sehingga kandungan aktifnya tidak banyak yang hilang. Meskipun jika dibandingkan dengan jamu yang telah dikemas modern (serbuk) Jamu Godhog ini kandungannya jauh lebih unggul, namun dia mengaku bahwa jamu tidak serta merta lebih baik daripada bentuk pengobatan lain.

"Jamu ini hanyalah salah satu jalan untuk sembuh. Toh sebenarnya dalam ajaran agama, sakit itu harus disyukuri karena bisa menghapus dosa-dosa kita. Kalau dikasih kesempatan sembuh bukan berarti kita bisa berbuat semaunya," aku Sidik. "Ribet dan praktis itu bukan masalah bagi yang mau sembuh. Ribet itu kan kata mereka yang sehat. Kalau mereka sakit, apa aja bakal dilakoni untuk sembuh kok."

Sidik membagi penyakit manusia ada yang disebabkan murni takdir yang tidak bisa dihindari, seperti jantung. Ada yang disebabkan kecerobohan, semisal asam urat yang dikarenakan mengonsumsi makanan peningkat asam urat dan pegal linu lantaran bekerja terlalu diforsir.

Pengobatan dengan jamu ini tidak dibuat seperti obat modern yang dosisnya tertentu. Pengobatan dengan jamu ini, kata Sidik, misalnya untuk asam urat, pengobatannya bisa satu minggu. Namun jika masih mengonsumsi makanan penyebab meningkatnya asam urat, pengobatan bisa 10 hari, atau kalau dibarengi olah raga dan makan dijaga bisa 3 hari.