Brilio.net - Bagi mayoritas warga Solo, kerbau albino atau yang sering disebut kerbau bule yang dipelihara di Alun-alun Selatan Solo bukanlah hewan biasa. Kerbau bule peliharaan Keraton Kasunanan Surakarta itu punya nilai istimewa tersendiri.

Setiap harinya, banyak warga yang mendatangi hewan tersebut. Bukan hanya melihat kerbau yang kini berjumlah 11 itu, melainkan juga memberi makan dengan makanan yang sudah dijual di dekat kandangnya.

Kerbau bule keturunan Kiai Slamet ini punya peran tersendiri di lingkungan keraton. Setiap malam 1 Suro, kerbau-kerbau tersebut akan menjadi pasukan pertama dalam arak-arakan yang dilakukan keraton mengelilingi Solo. Pada saat itu, masyarakat Solo tumplek blek memadati area keraton dan jalanan yang nantinya akan dilewati kerbau bule. Kerbau bule menjadi pasukan pertama yang mengiring pusaka-pusaka keraton yang diikuti oleh keluarga keraton.

Perannya yang dikeramatkan kemudian membuat sebagian warga sering mendatangi kerbau bule ini. Banyak warga yang berkeyakinan jika memberi makan kerbau bule akan mendapat berkahnya. Ada masyarakat yang memercayai jika dengan memberi makan kerbau bule maka urusan perdagangan yang mereka lakukan diperlancar.

"Ya itu kepercayaan, mereka tetap meminta kepada Allah, tapi menjadikan cara ini sebagai lantaran. Saya tidak bisa melarang karena pemikiran orang berbeda-beda," terang Joko Gepeng, salah satu srati yang mengurusi kerbau bule itu kepada brilio.net, Selasa (10/11).

Keberadaan kerbau bule keturunan Kiai Slamet yang masih eksis hingga saat ini tentu tak bisa dilepaskan dari kisah kerbau bule pada zaman Raja Paku Buwono II. Dikisahkan, kerbau bule tersebut merupakan pemberian Bupati Ponorogo Jawa Timur kepada Baku Buwono II. Kerbau tersebut diperuntukkan sebagai pengawal dari sebuah pusaka keraton yang bernama Kiai Slamet. Karena mengawal pusaka Kiai Slamet itu, maka kerbau bule banyak disebut sebagai kerbau bule Kiai Slamet.

Konon, saat Paku Buwono II menentukan lokasi pemindahan kerajaan tahun 1725 juga mengandalkan kerbau bule ini. Kerbau bule Kiai Slamet dilepas dan diikuti sampai berhenti. Paku Buwono meyakini jika tempat berhentinya kerbau bule itulah yang menjadi lokasi pendirian keraton barunya. Setelah ditunggu berhari-hari kerbau buke itu tidak berpindah tempat, maka akhirnya paku Buwono II menjadikan tempat itu sebagai keratonnya yang masih bertahan hingga saat ini. Karena dianggap berjasa dalam menentukan lokasi keraton, tak heran jika kerbau bule Kiai Slamet menjadi diistimewakan.

Saat ini ada 11 ekor kerbau bule yang dipelihara di sekitar Alun-alun Selatan. Jumlah itu berkurang satu setelah tahun lalu ada seekor kerbau bule bernama Kiai Bagong yang merupakan keturunan Kiai Slamet tewas ditombak oleh orang tak dikenal.