Brilio.net - Kehidupan banyak menyajikan beragam cerita tentang perjuangan pelakunya. Salah satunya dari seorang pemuda asal Ciamis bernama Sidik Amin Mubarok. Kamu bisa meneladani kegigihan mereka serta bersyukur apabila ternyata mendapati takdir yang lebih beruntung.

Sidik mengisahkan pada brilio.net melalui sambungan bebas pulsa 08001555999, dirinya ditinggal berpulang ibunya ketika berumur 5 tahun. Tinggal dengan nenek, sebab sang ayah pergi bekerja ke Arab Saudi, Sidik kecil dididik mandiri. Mulai kelas 3 Sekolah Dasar Sidik berdagang jajanan seperti makaroni dan pisang coklat di sekolah.

Tak lama Sidik berhenti dari berdagang makanan sebab dilarang kepala sekolah dengan alasan sudah ada kantin di sekolahnya. Beralihlah dia pada kerudung yang merupakan buatan neneknya sendiri. Aktivitas ini berlangsung hingga jenjang Sekolah Menengah Pertama. Dengan biaya dari nenek dan hasil berdagang, studinya bisa ditempuh hingga lulus.

Pendidikan yang ingin dilanjutkannya ke Sekolah Menengah Atas sudah mulai terasa berat jika hanya mengandalkan jualannya, sebab neneknya sudah tak mampu lagi bekerja karena alasan usia. Sidik menghubungi sang ayah yang telah kembali ke Tanah Air untuk meminjam uang Rp 300.000 rupiah guna melunasi biaya awal masuk sekolah.

Respons sang ayah tidak positif. "Buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau nanti ujung-ujungnya bekerja juga. Coba lihat pemuda seusiamu sudah pada bekerja," tutur Sidik menirukan penolakan ayahnya beberapa tahun lalu.

Sidik lantas menemui bendahara sekolah untuk meminta keringanan. Bak durian runtuh, dia justru ditawarkan bebas biaya dengan syarat harus selalu mendapat peringkat tiga besar selama tiga tahun sekolah. Tantangan diterima, anggukan tanda setuju dilontarkan Sidik sembari menampakkan wajah sumringahnya.

Janjinya pada sekolah ditepati. Selama tiga tahun berturut-turut Sidik masuk tiga besar di kelas. Untuk makan sehari-hari bersama nenek tercinta, Sidik mengandalkan penghasilan dari berdagang.

Sejarah yang dicatatkan Sidik, selain sempat menakhodai OSIS, pria yang kini berusia 20 tahun ini merupakan satu-satunya dari SMA Darussalam Ciamis yang lolos SMPTN Bidik Misi pada 2014. Kini Sidik kuliah di Jurusan Ilmu Administrasi bisnis Universitas Padjadjaran. "Setiap ada kemauan, di situlah kita harus bener-bener berjuang untuk mencapai apa yang kita inginkan. Jangan sampai kita melihat kondisi sekarang sampai-sampai kita memudarkan impian," pesannya.

Dalam kehidupan di keluarga, perjuangan Sidik juga tak kalah berat. Ayahnya yang merantau ke Arab Saudi telah kembali saat Sidik masuk SMA. Ayahnya telah memiliki keluarga baru di Bandung.

Setelah ditinggal lama, tentu ada keinginan untuk tinggal bersama sang ayah. Syarat dari sang ayah adalah Sidik harus menjualkan dagangan ibu tirinya. Sidik tak berkeberatan akan hal itu. Jadilah Sidik tinggal bersama ayah dan ibu tirinya, selain kadang masih juga tinggal bersama nenek di rumah lama Ciamis. Di sekolah Sidik berjualan gorengan yang distok oleh ibu tirinya.

Sidik mengaku hubungan dirinya dengan ibu tiri sangat dekat. "Ibu tiri sosoknya kayak ibu kandung, sayang banget," tutur Sidik.

Hal yang dikecewakan Sidik beberapa waktu kemudian adalah dirinya malah dijadikan sebagai tulang punggung keluarga. Uang hasil jerih payah dia dan ibu tirinya dipakai sang ayah untuk hura-hura pada malam hari.

Awalnya dirinya tak percaya ketika ibunya mencurahkan keresahan mengenai hasil jualan yang digunakan secara tidak bijak oleh ayah Sidik. Sidik merasa harus membela ayah. Namun setelah melihat langsung apa yang diperbuat ayah, yaitu menghabiskan malam bersama perempuan lain, dia menjadi iba pada ibu tirinya.

Ibu tirinya itu malah lebih mengandalkan dia ketimbang ayah Sidik yang merupakan suami sahnya. Sidik telah dijadikan layaknya suami. "Pah, kok mama tiba-tiba merasa nggak kuat, mamah tiap hari usaha tapi hasilnya diambil sama bapak," ucap Sidik menirukan perkataan ibu tiri yang ditujukan padanya beberapa masa silam.

Dengan keadaan yang tak stabil ini, sang ibu minta dicarikan seorang lelaki dewasa di kampung untuk dinikahi lagi setelah dia menyelesaikan perceraian dengan ayah Sidik. Perceraian benar-benar terjadi. Kesedihan meliputi Sidik ketika sang ibu pindah ke rumah suami barunya. Perabotan rumah yang pernah dibeli menggunakan uang sang ibu seperti mesin cuci, kompor, dibawa serta.

Masa-masa setelah ditinggal ibu tirinya itu, Sidik merasa hidup sangat sengsara, sebab otomatis pekerjaannya lenyap bersama kepergian perempuan yang telah berbagi kasih sayang dengannya itu. Ayahnya sama sekali tak menafkahi.

Beberapa lama merasa tak nyaman sebab makan sehari-hari berasal dari pemberian para tetangga, Sidik memikirkan berbagai alternatif mendapat pemasukan, yaitu usaha kripik. Hal ini didengar oleh rekan di sekolah. Biaya bisa diperoleh dari teman dengan syarat kripik harus siap sedia jam 2.00 pagi, sedangkan dia baru diberitahu pada jam 8.00 pagi. Tantangan diterima. Usaha keripik bernama Sorodot Gaplok yang dirintis sejak 2013 inilah yang menghidupi Sidik hingga kini.

Cerita ini disampaikan oleh Sidik Amin Mubarok melalui telepon bebas pulsa Brilio.net di nomor 0-800-1-555-999. Semua orang punya cerita. Ya, siapapun termasuk kamu punya kisah tersembunyi baik cerita sukses, lucu, sedih, inspiratif, misteri, petualangan menyaksikan keindahan alam, ketidakberuntungan, atau perjuangan hidup yang selama ini hanya kamu simpan sendiri. Kamu tentu juga punya cerita menarik untuk dibagikan kepada kami. Telepon kami, bagikan ceritamu.