Brilio.net - Pertempuran Ambarawa memang tak bisa dilepaskan dari jasa Jenderal Sudirman. Berkat strategi Supit Udang atau disebut juga Supit Urang akhirnya pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) mampu mengusir sekutu dari Ambarawa.

Melawan sekutu, Indonesia sebenarnya tak bisa dikatakan kuat dalam hal persenjataan. Pasukan Indonesia hanya memanfaatkan senjata-senjata rampasan dari tentara Jepang. Selebihnya mereka menggunakan peralatan yang bisa dibilang sederhana.

Sementara sekutu melibatkan 3 tank dan pesawat Cocor Merah berjumlah 5 buah yang dilengkapi dengan persenjataan Browning Caliber berupa Rocket Louncher 8 buah dan 2 buah bom.

Herman Sutikno (32), salah seorang penjaga Monumen Palagan Ambarawa, mengungkapkan jika saat itu pertempuran yang dimulai tanggal 20 November 2945 itu dipimpin oleh Letkol Isdiman yang merupakan prajurit kepercayaan Jenderal Sudirman. Tapi belum sampai mengusir sekutu keluar dari Ambarawa, Isdiman tertembak pesawat Cocor Merah.

"Karena gugurnya Isdiman, Sudirman lalu turun tangan langsung ke Ambarawa," cerita Herman kepada brilio.net, Kamis (23/7).

Kelihaian dalam berperang pun dikeluarkan. Sudirman lalu menerapkan taktik Supit Udang dalam pertempuran ini. Herman menjelaskan bahwa taktik supit udang itu tak ubahnya seperti fungsi supit pada udang. Dengan taktik Supit Udang, sekutu didorong, ditekan, dihimpit dari wilayah Ambarawa. Kemudian setelah sekutu merasa terjepit, baru diberi lubang jarum agar keluar dari Ambarawa.

"Karena Sudirman lihat letak geografis Ambarawa yang kayak gini, maka ia menerapkan taktik seperti itu. Akhirnya tentara sekutu datang dari Semarang dan dipukul mundur kembali ke Semarang," kata Herman.

Pasukan Indonesia dapat menyelesaikan pertempuran yang dimulai pada 20 November itu pada 15 Desember 1945. Hari itu kemudian diperingati sebagai Hari Juang Kartika. Nama Isdiman kemudian diabadikan menjadi nama museum yang ada di kompleks Monumen Palagan Ambarawa Semarang.