Brilio.net - Amira Armaeni (33) pernah digaji Rp 100.000 per bulan. Bahkan disela-sela mengajar, dia rela untuk menjadi asisten rumah tangga. Dengan uang bulanan yang tidak besar, dia harus tampil sederhana hingga dicemooh teman sejawatnya. Kenangan pahit itu dirasakan saat masih menyandang status guru honorer di Sinjai, Sulawesi Selatan.

Cita-citanya menjadi seorang guru memang sudah mendarah daging bagi wanita asal Sulawesi Selatan ini. Memang didikan ibunya yang menjadikannya passionate untuk menjadi pengajar. Perjalanan kariernya diawali ketika di lulus SMA pada 2001.

Kala itu dia mengajar di sebuah MI (Madrasah Ibitidaiyah) di Sinjai, Sulawesi Selatan sambil kuliah. Untuk menamatkan studinya, dia harus kuliah selama sewindu. Hal ini terjadi karea dia sering nunggak uang semesteran.

“Untung saja saya tidak di-DO (drop out),” tuturnya kepada brilio.net melalui sambungan bebas pulsa 0800-1-555-999, Selasa (1/12).

Pada 2001, uang SPP mencapai Rp 300.000 di kampusnya. Angka tersebut belum termasuk biaya lainnya. Sedangkan gajinya perbulan hanya Rp 100.000.

Tidak hanya sulit saat studi. Amira juga harus menghadapi rintangan saat mau diangkat menjadi CPNS. Pada saat pendataan guru honorer untuk diangkat (2005 dan 2010), dia dipermasalahkan dan akhirnya belum diangkat.

Kabar gembira baru diterima lima tahun kemudian. “SK (Surat Keterangan) CPNS turun Juli 2015,” ungkapnya.

Angin segar itu hanya sementara. Di surat yang dia terima, dia harus mengajar di dua tempat. Bahkan satu sekolah yang diajar jaraknya sekitar 70 KM. Bahkan dia juga harus membawa bayinya ketika mengajar.

Demi mewujudkan impian ibunya, dia bertahan dengan pilihan ini. Meski sumpah pra jabatan untuk menjadi PNS juga belum pasti kapan datangnya.

Memang semua konsekuensi ini dia dapat karena tingkahnya yang selalu menjunjung tinggi kebenaran. Dia juga menghindari aksi suap-menyuap untuk mendapatkan SK dan penempatan. Meski banyak orang yang ingin menjatuhkannya, dia tetap percaya dengan kebenaran.