Brilio.net - Kamu percaya tidak dengan ungkapan "takdir Tuhan lebih indah dari rencana manusia?" Untuk kamu yang mungkin masih belum begitu mengerti, ada baiknya mempelajari sedikit kisah dari seorang Rizki Auliadi. Pria asal Bogor ini memiliki perjalanan hidup yang sangat inspiratif untuk dibagikan pada semua orang, termasuk kita.

Rizki adalah pria berusia 27 tahun yang saat ini dikenal sebagai pemilik Evriz Souvenir and Craft, salah satu merek kerajinan tangan populer di Indonesia. Rizki juga sempat mendapat permintaan barang dari Korea untuk produk suvenir miliknya.

Tapi tentu saja Rizki harus melewati berbagai ujian sebelum sukses seperti sekarang ini. Semua berawal dari tahun 2003 saat duduk di bangku SMP, di mana perusahaan tempat ayah Rizki bekerja harus gulung tikar dan membuat kondisi perekonomian keluarganya berubah 180 derajat. Rizki menyebutnya sebagai masa kelam dan masa sulit. Dia harus berpikir kreatif untuk membantu perekonomian keluarga. Dimulai dengan membantu menjual barang dagangan milik orang lain, menjadi tukang sebar brosur, dan pekerjaan lain.

"Saya pulang sekolah jam 1, lalu jam 4 sore mangkal di terminal jadi calo angkot sampai jam 6. Kemudian saya mengumpulkan barang bekas dari warung-warung, jadi seperti pemulung gitu. Habis itu istirahat makan, jam 7 saya ngamen di warung-warung tenda dari jam 7-9," cerita Rizki pada brilio.net, Selasa (12/5).

Rizki menceritakan, dia dan keluarga sehari-hari hanya makan mie rebus dengan telur dadar yang dibagi untuk semua anggota keluarga. Tapi, bukan itu yang membuatnya sedih. Kesedihan itu menyergap perasaannya saat dirinya tahu bahwa adiknya tidak bisa mengikuti ujian dikarenakan tunggakan biaya yang membuat tidak mendapat kartu ujian.

Pascalulus SMA, pria yang kini punya anak satu ini sempat menganggur selama 1,5 tahun karena belum mendapat panggilan pekerjaan. Padahal dia sudah banyak sekali mengirim lamaran mulai dari menjadi office boy, security, dan lainnya. Bahkan dia juga pernah tiga kali melamar di perusahaan yang sama.

Sampai akhirnya tahun 2007 dia mendapat panggilan tes dari salah satu perusahaan yang sempat dua kali menolaknya. Saat tes dia bertemu dengan teman satu kampungnya yang usianya lebih tua yang juga mengikuti tes. "Waktu itu saya untuk ketiga kalinya nggak lolos dan teman saya lolos. Di situ saya berpikir bahwa Allah nggak adil. Bukan karena teman yang punya kebiasaan buruk malah lolos. Tahu gitu saya juga berkelakuan buruk saja biar dapat kerja," pikir Rizki saat itu.

Kegagalan tersebut menghantarkan Rizki pada kondisi semakin stres, di mana kemudian dia berada di kamar selama empat hari, tanpa keluar dan hanya melamun. Bahkan untuk makan pun dia harus disuapin, belum lagi dia juga membiarkan lampu kamar padam. Rizki stres karena saat itu dia benar-benar menginginkan pekerjaan guna membantu orangtuanya.

"Setelah hari kelima, malamnya sekitar jam dua malam saya denger ibu saya sholat dan berdoa. Karena sekat antar ruangan terbuat dari triplek bekas jadi saya bisa denger. Beliau mendoakan anaknya. Di situ saya mulai bangkit kemudian ibu saya nyamperin saya, dia meluk saya sambil nangis. Dari situ saya janji bakal usaha lebih giat untuk mengangkat derajat kluarga saya," ungkap Rizki.

Beberapa hari setelah malam itu, ada sepupu Rizki membawakannya buku tentang pembuatan suvenir beserta bahan-bahan pembuatannya. Hal itu dilakukan semata-mata untuk membuat Rizki tak lagi memikirkan kegagalannya sebelumnya. Akhirnya mulailah Rizki mencoba membuat berbagai kerajinan dengan menggunakan tepung terigu dan pewarna makanan karena harganya jauh lebih murah dari bahan asli yang disarankan buku.

Setelah enam bulan mencoba akhirnya ada temannya yang mencoba memesan suvenir dan bisnis Rizki mulai berkembang. Mulai dari menjajakannya saat car free day sampai akhirnya melalui social media. Dan sampai tahun 2015 ini bisnis suvenir miliknya juga mampu merambah pasar internasional dengan bahan yang digunakan pun tidak hanya tepung terigu, melainkan clay impor dari Jerman dan Amerika. Dan semua itu dia pelajari secara otodidak. Luar biasa.

Eksportir suvenir ini dulunya pemulung, bisa nangis dengar kisahnya

Eksportir suvenir ini dulunya pemulung, bisa nangis dengar kisahnya