Brilio.net - Kaum muslimah juga didorong untuk melakukan ibadah iktikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadan. Hal ini berdasarkan yang telah dicontohkan oleh istri-istri Rasulullah yang juga beriktikaf sepeninggal nabi wafat.

Namun mengenai tempat iktikaf perempuan, para ulama berbeda pendapat tentangnya. Dikutip dari Syahruddin El Fikri dalam bukunya Sejarah Ibadah, Kamis (16/7), perselisihan pendapat itu lebih kepada mana antara di masjid umum/jami ataukah di masjid rumah (mushala).

Pendapat pertama menyebut, tidak sah iktikaf seorang muslimah jika bukan di masjid jami sebab tempat shalat yang ada di rumah tidak bisa disebut sebagai masjid.

Masjid jami adalah masjid yang dipakai umum dan digunakan shalat 5 waktu termasuk shalat Jumat. Menurut Sayyid Sabiq, salah satu riwayat menyebut bahwa istri-istri nabi beriktikaf di Masjid Nabawi.

Sedangkan menurut Ibnu Qudamah, dibolehkannya kaum muslimah beriktikaf di masjid, sama seperti dibolehkannya para wanita melakukan thawaf di Baitullah. Para istri Rasulullah juga meminta izin kepada nabi untuk beriktikaf di masjid yang lantas diizinkan oleh beliau. Seandainya ada tempat iktikaf yang lebih baik bagi wanita, menurut Ibnu Qudamah, semestinya Nabi akan menunjukkannya.

Pendapat kedua menyatakan makruh muslimah beriktikaf di masjid jami. dasar hadisnya adalah dari Ibnu Umar yang diriwayatkan Abu Daud yang berbunyi, "Janganlah kalian larangkaum wanita untuk datang ke masjid dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka."

Dalam hal ini, menurut Al Kubaisi, iktikaf tak ada bedanya dengan shalat sebab para fuqaha telah membolehkan wanita untuk iktikaf.

Dalil lain adalah hadis riwayat Abu Daud yang berbunyi,"Shalatnya wanita adalah lebih baik di rumahnya ketimbang di kamarnya, dan shalatnya pada ruangan tertentu dari bagian rumahnya adalah lebih baik baginya ketimbang shalat dalam rumahnya (yakni ruang terbuka yang digunakan untuk lewat modar-mandir)."

Kedua pendapat sama-sama memiliki dalil, maka jika mengikuti salah satunya hendaknya tidak menyalahkan yang lainnya.