Brilio.net - Melahirkan bayi yang sudah berbulan-bulan dikandung adalah dambaan para wanita. Bagaimana tidak? Mereka telah bersusah payah merasakan sulitnya beraktivitas karena keberadaan janin yang ada di dalam perut selama 9 bulan. Jabang bayi itu diharapkannya lahir ke dunia untuk bisa ditimang dan dirawat. Tapi hal itu ternyata tak bisa dirasakan Nur Shatun (23), waga Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Belum lama ini Nur harus kehilangan bayinya karena meninggal. Malangnya lagi, anak kedua itu meninggal saat masih dalam kandungan di usia tujuh bulan. Saat itu, ia tak didampingi suami dan anak pertamanya di rumah sakit.

Nur bercerita jika pada 29 Desember 2015 lalu merasakan hal aneh pada kandungannya. Nur merasakan calon bayi yang dikandungnya itu tidak bergerak. Merasa khawatir, Nur lalu memeriksakan kandungannya di Rumah Sakit Koja. Hasil pemeriksaan ternyata membuat dia syok dan tak kuat menahan tangis.

"Ternyata bayi dalam kandungan saya meninggal. Kata dokter saya kurang mengonsumsi vitamin, terlebih ternyata bayi saya tak punya tempurung kepala," kata Nur kepada brilio.net melalui layanan Story Telling Bebas Pulsa di nomor telepon 0800-1-555-999, Sabtu (16/1).

Meski sudah meninggal, Nur tetap harus mengeluarkan janinnya itu dengan proses persalinan normal. Yang membuat ia sangat menyesal, perempuan asli tegal ini sama sekali tak sempat melihat wajah bayinya itu.

Kata Nur, setelah bayinya dikeluarkan dari rahim, tim medis tak menunjukkan bayi tersebut kepadanya. Dalam keadaan lemah, ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya tahu jika ibu Nur yang melihat sang bayi terlihat syok dan langsung pingsan.

"Saya melihat sudah dalam keadaan dibungkus kain kafan, tim medis pun melarang saya membukanya, padahal itu kan bayi saya sendiri. Saya kan juga ingin menggendongnya meskipun hanya sebentar," katanya dengan nada kesal.

Tak berselang lama, bayi Nur yang diberi nama Siti Fatimah langsung dibawa pulang dan dimakamkan. Lagi-lagi Nur menyampaikan kekesalannya terhadap tim medis dan keluarganya yang tak memberikan kesempatan kepada dirinya untuk melihat bayi tersebut. Nur hanya tahu dari cerita adik dan tetangganya jika bayi perempuannya itu cantik.

Yang lebih menyedihkan, selama proses pemeriksaan, persalinan, hingga bayinya itu dimakamkan, suami tercinta dan anak pertamanya yang berumur 1 tahun tak ada di sampingnya. Mereka masih berada di Sumenep, Madura, Jawa Timur. Nur hanya ditemani kedua orangtua, kakak, dan adiknya. Mereka sudah mencoba menghubungi Suharto, suaminya, tapi tetap saja tak bisa ke Jakarta.

"Katanya nggak ada dana buat ke sini, padahal kan istrinya sedang terbaring di rumah sakit dan anaknya meninggal," sesal Nur.

Nur bercerita jika sudah sejak bulan September, saat kandungannya berumur 3 bulan, Suharto pamit untuk pulang ke Sumenep karena orangtuanya sakit. Meski komunikasi dengan Nur lancar, tapi sejak saat itu Suharto malah belum mau kembali ke Jakarta lagi. Suharto bahkan meminta Nur yang baru kehilangan anaknya untuk ikut menyusul ke Sumenep.

Nur dirundung kebingungan. Kedua orangtuanya melarangnya untuk menyusul suaminya ke Madura dengan alasan sulit kembali ke Jakarta lagi kalau sudah di sana. Di satu sisi Nur ingin sekali berkumpul dengan suami dan anaknya. Tetap semangat ya Nur, jangan lupa terus berdoa kepada Tuhan.

Cerita ini disampaikan oleh Nur Shatun melalui telepon bebas pulsa Brilio.net di nomor 0-800-1-555-999. Semua orang punya cerita. Ya, siapapun termasuk kamu punya kisah tersembunyi baik cerita sukses, lucu, sedih, inspiratif, misteri, petualangan menyaksikan keindahan alam, ketidakberuntungan, atau perjuangan hidup yang selama ini hanya kamu simpan sendiri. Kamu tentu juga punya cerita menarik untuk dibagikan kepada kami. Telepon kami, bagikan ceritamu!