Brilio.net - Pada era sekarang ini pasti kamu sering sekali menemui kasus terkait "kedewasaan" seseorang. Entah itu terkait anak-anak kecil yang dirasa bersikap dan berpikiran dewasa sebelum waktunya atau tidak sesuai usianya, maupun kejadian terkait anak muda yang dirasa belum berpikir dan bersikap dewasa walaupun sudah menginjak umur 20-an.

Jika kamu bertanya pada orang sekitar mengenai cara menjadi dewasa atau mencapai kedewasaan, pasti kamu akan mendapatkan jawaban yang bervariasi. Seperti, bergaul dengan orang yang lebih tua, sering membaca buku, bahkan belajar dari bacaan atau tontonan orang dewasa. Padahal sebenarnya ada satu cara sederhana yang dapat membantu orang untuk menjadi dewasa dan berkepribadian sehat, yaitu dengan mempelajari kebudayaan.

Kaitan antara budaya dapat mendewasakan diri seseorang tentunya bukan merupakan teori kosong, karena hal tersebut dapat dijelaskan dari sisi psikologi. "Kalau kita bicara bahasa psikologi murni, disitu ada teori-teori kepribadian dan tiap teori memiliki karakteristik semisal orang yang hidup dewasa itu seperti apa, orang dewasa dengan kepridadian sehat itu seperti apa," jelas Indah Yasminum Suhanti, M.Psi pada brilio.net, Rabu (7/4).

Indah (32) memberikan contoh sebuah teori psikoanalisis dari Sigmund Freud mengenai unsur kepribadian yaitu id, ego, dan superego. Jika id adalah instinct dan keinginan, ego adalah logika, dan superego adalah nilai-nilai atau norma, nah unsur budaya otomatis akan masuk bagian superego. Dalam superego ada nilai-nilai yang diinternalisasikan oleh lingkungan pada seseorang dan nilai itulah yang bisa membantu seseorang menjadi lebih dewasa dan menjadi sosok yang lebih baik.

Selain teori tersebut juga ada teori dari Gordon Allport terkait dengan karakteristik yang dinamakan "trait". Dalam teori tersebut dia menyebutkan ada beberapa karakteristik orang yang bisa dikatakan dewasa dan memiliki kepribadian sehat. Salah satunya adalah mereka yang memiliki filosofi untuk hidupnya di mana filosofi tersebut diperoleh dari lingkungan dan budaya. Dalam terori tersebut juga dijelaskan bahwa filosofi hidup seseorang bisa diperoleh dari habit dan common trait yang merupakan perilaku atau nilai yang dibagikan oleh 1 kelompok orang.

"Misalnya saja di Jawa ada nilai tentang 'urip iku urup' atau seseorang harus berguna untuk orang lain. Nah nilai itu juga bisa jadi filosofi hidup. Budaya itu layaknya pemicu seseorang untuk jadi dewasa," lanjut Indah.

Psikolog yang juga seorang dosen di Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang ini juga menyebutkan bahwa dewasanya seorang anak juga bisa tergantung dengan pola asuh orang tua. Misal ada seorang anak yang lahir dalam keluarga yang menjunjung tinggi budaya dan mengaplikasikannya saat mendidik anaknya, maka anak tersebut perkembangan kedewasaanya akan sesuai dengan usia yang semestinya. Misalnya saja jika ada anak yang baru berusia 7 tahun tapi dia sudah bisa mandiri, bisa jadi orang tuanya mengaplikasikan beberapa beberapa nilai budaya tertentu. Bisa dilihat juga bahwa orang yang berpegangteguh pada budayanya pembawaannya akan lebih tenang daripada yang tidak.

Satu lagi filosofi Jawa yang dapat dijadikan pelajaran adalan "eling lan waspodo" yang dapat dimaknai bahwa seseorang haruslah menjaga diri dan mengontrol dirinya. Seseorang tidak boleh terlalu sedih dan terlalu senang. Filosofi ini sama dengan yang ada di Bugis yang menyatakan bahwa seseorang tidak boleh menangis tersedu-sedu dan tertawa terbahak-bahak.

"Jadi sebenarnya ya harus belajar budaya kalau ingin dewasa. Karena budaya itu nilai luhur. Idealnya orang hidup ya seperti itu," jelas Indah.