Brilio.net - Pernah mendengar istilah hujan buatan? Ya, hujan buatan adalah salah satu usaha yang dilakukan agar hujan turun untuk mengatasi permasalahan kekeringan karena musim kemarau yang panjang. Masalah kekeringan yang melanda banyak daerah di Indonesia membuat berbagai pihak memunculkan ide untuk membuat hujan buatan.

Hujan buatan sebenarnya merupakan salah satu bagian dari Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Sebenarnya istilah hujan buatan bukan berarti pekerjaan membuat atau menciptakan hujan. Hujan buatan merupakan sebuah teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempercepat jatuhnya hujan. Agar bisa terbentuk hujan buatan, maka diperlukan ketersediaan awan yang mempunyai kandungan air yang cukup, memiliki kecepatan angin yang rendah, serta syarat-syarat lainnya.

Dikutip brilio.net dari situs resmi UPT Hujan Buatan Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kamis (13/8), pada penerapan TMC untuk menambah curah hujan, upaya dilakukan dengan menambahkan partikel higroskopik dalam spektrum UGN (> 5 mikron) ke dalam awan yang sedang dalam fase berkembang atau matang sehingga proses hujan dapat segera dimulai serta berkembang meluas ke seluruh awan.

Begini proses pembentukan hujan buatan yang perlu kamu tahu

Penambahan partikel dengan spektrum CCN tidak perlu dilakukan, karena partikel dengan spektrum ini sudah disediakan sendiri oleh alam. Dengan demikian, awan tidak perlu dibuat, karena dengan tersedianya CCN, awan dapat terbentuk dengan sendirinya bila kelembaban udara cukup.

Beberapa jenis bahan higroskopik dapat digunakan di antaranya Urea, CaCl2, dan NaCl (Sodium klorida). Bahan tersebut digiling halus dengan menambahkan bahan anti gumpal "fumed silica" sebagai aditif sebanyak 0.5-3 %. Dengan campuran seperti ini, partikel tidak menggumpal sehingga ketika disebarkan, berupa beraian partikel tunggal. Penggilingan dengan teknik konvensional pada umumnya mampu menghasilkan partikel higroskopik pada spektrum UGN, dominan di daerah lebih besar dari 30 mikron.

Bahan yang telah digiling halus, dikemas dalam kantung plastik kedap udara seberat 10 kg. Sebanyak 800 - 1000 kg bahan dimuat ke dalam pesawat yang dilengkapi dengan corong pembuangan keluar. Pesawat terbang menuju awan kumulus yang berkembang dengan ciri penampilan berbentuk bunga kol dengan dasar tidak lebih tinggi dari 5.000 kaki dan puncaknya lebih tinggi dari 11.000 kaki. Ketika pesawat sudah berada di dalam awan, bahan dilepaskan keluar.

Penyebaran bibit hujan harus memerhatikan arah angin, kelembaban dan tekanan udara agar proses hujan buatan bisa berhasil dan tidak jatuh di tempat yang salah.