Brilio.net - Masjid Agung Mataram Kotagedhe yang terletak di Jogja mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di Jawa bagian selatan. Masjid dengan gaya arsitektur kuno itu dibangun pada awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam sekitar abad ke-16 M. Salah satu peninggalan fenomenal yang masih ada hingga saat ini adalah bedug.

Sejak ratusan tahun lalu, bedug dijadikan sebagai pertanda masuknya waktu sholat. Fungsi yang sama juga ada pada bedug yang satu ini.

Menurut cerita Warisman (61), pengelola Masjid Agung Mataram Kotagedhe, bedug tersebut konon sudah ada sejak awal berdirinya masjid peninggalan Kerajaan Mataram Islam itu. Bedug yang diberi nama Bedug Kyai Dondong itu merupakan pemberian dari Nyai Pringgit yang berasal dari daerah Dondong, Kulon Progo, DI Yogyakarta.

Menurut cerita, dulu Nyai Pringgit membawa bedug itu sendiri dari Kulon Progo ke Kotagedhe. Padahal jaraknya bisa mencapai puluhan kilometer.

"Bedug itu masih asli, terbuat dari kayu utuh. Hanya kulitnya saja yang sudah diganti," terang Warisman kepada brilio.net, Rabu (20/5).

Warisman menuturkan bahwa bedug itu dulunya selalu dibunyikan sebagai pertanda masuknya sholat saat belum ada pengeras suara. Tapi berjalannya waktu, bedug dan kentongan yang menjadi pasangannya kini hanya dibunyikan saat waktu dhuhur dan ashar. Yang lebih menarik, saat hari Jumat, bedug yang usianya tak jauh beda dengan usia masjid itu akan ditabuh selama 30 menit nonstop menjelang waktu salat Jumat.

Selain bedug, benda yang berusia hampir sama dengan masjid tersebut adalah mimbar khutbah yang ada di dalam masjid. Menurut Warisman, mimbar tersebut merupakan sumbangan dari Raja Kerajaan Palembang saat itu. Hingga kini, mimbar tersebut masih digunakan khatib untuk menyampaikan khutbahnya.