Brilio.net - Pencemaran air memang menjadi masalah utama masyarakat modern. Apalagi jika itu terjadi pada masyarakat yang menggantungkan kebutuhan air dari sumber air tanah dan permukaan. Faktanya di dunia ada 14.000 orang meninggal setiap hari karena pencemaran air, 500 juta orang tidak mendapatkan akses air minum bersih, 90 persen kota di China mengalami pencemaran air, 45 persen sungai, 47 persen danau, dan 32 persen teluk serta muara di Amerika mengalami pencemaran air.

Sementara di Indonesia, ternyata setiap tahun indeks pencemaran air kian bertambah. Rata-rata pertambahannya adalah 30 persen per tahun. Bahkan menurut data tahun 2013-2014, 75 persen sungai mengalami pencemaran air. Penanganan yang kurang tanggap dari pemerintah membuat pencemaran air bisa menjadi sumber kematian bagi manusia.

Prihatin dengan hal itu, tiga pemuda yang tergabung dalam Tim Circustudio menciptakan aplikasi Android untuk memetakan pencemaran air dalam bentuk aspirasi masyarakat. Aplikasi yang diberi nama Drops itu dibuat oleh Gisneo Pratala Putra, Fadlika Dita Nurjanto, dan Bintang Satria Gautama.Gisneo adalah mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). Sedangkan Fadlika dan Bintang masing-masing baru saja lulus dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Universitas Sebelas Maret (UNS)

Gisneo menjelaskan jika penanganan pencemaran air di Indonesia sangat lambat. Hal ini disebabkan pemerintah tidak memiliki akses real time tentang data pencemaran air. Pemetaan pencemaran air hanya dilakukan dalam periode tertentu, misal tiap semester atau tahunan sehingga menjadikan lonjakan indeks pencemaran air yang signifikan karena tidak ada kontrol data tiap waktu.

"Yang kami lakukan adalah kami berusaha menyelesaikan permasalahan ini. Dengan aplikasi itu, kami ingin mengembalikan tetesan air pada fungsi asalnya, menghidupi bukan membunuh," kata Gisneo kepada brilio.net, Kamis (3/12).

3 Anak muda ini berhasil bikin aplikasi pemetaan pencemaran air, top!

Mahasiswa Teknik Mesin ini menerangkan jika aplikasi tersebut dibuat dalam rangka kompetisi bernama Hackathon HackGov 2015 yang diselenggarakan oleh United Nations dan Bappenas. Pada kompetisi tanggal 28-29 November lalu di Yogyakarta itu, terdapat 70 tim yang berkompetisi untuk membuat aplikasi. Para peserta diberi sebuah masalah untuk diselesaikan. Tantangannya, dalam waktu 24 jam non-stop peserta harus membuahkan solusi berbasis teknologi, dapat berupa aplikasi, website, atau teknologi lainnya.

"Aplikasi ini kami ciptakan selama 22 jam 35 menit. kami menjadi juara 1 untuk kategori aspirasi masyarakat," terang Gisneo.

Lanjut dia, cara kerja aplikasi itu cukup mudah. Pengguna cukup melakukan pelaporan kasus pencemaran air kepada pemerintah secara langsung dengan memanfaatkan teknologi GPS mapping, kemudian pengguna dapat menuangkan aspirasi berupa teks dan foto lokasi terjadinya pencemaran air. Pelaporan pengguna ini nanti akan disimpan dalam bentuk big data. Kemudian data itu diolah oleh pemerintah untuk melakukan pemetaan dan pendeteksian. Harapannya big data ini dapat digunakan untuk menentukan langkah yang cepat serta dapat digunakan pula untuk merancang kebijakan yang lebih tepat.

"Aplikasi ini jika tidak ada halangan akan kami kembangkan bekerjasama dengan Bappenas, Kementerian Kelautan RI, dan Kementerian Agraria RI untuk masyarakat Indonesia," pungkas Gisneo.

Wah, semoga cepat direalisasikan untuk masyarakat Indonesia ya!