Brilio.net - Ngomong dengan tubuh terpaku? Nggak enak banget ya, guys. Pada akhirnya, tubuh kita ikut "berbicara".

Dikutip brilio.net dari laman Mental Floss, Kamis (11/6), pada awal tahun 1970-an, David McNeill, seorang profesor psikologi di University of Chicago, sedang berceramah di sebuah kuliah di Paris. Nah, ada seorang wanita yang menarik perhatiannya, karena menggerak-gerakkan lengannya seakan menyampaikan sesuatu yang ia katakan. Akhirnya McNeill menyadari bahwa wanita itu sedang berbicara juga, dan ternyata si wanita merupakan seorang juru bahasa, yang waktu itu sedang berusaha menerjemahkan kata-katanya ke dalam bahasa Prancis. Dari sini McNeill mulai merancang sebuah penelitian tentang gerak tubuh (gestur) dan kata-kata adalah hal yang tidak terpisahkan.

Peneliti gestur telah menghabiskan waktu selama 40 tahun terakhir untuk mengungkap bagaimana gerakan (seperti tangan menangkup dan jari bergerak-gerak di udara) sangat erat kaitannya dengan bahasa lisan atau kata-kata.

Terlepas dari bahasa lisan atau budaya, manusia memang menggunakan isyarat ketika mereka berbicara. Isyarat manusia yang telah ada bahkan sejak mereka lahir, bahkan orang buta juga melakukan bahasa isyarat.

Isyarat juga digunakan saat manusia berkomunikasi di telepon dengan orang lain dan orang lain itu atau siapa pun tidak bisa melihat. Termasuk isyarat yang digunakan kala seseorang tiba-tiba gagap kala berceramah di depan umum. Isyarat di sini mengacu kepada gestur.

Faktanya, gestur memang berkaitan erat dengan bahasa. Perbedaan dalam bahasa bisa memunculkan perbedaan gestur pula. Misalnya saja pada kata kerja fly atau terbang dalam "He flies out" (bahasa Inggris) dengan "He exits flying" (bahasa Spanyol), jelas akan mempengaruhi gerakan "fly" yang muncul. Dari sini disimpulkan bahwa dalam berkomunikasi melibatkan bagaimana cara kita menyampaikan pikiran ke dalam bahasa lisan dan bagaimana kita menyampaikannya pula ke dalam gestur.

Lebih lanjut, para peneliti menjadi tertarik pada kasus ketika gestur tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh seseorang. Ketidakcocokan ini bisa menjadi pertanda isi pikiran orang bersangkutan yang sebenarnya.

Susan Goldin-Meadow, psikolog dari University of Chicago, akhirnya melakukan penyelidikan yang membutuhkan waktu panjang untuk meneliti ketidaksesuaian antara pembicaraan dengan gestur. Misalnya saja, pada anak-anak berusia sekitar tujuh tahun. Mereka belum memahami bahwa menuangkan air dari gelas tinggi ke gelas lebih pendek, luas, namun jumlah airnya tetap sama. Anak-anak itu akan beranggapan bahwa air menjadi semakin sedikit dengan alasan "Yang ini (gelas) lebih pendek." Hal ini menunjukkan mereka masih memahami satu dimensi saja sehingga butuh penjelasan dari guru untuk memahami hubungan tinggi, lebar, dan volume.

Jadi sebenarnya, gestur juga cara kita mengomunikasikan isi pikiran kita dengan adanya gerakan tubuh (sering kali tangan), sebagaimana mulut kita mengomunikasikan isi pikiran dengan kata-kata. Keduanya ibarat satu paket untuk memaksimalkan komunikasi kita dengan lawan bicara.

Kerennya, gestur tidak hanya menjadi sarana kita menyalurkan isi pikiran saja, melainkan juga membantu kita untuk lebih aktif berpikir, lho. Misalnya saja pada balita. Saat mereka didorong untuk cenderung mengekspresikan diri melalui gestur, mereka akan lebih banyak memproduksi lebih banyak kata. Sementara pada orang dewasa, semakin mereka banyak bergerak atau melibatkan gestur, maka kemampuan problem solving juga semakin baik.

BACA JUGA:

Penjelasan ilmiah soal kecerdasan maksimal seseorang berdasarkan umur

Bukti kecerdasan otak, bisa bedakan mana ketawa asli apa palsu

Atasi liur saat pemeriksaan gigi, mahasiswa ini bikin alat praktisnya

Ini semut terganas dunia, gigitannya bisa bunuh orang dalam 15 menit

VIDEO: Pelukan seorang ibu menghidupkan anaknya kembali

Ternyata aksara Jawa Hanacaraka adalah sebuah puisi