Brilio.net - Sudah 4 bulan sejak pertama kali terungkap di Wuhan, China, virus corona masih mewabah di beberapa negara. Virus corona Covid-19 ini pada awalnya diduga menular lewat hewan. Namun menurut penelitian terbaru, diungkapkan bahwa virus corona bisa menular melalui droplet (tetesan) yang keluar ketika orang sedang batuk atau bersin.

Kondisi ini yang menyebabkan masyarakat dianjurkan menjaga jarak dengan orang lain untuk meminimalisir penyebaran virus corona. Tak hanya di Indonesia, kondisi ini juga terjadi di negara Wuhan sebagai pusat pandemi. Bahkan pemerintah Wuhan memutuskan untuk lockdown sebagai upaya untuk menekan jumlah pasien yang terus melonjak.

Kebijakan lockdown ini tidak sia-sia. Wuhan menyampaikan bahwa mereka berhasil terbebas dari serangan virus corona. Situasi ini mengembalikan lagi pasar-pasar Wuhan yang sempat tutup selama wabah berlangsung. Meski begitu masyarakat masih dianjurkan untuk melakukan jaga jarak dengan orang lain.

Namun sayangnya, kabar kurang menyenangkan datang beberapa waktu. Dikabarkan China mendeteksi adanya kasus baru corona, dan dikhawatirkan akan menjadi gelombang kedua Covid-19.

Dilansir brilio.net dari liputan6.com pada Rabu (15/4), China sedang menghadapi gelombang kedua kasus virus corona Covid-19. Hal ini ditandai dengan melonjaknya kasus impor baru Covid-19 yang dilaporkan tertinggi dalam hampir enam pekan terakhir.

Sebanyak 108 kasus baru tercatat pada Minggu (12/4). Ini sekaligus menandai jumlah kasus tertinggi sejak 143 kasus dilaporkan pada (5/3).

Komisi Kesehatan Nasional China pada Senin (13/4) mengatakan, 98 kasus impor virus corona melibatkan pendatang dari luar negeri yang tiba di China, rekor baru sekaligus naik dari 97 kasus pada hari sebelumnya. Jumlah kasus tanpa gejala turun menjadi 61 dari 63.

Kasus baru virus corona ini tentu menjadi perhatian publik, apalagi China sudah melakukan lockdown sekitar 2 bulan. Dikutip brilio.net pada Rabu (15/4) dari businessinsider.sg, ahli epidemiologi di Universitas Hong Kong, Dr. Ben Cowling, mengatakan bahwa lockdown hanya menunda puncak wabah sekitar tiga bulan.

“Apa yang terjadi di Wuhan dan sekarang apa yang terjadi di Italia utara bukanlah puncak epidemi. Itu sekitar satu bulan lagi dari puncak. Mereka masih menghadapi sekarang, kemungkinan besar, gelombang kedua dalam waktu satu hingga dua bulan," ungkap Cowling.


Penyebab gelombang kedua

Gelombang kedua corona © 2020 brilio.net

foto: freepik.com

Ada dua kemungkinan penyebab dari timbulnya gelombang kedua virus corona. Pertama, orang yang memiliki virus namun tidak memiliki gejala. Dan yang kedua adalah wisatawan yang membawa virus.

Dampak wisatawan diduga menjadi penyebab besar melonjaknya infeksi baru di Hong Kong. Pada awal Maret lalu tercatat negara Hong Kong memiliki 100 kasus. Pemerintah setempat pun menerapkan anjuran untuk menjaga jarak dan juga bekerja dari rumah.

Namun ketika penduduk dari luar negeri mulai kembali ke rumah mereka, kasus di Hong Kong meningkat lebih dari dua kali lipat. Pada akhir Maret, juga sudah dilaporkan lebih dari 400 kasus virus corona baru dan kemudian meningkat menjadi 960 kasus.

Pada akhir Maret, Hong Kong diketahui mengirim pegawai negeri kembali ke rumah dan menerapkan persyaratan pengujian bagi siapa pun yang memasuki daerah tersebut. Pihak pemerintah setempat juga meminta agar bar dan restoran untuk berhenti menjual alkohol. Hong Kong pun memperpanjang batasannya selama dua minggu lagi, hingga 23 April.

Businessinsider melaporkan bahwa hampir semua kasus virus corona baru di China berasal dari orang-orang yang bepergian dari luar negeri, termasuk pelajar China yang pulang ke rumah. Selain melarang orang asing masuk, beberapa daerah di Tiongkok sudah menerapkan kembali penutupan bisnis.


Langkah antsipasi yang bisa dilakukan

Gelombang kedua corona © 2020 brilio.net

foto: freepik.com

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Science menemukan bahwa pembatasan perjalanan bisa efektif setelah suatu negara atau wilayah mengendalikan penyebaran virus corona.

"Provinsi-provinsi China dan negara-negara lain yang telah berhasil menghentikan penularan internal Covid-19 perlu mempertimbangkan dengan hati-hati bagaimana mereka akan mengatur perjalanan kembali dan mobilitas untuk menghindari reintroduksi dan penyebaran penyakit dalam populasi mereka," Moritz Kraemer, penulis utama pada studi tersebut.

Melihat pada kasus wabah lain, para ahli juga telah menunjukkan bahwa pandemi flu 1918 menewaskan lebih dari 50 juta orang dalam tiga gelombang. Yang kedua adalah yang paling mematikan.

Oleh sebab itu lahsSetelah kasus COVID-19 mulai meningkat lagi, pihak berwenang kemungkinan besar harus menganjurkan untuk melakukan jarak sosial lagi.

"Apa yang terjadi di Wuhan bisa berulang kali terjadi pada sebuah kota," kata Cowling.