Brilio.net - Sebagian orang memegang prinsip 'shop till you drop atau belanja sampai uangmu habis' terutama di saat-saat tertentu, seperti menjelang hari raya atau akhir tahun. Tetapi sebagian lainnya terus berbelanja sepanjang waktu, bahkan setelah mereka tidak lagi memiliki uang tunai.

Normalnya, belanja adalah kegiatan rutin yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. Sebagian orang merasakan belanja sebagai kegiatan yang menyenangkan untuk mengisi jeda di antara kesibukan. Namun apabila seseorang mengeluarkan uang secara berulang-ulang untuk berbelanja tanpa mengindahkan kebutuhan ataupun keadaan finansialnya sehingga mendatangkan pengaruh negatif, hal tersebut tergolong pada gangguan kesehatan mental.

Seperti brilio.net kutip dari klikdokter.com, para peneliti di bidang medis percaya bahwa otak manusia mengasosiasikan belanja dengan perasaan seperti melayang, serupa dengan yang dirasakan mereka yang mengonsumsi obat-obatan terlarang. Itu sebabnya mereka merasakan dorongan untuk belanja lagi dan lagi. Rasa gembira ketika berbelanja ini muncul karena terpicunya hormon endorphin dan dopamin yang dapat membuat seseorang merasa gembira.

BACA JUGA: 10 Tingkah konyol ibu-ibu saat belanja ini pasti bikin kamu senewen!

Keberadaan banyaknya pusat perbelanjaan, kemudahan berbelanja melalui daring/online, dan kemudahan menggunakan kartu kredit pada selanjutnya seakan-akan makin memfasilitasi kecenderungan gila belanja. Dari perspektif psikologi sosial, orang yang tidak memiliki identitas yang kuat cenderung akan mencari jati diri dan pengakuan melalui kebiasaan berbelanja secara berlebihan.

Kecanduan belanja juga dapat disebut sebagai compulsive buying disorder (CBD) atau gangguan belanja kompulsif, disebut juga dengan shopoholisme. CBD sendiri didefinisikan sebagai hasrat yang tidak tertahankan untuk membeli barang secara berlebihan dengan jumlah pengeluaran besar dan menyita waktu yang pada akhirnya hanya mendatangkan pengaruh negatif di dalam hal keuangan dan keluarga. Berdasarkan gejalanya, gangguan ini bahkan mungkin dikategorikan sebagai gangguan bipolar, gangguan obsesif-kompulsif, kecanduan klinis, atau gangguan kontrol atas dorongan.

Jenis terapi yang dapat membantu mengendalikan kondisi kecanduan belanja ada Cognitive Behavioral Therapy Treatment, program terapi perilaku kognitif (CBT) adalah pilihan utama dalam modifikasi perilaku. Bentuk terapi ini ada dua jenis, pertama satu pasien berhadapan dengan satu terapis di sesi regular interval. Kedua, mengumpulkan penderita lain di dalam satu grup yang dipandu satu atau lebih terapis. Terapi jenis ini  termasuk jenis terapi noninvasive, sehingga memungkinkan penderita untuk memiliki kendali lebih akan pilihan kesembuhannya.