Brilio.net - Usai menikah tentunya yang diharapkan sebagian besar orang adalah kehamilan dan memiliki anak. Tak heran memang mengingat anak merupakan buah hati dan juga keturunan yang bisa meneruskan silsilah keluarga. Tidak hanya dari biologisnya saja, dari sisi sosial dan sejenisnya. Keturunan merupakan hal yang sangat dinantikan banyak pasangan.

Menjadi orangtua bukan berkara mudah, karena harus menjadi panutan bagi anak-anaknya. Mulai dari tingkah laku, tingkat stres semua harus dikontrol agar anak-anak tak perlu merasakan apa yang dirasakan kedua orangtuanya. Pasalnya seorang akan berkembang dan tumbuh baik dengan faktor rumah tangga yang tentu harus baik-baik saja.

Tahukah kamu, beberapa perilaku buruk orangtua ternyata memiliki pengaruh buruk untuk tumbuh kembang anak-anak mereka. Dilansir brilio.net dari businessinsider.sg, hasil penelitian mengungkap, jika orangtua terlibat dalam situasi sulit, atau menunjukkan perilaku negatif hal ini akan berdampak pada anak-anak mereka.

Menurut Carl Pickhardt, psikolog dan penulis Who Stole My Child? Bahwa anak-anak sangat mudah meniru perilaku kedua orangtuanya.

"Perilaku orangtua sangat berpengaruh bagi pertumbuhan anak-anaknya. Namun yang menjadi penengah efek buruk itu adalah anak itu sendiri. Apakah mereka memutuskan untuk mengikuti contoh itu atau justru menjauhkan diri dari perilaku buruk tersebut," ujarnya.

Untuk mengatasi hal itu, kamu harus tahu beberapa perilaku buruk orangtua yang dapat memengaruhi psikologi anak. Seperti apa? Berikut lansiran brilio.net dari businessinsider.sg, Selasa (17/9).

1. Memiliki orangtua yang kasar dapat menyebabkan stres tinggi dan kemungkinan mengembangkan penyakit yang berkaitan dengan usia seperti penyakit kardiovaskular.

5 tingkah buruk orangtua ini memengaruhi psikologi anak istimewa

foto: LORN KE/Shutterstock

Menurut sebuah studi 2013 dari University of California-Los Angeles, tanpa kita sadari, tindakan kasar orangtua ternyata memiliki efek buruk bagi kesehatan fisik anak dalam jangka waktu panjang. Menurut sebuah studi 2013 dari University of California-Los Angeles.

Para peneliti menganalisis tanggapan survei dari 756 subjek dan menemukan, mereka yang memiliki tingkat stres tinggi di masa kanak-kanak memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan risiko kesehatan multi-sistem seperti kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan diabetes.

Penelitian ini menunjukkan jumlah stres yang tinggi selama masa kanak-kanak seseorang mengarah pada kesulitan mengendalikan stres ke masa dewas, yang pada akhirnya merugikan fisik.

"Temuan kami menyoroti sejauh mana pengalaman anak usia dini ini dikaitkan dengan bukti peningkatan risiko biologis di hampir semua sistem pengaturan utama tubuh," Teresa Seeman, penulis studi dan profesor epidemiologi di UCLA, mengatakan dalam sebuah rilis.

2. Jika orangtua tergantung pada obat-obatan, hal ini juga akan berdampak pada anak-anak mereka. Di mana anak akan mengikuti jejak orangtua di kemudian hari.

5 tingkah buruk orangtua ini memengaruhi psikologi anak istimewa

foto: Ole_CNX/Shutterstock

Mark B Borg Jr, seorang psikolog klinis dan psikoanalis yang berbasis di NYC, mengatakan kepada Business Insider, hidup ketergantungan dengan alkohol dan narkoba dapat mengarahkan anak mengikutin hal yang sama.

Menurut konseling Gaya Hidup Portland, anak-anak yang hidup di tengah keluarga yang ketergantungan dengan narkoba atau pemabuk biasanya akan menghabiskan waktu untuk mengurus orangtuanya dan akhirnya si anak tidak dapat menikmati masa kecilnya sebagai mana semestinya. Sehingga pola pikir merekapun terganggu.

3. Orangtua yang mengalami depresi akan membuat anak-anak mereka mencari cara untuk bisa membuat ayah dan ibunya bahagia. Hal ini membuat anak menjadi kurang terbuka secara emosional ketika mereka dewasa.

5 tingkah buruk orangtua ini memengaruhi psikologi anak istimewa

foto: pixabay.com

Jika anak-anak melihat kedua orangtua mereka kurang bahagia, mereka mulai memperlihatkan sesuatu dengan cara mereka untuk membuat kedua orangtuanya bahagia. Hal ini membuat si anak terbiasa untuk merawat orangtuanya. Padahal anak tak menginginkan hal itu, justru sebaliknya mereka membutuhkan perhatian dari orangtuanya.

Dampak dari itu membuat anak menjadi sosok yang kurang terbuka dan sulit menemukan kebahagian untuk dirinya sendiri.

4. Pola asuh yang salah dapat menyebabkan rasa khawatir yang begitu tinggi pada anak.

5 tingkah buruk orangtua ini memengaruhi psikologi anak istimewa

foto: pixabay.com

Orangtua yang selalu mengambil peran aktif dalam kehidupan anaknya dengan melarang berbagai hal mmebuat si anak menjadi kurang bebas mengekspresikan diri.

Ketika mereka tumbuh dewasa, mereka memiliki kemungkinan tinggi untuk mengalami depresi dan kecemasan. Hal ini akan mengantarkan anak untuk mencari cara lain dalam mengatasi kecemasannya, misalnya dengan mengonsumsi pil-pil terlarang.

Sebuah studi 2011 yang mengambil sampel 317 mahasiswa tentang dampak orangtua mereka terhadap kesehatan mental mereka. Para peneliti juga menemukan anak-anak yang tumbuh dewasa dari pola asuh orangtua yang salah, mereka menjadi kurang terbuka terhadap ide-ide baru.

5. Orangtua yang stres atau kasar secara emosional menyebabkan anak-anak dengan tingkat "pertahanan" yang lebih tinggi untuk melindungi mereka dari rasa sakit. Ciri-ciri ini berlanjut hingga dewasa dan menyebabkan kesulitan mengasuh anak-anak mereka sendiri.

5 tingkah buruk orangtua ini memengaruhi psikologi anak istimewa

foto: positiveparenting.com

Menurut Lisa Firestone, psikolog dan penulis "Conquer Your Critical Inner Voice: Program Revolusioner untuk Menangkal Pikiran Negatif dan Hidup Bebas dari Keterbatasan Bayangan" orangtua yang stres dan kerap memukuli anak mereka akan berdampak pada tumbuh kembang si anak. Untuk mengatasinya, anak-anak mengembangkan "pertahanan" melawan perasaan takut atau sedih yang kuat untuk beradaptasi dengan lingkungan mereka.

Hal ini akan membuat si anak sulit untuk membuka diri dengan orang lain, ketika mereka tumbuh dewasa.

"Adaptasi awal ini mungkin telah bermanfaat bagi kita ketika kita masih muda, tetapi mereka dapat menyakiti kita sebagai orang dewasa, terutama sebagai orangtua," Firestone menulis dalam Psychology Today.