Brilio.net - Bagi para wisatawan, mengabadikan pemandangan, rumah adat, hingga masyarakat asli menjadi salah satu kegiatan yang tidak bisa terpisahkan saat mengunjungi berbagai tempat wisata. Para wisatawan pun selalu memegang atau menggantungkan kamera di leher mereka sambil siap-siap jeparat-jepret kala ada pemandangan unik atau khas suatu daerah. Namun para wisatawan jangan jeprat-jepret sembarangan kala berwisata ke sejumlah daerah di pedalaman Papua, seperti di Wamena.

Di sana, ada tradisi bahwa wisatawan atau siapapun pengunjung yang ingin memotret, rumah adat atau masyarakat asli Papua, harus bersedia menyediakan uang untuk objek foto. Semakin unik sebuah objek, maka semakin mahal juga harga yang harus dibayarkan oleh juru kamera.

Jangan asal jepret saat berwisata ke wilayah adat di Papua

Soal tradisi ini disampaikan oleh Adi Chandra, pria kelahiran Wamena yang sudah tinggal di daerah tersebut selama 35 tahun. Menurut Adi, biasanya jika wisatawan yang ingin memotret penduduk asli dengan pakaian adat, harus menyediakan uang antara Rp 50.000-Rp 100.000. Ada juga yang ingin dibayar lebih. "Harga itu berlaku hanya sekali foto, tidak boleh lebih," cerita Adi kepada brilio.net, belum lama ini.

Biasanya harga akan semakin mahal jika wisatawan ingin memotret kondisi dalam rumah adat atau yang biasa disebut Honai. Tarif pun berlaku untuk satu kali potret.

Jangan asal jepret saat berwisata ke wilayah adat di Papua

Adi menyebutkan, objek yang paling mahal untuk dipotret adalah mummi yang dimiliki masyarakat adat. Mummi itu merupakan mantan tokoh perang masyarakat adat setempat yang diabadikan sebagai bentuk penghormatan kepada mereka. "Untuk memotret mummi itu biasanya tarif yang dikenakan berkisar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta. Namun dengan harga itu, wisatawan bisa memotret berkali-kali," tambah Adi.

Besarnya biaya untuk memotret masyarakat sekitar juga diakui oleh Sunardi Panjaitan, penulis buku Sejarah Bandara Wamena, yang beberapa kali datang ke daerah tersebut. "Di sana tidak laku uang Rp 10.000 atau Rp 20.000-an. Masyarakat umumnya hanya mengenal uang Rp 50.000, karena memang harga-harga di sana mahal," kata Sunardi.