Brilio.net - Bertahun-tahun sebelum 2014, membuang sampah dan kotoran di sungai maupun selokan yang menyisir Desa Kemasan adalah fenomena biasa. Siapa sangka, kini sungai dan selokan itu kembali mengalir bersih dan bertransformasi menjadi lokasi wisata edukasi dengan angka kunjungan rata-rata 1.500 orang per bulan.

Desa yang terletak di Kecamatan Sawit, Boyolali ini, merupakan tujuan banyak sekolah maupun lembaga untuk menggelar kegiatan outbond. Sungai dan selokan tersebut merupakan salah satu area yang dijamah peserta. Dengan kondisinya yang sudah bersih dan airnya jernih, menjadikannya nyaman untuk melakukan kegiatan alam.

Ada berbagai aktivitas menarik yang bisa dilakukan pengunjung saat datang di Desa Wisata Kemasan (disingkat Dewa Emas), seperti membajak sawah menggunakan kerbau, menanam padi, juga menyemai dan memanen kangkung. Mereka juga berkesempatan belajar cara membuat kerupuk wortel, kerupuk kangkung, jamu tradisional, pembuatan roti, bahkan melukis. Semua dilakukan dengan mengunjungi langsung sentra-sentra usaha yang tersebar di desa itu.

Ragam kegiatan ini ditawarkan pengelola, BUMDes Dewa Emas, dalam 12 paket wisata outbond yang terbagi dalam empat kelompok harga antara Rp 50.000 hingga Rp 125.000 per kepala. Paket sudah termasuk biaya untuk wisata, outbond, guide, dan konsumsi. Murah meriah bukan?

Untuk kunjungan ke sentra UMKM, ditawarkan dalam lima paket berbeda. Bagi pengunjung berombongan minimal 40 orang dan ingin mendapatkan pengalaman lebih banyak tentang wisata Boyolali, bisa juga mengambil salah satu dari tiga paket Ekspedisi Kota Susu.

Lokasi outbond beberapa di antaranya terpisah dengan area wisata air dan restoran yang menjadi pusat dari wahana wisata Dewa Emas, yakni berada di sawah dan kebun milik warga setempat. Namun, jaraknya tak terlalu jauh. Peserta outbond cukup berjalan kaki menyusuri jalan setapak dan permukiman warga.

dewa emas © 2019 brilio.net

Kolam renang dan permainan air di Dewa Emas. (foto: brilio.net/fefy haryanto)

Lelah usai outbond, peserta bisa membersihkan diri sambil olahraga di kolam renang yang terletak di pusat area wisata. Ada tiga ukuran kolam renang, dua untuk anak-anak dan satu dewasa. Semua kolam menggunakan air dari mata air alami sehingga bebas obat kimia. Di kolam renang dewasa, pengunjung akan merasakan sensasi berenang bersama ribuan ikan nila dan emas yang hidup di dalamnya.

Jika belum puas dengan aktivitas outbond, masih bisa melanjutkan dengan menangkap ikan di kolam keceh yang bisa dimasuki anak balita sekalipun. Kolam yang dangkal membuat orangtua yang mendampingi tidak perlu khawatir, dan bisa mengawasinya sambil menikmati kuliner di gazebo di area wisata yang beroperasi setiap hari pukul 08.00-16.00 WIB itu. Restoran di sana menyajikan aneka menu makanan dan minuman dengan harga sangat terjangkau.

Tapi pada bulan-bulan ini, permintaan outbond sedang tidak banyak. Maklum, musim liburan sekolah baru saja lewat. "Karena kebanyakan tamu adalah kegiatan dari sekolah, maka ramainya saat habis ujian dan sebelum siswa libur," ujar Direktur Keuangan BUMDes Dewa Emas, Khairul Rais saat ditemui brilio.net di kantornya, Kamis (5/9).

Saat sepi permintaan outbond, maka pemasukan dari pengunjung umum bisa menjadi andalan. Mereka ini adalah wisatawan yang ingin menikmati permainan air, berenang, maupun berkuliner. "Rata-rata pengunjung umum ini 1.000 orang per bulan. Sedangan dari outbond sekitar 1.500 orang" lanjut Rais.

Sejak resmi berdiri Juni 2014, BUMDes Dewa Emas telah berkontribusi pada pendapatan keuangan desa. Menurut Rais, total laba setiap tahunnya meningkat, meski tidak drastis. Sejak berdiri hingga 2016, laba bersih sekitar Rp 80 juta. Pada tahun 2017, total keuntungan sekitar Rp 90 juta. Tahun lalu, Dewa Emas mencatatkan laba Rp 95 juta. "Yang kami setorkan ke kas desa Rp 25 juta, selebihnya dipakai untuk pengembangan" pungkasnya.

Kepala Desa Kemasan, Sri Susilo Indriyanto, mengungkapkan, pengembangan wisata Desa Kemasan fokus pada fun edukasi dan taman air anak-anak. Namun saat ini fasilitasnya masih harus ditingkatkan.

Ke depan, pihaknya akan mengembangkan sentra-sentra usaha khas di desanya untuk mendukung Dewa Emas. Beberapa sentra yang akan dikembangkan misalnya pengolahan sampah, kampung jamu, hortikultura, kampung warna atau lukis. "Ada juga potensi aliran sungai di sisi timur untuk ke depan direncanakan sebagai taman bermain edukasi," sebut Sri Susilo.

Dirinya berharap, rencana pengembangan tersebut juga muncul dari kesadaran warga. Karenanya, upaya membangun kesadaran ini juga dilakukan beriringan. Pihaknya pun telah menggandeng lembaga-lembaga desa untuk ikut mendukung pengembangan wisata. "Butuh penguatan sinergi antar lembaga," imbuhnya.

dewa emas © 2019 brilio.net

Keberadaan joglo dan gazebo bisa digunakan untuk acara makan maupun kegiatan lain. (foto: brilio.net/fefy haryanto)

Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Boyolali, Wiwis Trisiwi Handayani, menyebutkan, ada dua aspek penunjang desa wisata, yaitu komitmen desa setempat serta amenitas dan aksesibilitas. Komitmen desa ini bisa terwujud dengan adanya BUMDes dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Lembaga-lembaga ini diharapkan bisa meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkecimpung di bidang pariwisata seperti pelatihan pemandu wisata. Selama ini, Pemkab Boyolali telah memberikan pelatihan bagi pemandu wisata hingga punya sertifikat profesi. Selain juga pelatihan kepada para pemilik homestay, kepala desa, serta Pokdarwis.

Sedangkan dari sisi amenitas dan aksesibilitas, lanjut Wiwis, tempat wisata wajib memiliki infrastruktur yang baik. "Fasilitas umum seperti MCK, parkir, rest area, juga harus diprioritaskan," ungkapnya.

Selain objek wisata, desa juga harus memperhatikan mengenai atraksi yang bisa menunjang daya tarik. "Buat paket wisata yang unik. Seperti di Kemasan itu sudah ada paket wisata outbond-nya," sebut dia.

Saat ini, di Kabupaten Boyolali telah ada 18 desa wisata yang mengantongi SK dari Dinas Pariwisata Boyolali. Tapi, kata Wiwis, di luar yang punya SK, banyak desa-desa yang telah bergerak mengembangkan potensi wisatanya. "Dari Pemkab tidak ada dana pendampingan ke BUMDes karena aturannya tidak membolehkan. Kemandirian ada di desa, bisa lewat Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa)," tambah Wiwis.

Anggota DPRD Boyolali, Ribut Budi Santoso, menyebut jika keberadaan desa wisata di Kabupaten Boyolali berkembang pesat. Karena itu dibutuhkan percepatan dalam hal pembinaan agar desa-desa itu berkembang sesuai potensinya. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa pun harus mencakup pembinaan potensi wisata ini.

Selain itu, Ribut yang pada periode lalu menjabat sebagai Ketua Komisi III DPRD Boyolali itu menilai desa wisata perlu memiliki Peraturan Desa (Perdes) tentang pariwisata untuk memastikan bahwa warga setempat benar-benar bisa menikmati dampak ekonomi dari wisata itu sendiri. Jangan sampai warga setempat hanya menjadi penonton karena potensi wisata dikelola investor.

Berdayakan UMKM, buka lapangan kerja

Lahirnya wisata di Desa Kemasan sendiri bermula dari program PNPM Perkotaan pada 2014. Kini pengembangan wisata di sana telah mengubah perilaku sosial dan perekonomian warganya.

dewa emas © 2019 brilio.net

Dewa Emas menyewa lahan warga untuk kegiatan outbond menanam kangkung. (foto: Instagram @dewa_emas)

Menurut Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Kemasan, Hariyadi, pengembangan wisata di desanya mengubah sungai yang dulunya kotor menjadi lebih bersih. Kesadaran warga untuk menjaga lingkungan meningkat pesat. "Sanitasi juga lebih baik. Dulu warga buang air besar di sungai. Sekarang tidak ada lagi," ungkap warga RT 03 RW 02 Dukuh Mungup, Desa Kemasan itu.

Selain itu, pembangunan infrastruktur juga menjangkau lebih luas. Belum lagi dengan lapangan kerja baru yang terbuka dari wisata ini. "Warga banyak diuntungkan," sebut pria 56 tahun ini.

Di antara pemberdayaan warga adalah penyewaan lahan untuk outbond. Area outbond yang menjadi objek andalan, kebanyakan memakai lahan milik warga. Ada 5-8 warga yang menjadi partner kerja sama dengan mekanisme sesuai kesepakatan kedua pihak. Ada yang perjanjian sewa berdurasi waktu tertentu, ada pula dengan membayar per jumlah peserta outbond. Begitu pula dengan lahar parkir, diberlakukan sistem sewa bagi hasil dengan dukuh pemilik lahan. Pembagiannya 30% untuk BUMDes Dewa Emas dan 70% untuk dukuh yang ditempati parkir.

Hariyadi yang tanahnya juga dikerjasamakan dengan Dewa Emas, merasa diuntungkan dengan lahannya dipakai untuk wisata. "Lahan jadi bersih dan ramai. Tanaman juga lebih tertata dan terjaga," sebutnya. Dia sendiri mengaku enggan menghitung keuntungan berdasarkan nilai materi yang didapat. "Yang penting bisa menaikkan ekonomi warga," kata Hariyadi.

Sementara itu dilihat dari efek dalam mengurangi pengangguran, sekarang ini BUMDes Dewa Emas baru menyerap 11 tenaga kerja. Tapi, dari sejumlah kerja sama telah membuka lapangan kerja baru. Misalnya, kerja sama penyediaan trainer outbond dan petugas marketing freelance. Untuk trainer outbond, BUMDes memberdayakan pemuda-pemudi desa setempat yang tergabung dalam organisasi kepemudaan Padi Emas (Pemuda-pemudi Kemasan). Setiap trainer akan mendapat honor per pendampingan.

dewa emas © 2019 brilio.net

Pelajar mengikuti outbond di Dewa Emas. Trainer outbond diambil dari pemuda desa setempat. (foto: dok.pribadi)

Ketua Padi Emas, Dita, menjelaskan, ada tiga jenis kerja sama Padi Emas dengan BUMDes Dewa Emas, yakni penyedia trainer outbond, pembuatan paket wisata, dan marketing wisata. "Kami sistem kerja samanya sepeti bisnis. Jadi dari Padi Emas mengajukan MoU kerja sama," ungkapnya. Uang dari hasil kerja sama itu digunakan untuk honor trainer dan pengembangan organisasi.

Dalam menentukan trainer yang bertugas, Padi Emas mengutamakan para pemuda yang belum bekerja dan sedang di rumah untuk pendampingan hari weekdays. Sedangkan saat weekend, para pelajar dan mahasiswa yang libur, akan dilibatkan.

Para trainer itu telah mendapat pelatihan melalui diklat perekrutan dari Padi Emas, serta pelatihan peningkatan kapasitas dari BUMDes dan pemerintah desa. Pihaknya mengelompokkan trainer ke dalam tiga level, di mana jenjang level akan berpengaruh pada honor. "Level koordinator Rp 120.000 per event, level pendamping Rp 85.000 per event, dan pemula Rp 35.000-50.000 per event," jelas Dita.

Dita mengaku, keberadaan Desa Wisata telah membantu mengurangi pengangguran di kalangan pemuda desa. Bahkan, bisa menekan minat pemuda, yang kebanyakan lulusan SMK, untuk merantau. "Ini menjadi daya tarik karena mereka kerja sambil bisa berwisata dan dapat duit," sebutnya. Pada hari-hari biasa, dalam seminggu trainer bisa mendapat order 3-4 kali. Jika sedang ramai, bisa setiap hari.

Selain mendapat penghasilan dari menjadi trainer, pemuda setempat juga bisa mendapat honor dengan menjadi tenaga marketing lepas. "Untuk marketing ini perjanjianya dengan masing-masing orang. Siapa yang mau bisa ikut menjadi freelancer," tutur Dita.

Pun demikian dengan nasib hidup para UMKM setempat. Sebab, restoran di Dewa Emas bekerja sama dengan UMKM, seperti kerupuk wortel, jamu, kerupuk kangkung dengan sistem konsinyasi.

Produsen kerupuk kangkung, Marsih, warga RT 3 RW 4 Desa Kemasan, mengaku sangat terbantu dengan adanya wisata Dewa Emas karena telah memberikan fasilitas pemasaran bagi UMKM di Desa Kemasan. "Produk UMKM bisa dipasarkan lewat Dewa Emas dan juga bisa kerja sama dalam edukasi (pengunjung yang datang ke lokasi UMKM)," sebutnya.

Marsih mengaku sejak awal produksi langsung kerja sama dengan Dewa Emas. Dalam sebulan dirinya bisa menjual minimal 100 bungkus lewat Dewa Emas. "Kalau pas banyak pengunjungnya bisa 300-400 bungkus," ujarnya sembari berharap pengunjung Dewa Emas terus meningkat, sehingga juga berdampak positif bagi usahanya.