Brilio.net - Sabtu, 71 tahun silam, pesawat pengebom milik Amerika Serikat berseri B-29 menjatuhkan bom yang dinamakan Little Boy di salah satu kota di Jepang, yakni Hiroshima. Bom tersebut jatuh dari pesawat dengan ketinggian lebih dari 29.000 kaki dan meledak pada 1.900 kaki di atas Rumah Sakit Shima, salah satu rumah sakit yang aktif di Jepang pada abad ke-18.

Bangunan rumah sakit tersebut hancur berkeping-keping. Departemen Energi Amerika Serikat (DoE) memperkirakan 70.000 orang meninggal dalam ledakan awal, namun kebakaran dan paparan radiasinya ada hingga 6 Agustus 1945 dan menyebabkan korban tewas hingga 200.000 orang, lima tahun setelahnya.

BACA JUGA: 10 Pengorbanan yang sering dilakukan cowok saat ngejar gebetan

Bayi Nuklir  © 2016 brilio.net

foto: techinsider.io


Tiga hari setelah Hiroshima, bom kedua (bom yang saat ini berbasis plutonium) dijatuhan dari pesawat perang Amerika di atas Kota Nagasaki. DoE memperkirakan 40.000 orang tewas segera setelah ledakan tersebut dan jumlah tersebut meningkat mencapai 140.000 dalam waktu lima tahun.

Peristiwa tersebut adalah peristiwa satu-satunya dalam sejarah tentang penyerangan terhadap umat manusia menggunakan senjata nuklir. Meskipun ada juga yang selamat, namun tubuh orang yang selamat tersebut mau tidak mau telah terkena paparan radiasi nuklir dari bom yang dijatuhkan di Kota Hiroshima dan Nagasaki tersebut.

Efek peristiwa itu sangat besar hingga hampir menyelemuti seluruh dunia sampai hari ini. Penelitian menyebutkan, setiap orang yang hidup di dunia mengandung radiasi nuklir dan sisa-sisa radioaktif yang ada di daging dan tubuh mereka.

Bayi Nuklir  © 2016 brilio.net

foto: kidspot.com.au


Ledakan nuklir menghasilkan zat radioaktif yang langka di alam, seperti karbon-14 atau C-14, suatu bentuk radioaktif dari atom karbon yang membentuk dasar kimia dari semua kehidupan di bumi. Setelah dilepaskan ke atmosfer, karbon-14 memasuki rantai makanan dan akan terikat dalam sel-sel dalam tubuh makhluk hidup. Dan para peneliti telah melakukan penelitian dengan mendeteksi dalam DNA manusia yang lahir di tahun 2016.

Meskipun karbon-14 adalah salah satu karbon yang benar-benar tidak berbahaya, namun tetap saja fakta bahwa di dalam tubuh manusia terdapat komponen radiasi nuklir tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja. Seperti yang dilansir brilio.net dari techinsider.io, Minggu (7/8), meskipun karbon-14 tersebut ada di era antara tahun 1955 dan 1963, namun tidak membuat senyawa tersebut kini sudah hilang dari alam.

Setiap sel baru yang diciptakan memiliki sedikitnya kandungan karbon-14 dari sel sebelumnya. Dalam beberapa dekade terakhir, para peneliti mencari tahu persis berapa umur sel individu untuk menentukan jumlah karbon-14 yang ada.

Proses ini cukup sederhana, yakni dengan ekstrak sel DNA, mengukur tingkat karbon-14 dengan alat yang disebut spektrometer massa, dan memeriksa hasilnya menggunakan tabel karbon-14 pada periode sejak tahun 1963.