Brilio.net - Manusia membutuhkan air untuk kebutuhan dan segala aktivitas sehari-hari. Sumber air bisa diperoleh dari beragam tempat, termasuk air dari hujan.

Hujan adalah sumber air tawar bagi manusia ketika sungai, danau, atau akuifer tidak mudah diakses. Hujan memungkinkan kehidupan modern dengan menyediakan air untuk pertanian, industri, kebersihan, dan energi listrik.

Dilansir dari nationalgeographic.org, hujan adalah presipitasi cair atau air jatuh dari langit. Hujan jatuh ke bumi ketika awan menjadi jenuh, atau terisi, dengan tetesan air.

Jutaan tetesan air bertemu satu sama lain dan berkumpul di awan. Ketika tetesan air kecil menabrak yang lebih besar mengakibatkan mengembun. Semakin lama tetesan air semakin bertambah dan semakin berat. Ketika tetesan air menjadi terlalu berat untuk terus mengapung di awan, ia jatuh ke tanah.

Singkatnya, air hujan terbentuk dari proses siklus hidrologi. Air hujan sebenarnya berasal dari air yang ada di darat. Kemudian perputaran air pun terjadi. Dari bumi ke atmosfer, kemudian kembali lagi jatuh ke bumi. Proses itu terus saja terjadi secara berulang.  

Berbicara mengenai hujan, Indonesia menjadi salah satu negara tropis yang punya dua musim, yaitu kemarau dan hujan. Musim hujan sendiri umumnya terjadi pada sepanjang Oktober hingga Maret. Saat musim hujan tiba, air yang jatuh dari langit itu bisa bersifat rintik-rintik maupun deras.

Proses terjadinya hujan adalah bentuk ciptaan Tuhan, menggambarkan keindahan alam. Begitu indah dan mengagumkannya hujan ini kemudian mencuri perhatian banyak orang. Mulai dari masyarakat awam hingga kalangan terpelajar.

Tak sedikit orang yang penasaran dengan proses terjadinya hujan. Saking ilmiahnya, penjelasan alam ini sampai masuk ke pelajaran sekolah.

Ternyata hujan dapat terjadi setelah melalui proses-proses tertentu. Berikut rangkuman brilio.net dari berbagai sumber pada Kamis (28/11).

2 dari 3 halaman


1. Penguapan (evaporasi).

foto: sustainability-times.com

Evaporasi atau penguapan terjadi pada seluruh air di bumi. Seluruh sumber air seperti sungai, danau, air laut, sumur, dan lainnya mengalami penguapan karena sinar matahari.

Air yang menguap akan berubah bentuk, dari cair jadi gas. Gas tersebut kemudian berubah jadi uap-uap. Lalu uap hasil evaporasi tersebut naik ke atmosfer. Semakin tinggi suhu panas matahari membuat jumlah air yang jadi uap ke atmosfer semakin besar.

2. Kondensasi (pengembunan).

foto: freepik.com

Uap-uap air yang sudah naik ke atmosfer kemudian mengalami proses pengembunan. Ketika naik ke udara, uap air mendingin dan berubah jadi partikel-partikel es. Hal itu terjadi karena suhu di atas atmosfer atau udara sangat rendah.

Partikel-partikel es kemudian saling bertemu atau bergabung. Selanjutnya es tersebut mulai bersatu sama lain yang membuat terjadinya awan (koalensi). Tetesan air yang sudah bergabung membuat awan semakin besar dan berat.

3. Presipitasi.

foto: freepik.com

Proses presipitasi merupakan proses mencairnya awan akibat suhu udara dingin di atmosfer. Kumpulan atau partikel-partikel es yang sudah jadi awan tadi pecah, kemudian tertarik oleh gravitasi bumi. Es pun jatuh lagi ke bumi. Proses jatuhnya air ini disebut hujan.

Es yang jatuh ke bumi melewati panasnya suhu udara, membuatnya berubah jadi butiran air. Sebagian besar air hujan diserap oleh tanah, tetapi juga mencari jalan kembali ke laut. Proses tersebut dikenal dengan siklus air.

Siklus air melibatkan semua air yang ada di bumi, mulai dari danau, sungai, atau lautan untuk membentuk awan di atmosfer. Hujan biasa memiliki ukuran partikel jari-jari sekitar 5-20 mm. Air ukuran ini akan jatuh dengan kecepatan 0,01-5 cm/detik.

3 dari 3 halaman


Bentuk atau macam-macam hujan.

foto: pmm.nasa.gov

Proses hujan akan terjadi seiring waktu secara alami dan terus menerus. Namun bentuk hujan sendiri berbeda-beda, tergantung dengan proses terjadinya hujan. Perbedaan tersebut berdasarkan dari ukuran partikel-partikel es yang berkumpul, kepadatan awan yang terbentuk, volume air atau ukuran hujan yang turun, dan embusan angin di sekitar wilayah hujan. Berdasarkan jenis dan ukuran partikelnya, hujan dibagi jadi lima bentuk.

1. Hujan gerimis.

foto: freepik.com

Dilansir dari weather.gov, paling umum dan seringnya diamati, tetesan air yang lebih kecil dari hujan, sekitar 0,02 inci/ 0,5 mm dianggap gerimis. Turunnya air ini disebut sebagai gerimis atau hujan rintik-rintik. Hujan jenis ini biasa terjadi pada awan yang memiliki lapisan rendah dan dekat dengan permukaan bumi.

2. Hujan deras.

foto: freepik.com

Hujan deras dianggap punya ukuran lebih besar dibandingkan hujan gerimis dan hujan biasa. Hujan deras menjatuhkan partikel air dengan ukuran lebih dari 7,0 mm.

Tetes-tetes pada hujan deras umumnya dihasilkan dari awan-awan yang tebalnya beberapa kilometer. Selain itu, jatuhan hujan tertinggi (lebat) dihasilkan dari awan-awan jenis Cumulus yang tingginya bisa mencapai 10 kilometer atau lebih dengan arus udara naik yang kuat di dalamnya.

3. Hujan salju.

foto: weather.gov

Hujan jenis ini menjatuhkan partikel es dengan suhu di bawah 0 Celcius. Bentuknya semacam kristal es bercabang seperti bintang. Bisa juga berbentuk seperti jarum, butiran, atau lempengan.

4. Hujan es.

foto: pixabay.com

Hujan jenis ini jatuh berupa butiran es. Hujan es sendiri terjadi karena arus udara yang sangat banyak mengandung uap air yang akan bergerak secara vertikal lalu akan mencapai ketinggian udara yang tinggi. Hujan es biasanya diikuti oleh hujan yang sangat lebat dan badai petir. Batu es berdiameter 1/4 inci (5 mm) atau lebih besar. Ukuran hujan es 1 inci (2,5 cm) atau lebih mengindikasikan badai besar.

5. Hujan asam.

foto: freepik.com

Hujan ini terjadi disebabkan pencemaran udara. Hujan berasal dari asap dan pemanasan global kemudian menimbulkan endapan asam yang tinggi. Tingkat keasamannya ini mengakibatkan hujan yang bisa merusak lingkungan. Pada umumnya air hujan jenis ini mengandung senyawa NO3 atau H2S, tingkat keasaman tinggi.