Brilio.net - Belakangan orang-orang ramai mempercayai hal-hal naratif namun tidak dapat dibuktikan atau yang dikenal dengan istilah konspirasi. Semisal vaksin menyebabkan autisme atau pendaratan bulan adalah sebuah kebohongan. Dengan alur cerita yang tersedia, banyak orang yang percaya.

Nah, baru-baru ini ada dua studi yang mengulas mengenai hal tersebut di atas. Pertama berjudul '‘I know things they don’t know!’: The role of need for uniqueness in belief in conspiracy theories' (Saya mengetahui hal-hal yang tidak mereka ketahui!: Peran kebutuhan akan keunikan dalam mempercayai teori konspirasi) yang dipublikasikan di Social Psychology.

Kedua, berjudul 'Too special to be duped: Need for uniqueness motivates conspiracy beliefs' (Terlalu istimewa untuk ditipu: Kebutuhan akan keunikan memotivasi keyakinan terhadap konspirasi) diterbitkan di European Journal of Social Psychology.

Penganut Teori Konspirasi  © 2017 iflscience

Eric W. Dolan, penulis di PsyPost merangkum dua penelitian di atas. Pertama, para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang mendukung teori konspirasi lebih cenderung berpikir bahwa mereka memiliki informasi langka dan rahasia.

Kedua, para peneliti menemukan bahwa orang yang punya keinginan tinggi untuk tampil unik lebih cenderung percaya pada teori konspirasi.

Seperti dikutip dari Iflscience, penelitian pertama ditulis bersama oleh Anthony Lantian, Dominique Muller, Cécile Nurra, dan Karen M. Douglas dengan melibatkan 1.000 partisipan.

Penganut Teori Konspirasi  © 2017 iflscience

 

Para periset mengungkapkan bahwa orang-orang yang mendukung teori konspirasi cenderung berpikir bahwa mereka memiliki informasi eksklusif (yang tidak dimiliki orang lain). Juga ditemukan bahwa mereka yang ingin tampil lebih unik juga cenderung percaya teori tertentu.

"Studi ini menunjukkan bahwa teori konspirasi dapat melayani keinginan masyarakat untuk menjadi unik," tertulis dalam makalah penelitian yang dipimpin Anthony Lantian dari Universitas Grenoble di Prancis.

Lantian menyatakan, para penganut teori konspoirasi sering menyebut-nyebut 'informasi rahasia' atau sulit untuk mendapatkan informasi yang mereka temukan.

"Pesan yang dibawa pulang dari penelitian kami adalah bahwa orang-orang dengan kebutuhan lebih tinggi pada keunikan lebih percaya pada teori konspirasi," tambah Lantian, seperti dikutip dari PsyPost.

Dalam penelitian kedua, juga dilibatkan sebanyak 1.000 partisipan. Ditemukan bahwa keinginan untuk keluar dari keumuman mendorong seseorang untuk membuat kepercayaan yang irasional.

"Bersama-sama, temuan ini mendukung anggapan bahwa keyakinan pada konspirasi dapat diadopsi sebagai alat untuk mencapai rasa keunikan," tertulis dalam penelitian kedua yang dipimpin oleh Roland Imhoff dan Pia Karoline Lamberty dari Universitas Johannes Gutenberg di Mainz, Jerman.