Brilio.net - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya menyebutkan kondisi cuaca dan iklim pada 2017 diprakirakan normal dibandingkan pada 2015 dan 2016. Tetapi faktor perubahan iklim dan keberagaman tingkat kerentanan masing-masing wilayah berbeda satu sama lain.

"Namun potensi ancaman kondisi cuaca lokal dan meningkatnya hotspot patut diwaspadai karena bisa memicu kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Ada beberapa wilayah yang hujannya ekuatorial yakni memiliki dua kali musim kemarau," kata Andi dalam paparan Kilas Balik Dampak Cuaca, Iklim dan Kegempaan di Jakarta, seperti dikutip brilio.net dari Antara, Senin (9/1).

Menurut Andi, pada Februari sampai Maret di wilayah Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah mengalami kemarau, lalu masuk lagi hujan di bulan April-Mei. Kemudian pada Juni kembali lagi ke musim kemarau.

Oleh sebab itu, Andi mengatakan bahwa BMKG sudah menyampaikan kondisi prakiraan ini kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Gambaran peristiwa alam di atas dapat memberikan gambaran tingkat kerentanan Indonesia terhadap cuaca, iklim dan kegempaan.

Banyak kejadian dan peristiwa yang menjadi pusat perhatian pemerintah dan masyarakat Indonesia pada tahun 2016 lalu. Seperti Banjir Bandang di Garut 20 September 2016, banjir di Bandung 24 Oktober 2016, dan banjir di Gorontalo 25 Oktober 2016 dan beberapa kejadian cuaca ekstrem di wilayah Indonesia seperti tanah longsor, hujan lebat disertai angin kencang, dan gelombang tinggi yang memicu storm tide di Pantai Barat Sumatera, Selatan Jawa Hingga Lombok.

"Posisi geografis Indonesia, di satu pihak merupakan berkah. Pada sisi lain, Indonesia yang diapit oleh dua benua, dua samudera, dilalui ring-of-fire," kata dia.

Indonesia juga terletak di atas khatulistiwa dan di atas 3 lempeng tekntonik, menjadikan rentan terhadap berbagai bentuk bencana hidrometeorologi dan geologi sebagai dampak dari fenomena cuaca, iklim, dan kegempaan dan posisi geografisnya.