Brilio.net - Mengelola satu mata uang saja sudah sulit, bagaimana mengelola sembilan mata uang? Situasi seperti inilah yang dialami oleh pelaku bisnis di Zimbabwe. Mereka dituntut berperan sebagai pedagang valuta asing selepas dolar Zimbabwe ditarik dari peredaran.

 

Dilansir brilio.net dari CNN money, Kamis (4/3), Zimbabwe memperdagangkan dolar AS, dolar Australia, rand Afrika Selatan, pula Botswana, euro, poundsterling, yen, yuan, dan rupe.

"Banyaknya mata uang untuk tujuan perdagangan. Dan 50% perdagangan kami dengan China dan Afrika Selatan sehingga kami mengizinkan perdagangan dengan banyak mata uang," kata John Mangudya, Gubernur Reserve Bank of Zimbabwe kepada CNN Money.

Sebenarnya, menurut John, mata uang cadangan resmi Zimbabwe adalah dolar AS. Namun, di sisi lain, Zimbabwe juga tak berniat untuk menyingkirkan mata uang lain, seperti yuan dan rand. Itu tercermin dari sikap pedagang kaki lima di jalanan Harare, Ibu Kota Zimbabwe. Mereka mengutamakan dolar AS, namun tetap menerima mata uang lain.

Di wilayah Zimbabwe yang berbatasan dengan Afrika Selatan dan Botswana, mata uang yang populer adalah rand, pula, dan euro. Belakangan, popularitas rand menurun usai terdepresiasi 30 persen tahun lalu. Ini membuat warga Zimbabwe mulai menyingkirkan mata uang negeri tetangga tersebut guna menghindari risiko depresiasi lebih dalam.

Prinsipnya,  Pebisnis lokal Zimbabwe akan menerima hampir semua mata uang, namun nilai tukarnya harus lebih tinggi ketimbang nilai resminya.