Brilio.net - Pertanian sekarang ini menjadi bidang yang tergolong "sepi peminat". Bahkan, para petani pun belum tentu bersedia mengarahkan anaknya untuk menekuni bidang ini karena dinilai tidak menjanjikan masa depan yang cerah. Padahal, pertanian juga potensial.  

Para ilmuwan terus melakukan berbagai penelitian untuk membuat pertanian, khususnya di Indonesia, menjadi lebih maju. Berbagai terobosan terus berumunculan, mulai dari varietas unggulan, pupuk, maupun teknologi tanam dan panen yang makin canggih. Bahkan, sekarang ini ada teknologi digital untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Teknologi tersebut adalah HARA. Ini adalah terobosan mutakhir buatan anak negeri, yakni Dattabot, dan risetnya sejak 2014 ini berupa aplikasi yang bisa mengumpulkan berbagai data untuk dianalisis guna membantu para petani. HARA mengumpulkan dan menyajikan data-data penting sesuai karakteristik tiap-tiap lahan, sehingga bisa dijadikan rujukan petani dalam menggarap sawahnya.

Seperti apa cara kerja dan kecanggihan teknologi ini? Simak wawancara dengan Regi Wahyu, CEO Dattabot berikut ini.

Bisa dijelaskan apa itu HARA?
Ini adalah solusi digital untuk meningkatkan produktivitas proses sektor pertanian. Jadi kita fokus untuk membantu para pelaku pertanian agar bisa meningkatkan hasilnya. Dalam proses pertanian itu sendiri rantainya mulai dari benih, penanaman, petaninya sendiri, permodalan, dalam proses pupuk yang digunakan, hamanya seperti apa hingga panen.

Data apa saja yang dihasilkan aplikasi HARA ini?
Ada tiga faktor yang kita lihat di situ melalui aplikasi ini (HARA), pertama adalah lahan, petani, dan riwayat lahan. Sebenarnya dalam proses pertanian itu yang penting adalah riwayat lahan.

Kita juga menggunakan sensor untuk mendapatkan data mulai dari jenis tanah, temperatur tanah, cuaca di daerah tersebut karena kita butuh kalibrasi dengan data satelit, termasuk angin untuk mendapatkan data lingkungan sekitar.

Data satelit dibagi dua, pertama adalah data cuaca. Bagaimana kita bisa membuat segmentasi dan prediksi cuaca sekecil mungkin sehingga lebih presisi. Kedua, data mengetahui gambar lokasi untuk melihat beberapa hal salah satunya adalah mengenai penyebaran fotosintesis atau klorofil, penyebaran hama di daerah tertentu, irigasi dan lain sebagainya. Jadi berbagai data itu yang kita gunakan untuk proses analisis.

Aplikasi ini sudah digunakan?
Sudah coba di Lampung dan Merauke. Karena Indonesia luas jadi kita nggak bisa melakukan hanya di satu tempat saja. Dari dua daerah itu kita mengambil data agar mesinnya belajar sendiri sehingga ketika kita gunakan di daerah lain sudah mendapatkan konteks secara keseluruhan.

Dari dua tempat itu sudah kelihatan hasilnya?
Yang di Lampung sudah tiga musim dan Merauke baru musim ini yang kita jalankan. Di Lampung naik hasilnya. Kita di awal 27% growth. Ada satu area yang bisa mencapai 80% hasilnya. Kita bicara 5.000 hektar tanah beda, cuaca beda.

Siapa yang bisa memanfaatkan aplikasi ini?
Sejauh ini masih digunakan oleh staff officer dari perusahaan perkebunan dan pertanian serta Petugas Penyuluh Lapangan (PPL). Sementara di level petani masih sangat sulit untuk masalah literasinya. Karena literasi di Indonesia untuk petani masih sangat rendah. Jadi kita bekerja sama dengan PPL dan staf officer untuk menggunakan aplikasi ini dan memberikan masukan kepada para petani. Teknologi yang kita kembangkan ini bisa mempermudah bagi orang lapangan.

Ke depannya, apakah aplikasi ini akan digunakan langsung oleh petani?
Harapannya begitu. Karena bagaimana membuat sebuah sistem semakin mudah ke depan. Nah dalam prosesnya kita targetkan untuk petani langsung yang menggunakannya ketika distribusi smartphone dan penetrasi internet di lapangan sudah lebih mumpuni.

Kalau sekarang kan masih susah apalagi ada daerah yang byar-pet. Makanya kita mengakali sistem kita itu bisa mengambil data offline ketika mobile aplikasinya ada di daerah yang ada sinyal maka secara otomatis akan siknronisasi.

Kita juga bekerja sama dengan mitra untuk memberikan penyuluhan dan minta masukan mengenai apa yang petani butuhkan lewat program "Temu Konco". Ini sangat menentukan untuk memvalidasi fitur apa yang sesungguhnya dibutuhkan petani.

Bagaimana pengelolaan data yang terkumpul?
Kita punya metodologi distributed computing system yang mampu mengelola sekian besar data. Kita cukup berpengalaman di situ bukan hanya di agriculture tetapi juga di industri lain seperti finansial, consumer goods, telekomunikasi, infrastruktur, power generation, dan lainnya. HARA ini kita kerjasama dengan GE dengan memanfaatkan teknologi platform PREDIX untuk sektor agrikultur dan industrial.

Data-data pengelolaan pertanian itu tidak bisa dilakukan sendiri. Saya harap lebih banyak pelaku industri pertanian untuk berkolaborasi. Dengan begitu kita bisa mencapai stagesustainable food supply sehingga Indonesia dan dunia bisa punya keberlanjutan pangan. Khusus untuk Indonesia dengan begitu kita nggak perlu impor.

Soal data itu apakah akan di-update terus?
Betul. Karena intinya yang kita pelajari di Indonesia maupun dunia tidak ada yang melakukan proses untuk pencatatan riwayat tanah. Ini fitur yang sangat penting untuk dimiliki semua petani. Karena dengan begitu dia akan tahu apakah tanah yang dia punya bisa berkelanjutan atau tidak. Karena proses pertanian ada komposisi atau unsur hara tanah yang harus dijaga dan dirawat dengan segala macam perubahan cuaca.

Kalau cuaca petani nggak bisa mengaturnya. Tetapi mengenai tanah, dia harus merawatnya dari mulai pemilihan tanam silang, kapan dia tanam dan panen. Bagaimana dia menebarkan pupuk, herbisida atau pestisida.

Jadi kita tahu tanah ini untuk musim berikutnya harus di-treatment seperti apa dengan cuaca yang berubah dengan keadan target yang berubah. Kita usahakan mesin bisa meng-capture itu semua sehingga ke depan kita bisa kasih resep yang berbeda untuk memperbaiki hasilnya. Cara pengelolaan yang sama tetapi kita memberikan resep kapan mereka mengelola, pupuknya seperti apa, mengatasi hama seperti apa.

Seperti apa kerja sama HARA dengan GE?
PREDIX adalah platform industrial internet pertama di dunia yang dapat menghubungkan data dari operation technology dengan information technology. Operation technology itu apapun yang terjadi di lapangan seperti data-data sensor, satelit atau drone, itu bisa di-capture dan di-feed (masukan) ke platform PREDIX.

Di mana di PREDIX itu ada banyak layer, mulai dari trees hingga microsis-nya membuat kita hidup lebih mudah. Semua data secure end to end dari mulai sensor hingga platform analytic. Cyber security-nya bagus.

Jadi kita lebih fokus dengan apa yang kita kerjakan pada aplikasi dan analisisnya. PREDIX (GE) yang mengurusi lainnya, contohnya infrastrukturnya. Kedua ketika menghubungkan data sensor atau satelit termasuk data lainnya dengan aplikasi kita (HARA) itu kan perlu konektor, jadi kita nggak perlu coding lagi karena sudah tersedia di situ (PREDIX).

Sekarang pengguna HARA sudah 1.700. Kita tidak perlu downtime. PREDIX sanggup sampai berapa puluh juta pengguna. Ini kemudahan yang diberikan PREDIX.

Harapannya ke depan untuk pengembangan HARA?
Ke depannya, untuk HARA, kami akan melakukan pengembangan interkoneksi data. Semakin banyak data terkoneksi akan semakin pintar mesinnya sehingga semakin bisa dirasakan pengguna. Sekarang ini kita akuisisi sebanyak mungkin data kemudian kita akan membuat mesin ini semakin pintar mengenali masing-masing karateristik lahan karena semua daerah di Indonesia tidak bisa kita samakan. Fase berikutnya adalah memberikan rekomendasi kepada petani dengan tingkat akurasi maksimal.

Mimpi kita adalah bisa memetakan semua lahan di Indonesia, Asia Tenggara dan semua negara di wilayah euator (khatulistiwa), Afrika, Amerika Selatan. Ternyata aplikasi ini bisa juga digunakan untuk negara-negara sub tropis.