Brilio.net - Film bertemakan sejarah Tanah Air kembali menghiasi layar bioskop. Film berjudul Sultan Agung 'The Untold Story': Tahta, Perjuangan, dan Cinta ini akan dibintangi sejumlah aktor dan aktris ternama, seperti Anindya Kusuma Putri sebagai Ratu Batang, Ario Bayu memerankan sebagai Sultan Agung, permaisuri Sultan Agung dimainkan oleh Adinia Wirasti, dan ada pula Putri Marino.

Namun sayangnya film garapan Hanung Bramantyo ini mendapat respons tak menyenangkan dari Gusti Kanjeng Ratu Bendara, yang tak lain adalah putri bungsu dari Sultan Hamengkubuwono X dan GKR Hemas. Menurut GKR Bendara, penggunaan motif parang pada batik yang dipakai Sultan Agung tersebut kurang tepat.

GKR Bendara mengungkapkan rasa kekecewaannya melalui media sosial Instagramnya. Wanita 31 tahun menjelaskan bahwa ia merasa kecewa pemeran Sultan Agung dalam film tersebut menggunakan motif parang yang salah dan tak sesuai dengan aturan keraton.



"Aduuuh duh duh... hancur hati ku... yg memerankan Sultan Agung kok ya pake parang yg kecil dan warna nya biru pula... padahal yg membuat Parang Barong adalah Ibu beliau.

Malah yg memerankan Abdi dalem di belakangnya yg pake Parang lbh besar. Iki piye iki piye jal. .
Check di FB kratonjogja aja ada loh referensinya
.
Baru minggu lalu sy bicara tentang Parang Barong di Pameran Taman Pintar. Sedih saya lihatnya... .
#hancurhatiku #kitapelestaribudaya," tulisnya seperti dikutip brilio.net, Rabu (7/3).

Menurutnya, kurangnya pengetahuan mengenai pakaian keraton sangatlah fatal. Terlebih fasilitas media sosial keraton sebenarnya bisa menjadi referensi sebelum membuat film.

GKR Bendara menjelaskan bahwa sebenarnya Sultan Agung harusnya menggunakan motif parang berukuran besar. Namun dalam film tersebut terdapat kekeliuran sehingga yang menggunakan motif parang besar malah abdi dalemnya, sedangkan sang Sultan hanya menggunakan parang motif kecil dan berwarna biru, sangat jauh berbeda dari keraton.



"Rijksblad atau pranatan dalem, tercantum larangan2 motif-motif ter tentu di dalam Kraton.
.
Pengunaan Parang hanya boleh untuk kerabat Kraton. Yg ber ukuran 12 cm hanya diperuntukan Raja, yg ber ukuran 8 cm untuk Permaisuri dan yg lebih kecil lagi unt putri dan Pangeran. . Sumber: @kratonjogja," tambahnya.

Akibatnya, postingan tersebut mengundang banyak respons warganet. Banyak warganet yang merasa kurangnya pengetahuan dan riset yang dilakukan pembuat film tersebut, sehingga kejadian ini menjadi sangat fatal. Terlebih film ini mendapat kritik langsung dari putri Sultan Hamengkubuwono X.

"Miris sekali.. Harusnya penelitian mendalam itu penting.. Kdg lucu ya, kita marah budaya kita diakui bangsa lain. Tp bahkan kita tidak mengerti akan budaya kita itu.. Batik ini warisan budaya.. Batik bukan sekedar kain. Atau gambar motif. Tp artinya lebih dari itu. Yg mengaku mencintai bangsa, lestarikan budaya kita. Nguri2 kabudayan..," tulis @me_linda24.

"Hanung kalo mau mengangkat budaya jawa mohon riset dulu, jangan trus motif bagus keliatan trendi n kebetulan batik dibilang ini jogja atau budaya jawa. Motif batik itu ada filosofinya. Membuat film tentang budaya itu SUANGAT BAGUS tapi ya ke depannya coba dibarengi sama riset yg mendalam. Yang kasian nanti klo film itu booming trus pada suka motifnya rame2 cari motif itu padahal motif buat jarik dijadikan baju, misalnya seperti itu," sambung @yosisuharno.