Brilio.net - Penyalin Cahaya menjadi salah satu film mutakhir yang mengisahkan cerita perjuangan perempuan untuk mengentaskan kekerasan seksual. Hal ini menjadi kabar baik di tengah masih minimnya kesadaran masyarakat Indonesia bahwa kekerasan seksual benar-benar ada dan sudah banyak menimbulkan korban.

Film-film yang mengangkat tema serupa, berusaha untuk menggambarkan bagaimana korban menjalani dan memperjuangkan nasibnya. Apalagi ketika aparat hukum tidak berpihak kepadanya. Film-film ini membuat kita semua untuk lebih peduli kepada kasus-kasus kekerasan yang berdampak pada ketidakstabilan psikologis dan bahkan menjadi seorang psikopat yang brutal.

Pada 25 November mendatang, diperingati sebagai kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan sampai 10 Desember. Karena itu, film-film berikut ini cocok sekali untuk menjadi bahan edukasi kepada masyarakat luas tentang bahaya kekerasan seksual dan juga kekerasan terhadap perempuan.

Dirangkum brilio.net dari berbagai sumber Rabu (17/11), berikut 7 film Indonesia kisahkan perjuangan antikekerasan kepada perempuan.

1. Penyalin Cahaya (2022).

Film Indonesia antikekerasan berbagai sumber

foto: imdb.com

Walaupun belum tayang secara resmi, film Penyalin Cahaya berhasil memenangkan 12 nominasi dari 17 nominasi yang diraih dalam Festival Film Indonesia 2021. Prestasi ini membuat film tersebut menjadi satu-satunya dalam sejarah film Indonesia yang meraih banyak penghargaan dalam satu waktu. Penyalin Cahaya mengisahkan perjuangan seorang perempuan yang mengalami pelecehan seksual dan membuat hampir seluruh kehidupannya berubah. Mulai akses beasiswa yang dicabut, hingga keluarga yang tidak percaya terhadap dirinya. Film yang dikemas dengan gaya thriller ini berjalan seperti drama detektif yang para tokohnya berusaha untuk mencari kebenaran atas apa yang dialaminya. Selain itu, film ini menjadi sumbangan berharga untuk para penyintas kekerasan seksual di mana pun berada.

2. Story of Dinda (2021)

Film Indonesia antikekerasan berbagai sumber

Story of Dinda: Second Chance of Happiness merupakan spin-off dari film Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini yang mengisahkan perjuangan seorang perempuan untuk lepas dari toxic relationship atau hubungan beracun dengan pasangannya. Film ini menggambarkan bagaimana perjuangan Dinda untuk bisa lepas dari ketergantungan emosional dengan Kale yang selama ini ternyata melakukan tindakan abusif kepadanya. Tindakan tersebut tidak hanya berupa kekerasan fisik, tetapi juga berupa verbal dan juga secara psikologis. Karena itu, film ini cocok sekali ditonton bila seseorang perempuan (ataupun juga laki-laki), sedang terjebak dalam hubungan yang menyakitkan.

3. 27 Steps of May (2018).

Film Indonesia antikekerasan berbagai sumber

foto: imdb.com

27 Steps of May bercerita tentang MAY (Raihaanun) yang diperkosa oleh sekelompok orang. Ayah May (Lukman Sardi) sangat terpukul dan menyalahkan dirinya sendiri karena tidak dapat melindungi anaknya. Kasus tersebut lalu membuat May menutup dari kehidupan sosial dan hanya berdiam di rumah saja. Sementara itu, Ayah May melampiaskan amarahnya di luar rumah dan pergi ke ring tinju. Film ini mencoba merekam bagaimana efek psikologis korban kekerasan seksual yang selanjutnya mengundang empati para penontonnya untuk melihat lebih jernih bagaimana kekerasan seksual bekerja. Film 27 Steps of May berhasil meraih 6 nominasi dan 2 di antaranya menang di Festival Film Tempo pada 2018. Selain itu, film ini meraih 9 nominasi dan satu di antaranya menjadi pemenang di Festival Film Indonesia pada 2019.

4. Raksasa dari Jogja (2016)

Film Indonesia antikekerasan berbagai sumber

foto: imdb.com

Raksasa dari Jogja merupakan film yang diadaptasi dari novel laris dengan judul yang sama karya Dwitasari. Film ini mengisahkan cerita pilu yang dialami oleh Bian (Karina Salim). Sejak kecil, ia selalu hidup dengan ketakutan walaupun dengan harta berlimpah dan wajah yang cantik. Salah satu faktor terkuat yang membuatnya demikian adalah perlakuan ayahnya (Ray Sahetapy) protektif dan sering memukul Mamanya (Unique Priscilla). Film ini mencoba memotret efek psikologis kekerasan dalam rumah tangga bisa berefek buruk kepada anak. Selain itu, film ini juga merekam bagaimana kekerasan dalam pacaran menimpa Bian saat ia diselingkuhi pacarnya dengan teman masa kecilnya. Beragam peristiwa tersebut kemudian menjadi trauma yang tak pernah hilang dari kehidupan Bian.

5. Love and Edelweiss (2010)

Film Indonesia antikekerasan berbagai sumber

foto: imdb.com

Love and Edelweiss mengisahkan kehidupan Ryo (Mike Lucock) yang hidup dari keluarga yang penuh dengan kekerasan. Ia selalu melihat ayahnya melakukan kekerasan kepada ibunya. Selain itu, saat masih kecil, ia pernah mengalami pelecehan seksual dari orang terdekatnya. Pengalaman traumatis tersebut kemudian membuat Ryo menjadi seorang psikopat. Setiap kali ada keinginan, apa pun caranya, harus segera ia wujudkan. Pengalaman-pengalaman traumatis dalam hidupnya malah membuatnya berbuat lebih kejam lagi dan bahkan ia membunuh teman-teman yang cintainya karena alasan cemburu. Film ini mencoba untuk menggambarkan bahwa akar kekerasan sering kali bermula dari rumah, tempat semua orang pertama kali belajar banyak hal.

6. Berbagi Suami (2006)

Film Indonesia antikekerasan berbagai sumber

foto: vidio.com

Berbagi Suami mengisahkan tiga perempuan dari kebudayaan berbeda, tetapi punya nasib serupa, mempunya suami yang melakukan poligami. Film yang disutradarai Nia Dinata ini, digarap setelah melakukan proses riset yang panjang. Film Berbagi Suami merekam pengalaman poligami dari sudut pandang perempuan. Dari tiga pengalaman perempuan tersebut, ada satu benang merah yang sama-sama mempertemukan nasib mereka. Walaupun kekerasan fisik dapat dikatakan minim, tetapi kekerasan verbal dan juga mental menjadi hal yang selalu mereka alami.

7. Ada Apa dengan Cinta? (2002)

Film Indonesia antikekerasan berbagai sumber

foto: imdb.com

Film Ada Apa dengan Cinta? tidak hanya mengisahkan perjalanan Cinta dan Rangga beserta geng perempuannya saat masih duduk di bangku SMA. Dalam film ini, sosok Alya merupakan karakter lain yang cukup kuat menggambarkan bagaimana kekerasan yang dialami oleh perempuan. Alya hidup di sebuah keluarga yang tidak ideal sehingga membuatnya mengalami kekerasan secara mental. Ayah Alya suka memukul ibu dan anaknya sendiri. Karena itu, hal inilah yang membuat Alya cenderung pendiam dan sering melamun. Ketika Cinta sibuk dengan Rangga, Alya merasa ditinggalkan oleh teman-temannya dan mencoba bunuh diri. Untungnya, Cinta dan teman-temannya yang lain segera sadar bahwa ada teman mereka yang membutuhkan pertolongan mereka segera. Cinta menjadi salah satu support system bagi Alya untuk segera pulih secara mental.

*

INFOGRAFIS FILM INDONESIA TENTANG PERJUANGAN ANTIKEKERASAN PEREMPUAN © 2021 brilio.net

INFOGRAFIS FILM INDONESIA TENTANG PERJUANGAN ANTIKEKERASAN PEREMPUAN
© 2021 brilio.net/Bayu Kurniawan