Korban miras oplosan yang diproduksi di kediaman pasutri SS dan HM memakan korban jiwa puluhan orang. HM merupakan peracik, sedangkan SS adalah bosnya. Rumah itu berada di Kampung Bojong Asih, Desa Cicalengka Wetan, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Terdapat bunker berukuran panjang 18 meter, lebar 4 meter, dan tinggi 3,2 meter yang diduga sebagai alat produksi. Ditemukan barang bukti diantaranya sebanyak 224 dus (5.376 botol ukuran 600 ml) minuman oplosan siap edar.

Dilihat dari gejala berupa mual, muntah, hingga pandangan kabur, diduga karena kandungan metanol, yaitu zat yang digunakan untuk bahan bakar seperti spiritus. Kejadian Luar Biasa (KLB) ini pun menjadi sorotan media asing. Keracunan metanol terjadi dalam 4 fase. Dalam rentang 30 menit sampai 2 jam pertama, penekanan sistem saraf pusat. Pada Durasi 48 jam usai minum, tidak ada gejala. Setelah 2 hari, berupa muntah, mual, pusing dan pandangan kabur. Lalu, fase yang lebih fatal bisa terjadi setelah dua hari, toksisitas pada mata diikuti kebutaan hingga berujung kematian.

Antropolog dari Universitas Indonesia Iwan Meulia Pirous meyebut, konsumsi alkohol adalah sebuah tradisi di Indonesia. Ketatnya aturan tentang miras justru mendorong orang-orang mengkonsumsi miras oplosan. Selain itu, harga yang terlalu tinggi akibat pajak juga mendorong maraknya peredaran miras oplosan.