Brilio.net - Asrani (37), bendahara Karang Taruna Sarijaya Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara Kalimantan Timur hanya bisa menatap keramba ikan kosong. Sejak Agustus 2016 lalu, usaha budidaya ikan nila yang ia lakoni bersama anggota karang taruna lain, tak lagi mendatangkan hasil.

Penyebabnya adalah limbah berat akibat penambangan batubara. Usaha para anggota karang taruna kini tinggal kenangan saja. Bahkan, beberapa minggu lalu, semua keramba terpaksa deh diangkat karena sudah tak menghasilkan apa-apa.

“Semua ikan mati,” kata Asrani pasrah ketika menerima kunjungan peserta Workshop Jurnalistik dan Edukasi Media yang digagas PT Pertamina EP Asset 5 beberapa waktu lalu.

Keramba ikan Sangasanga © 2016 brilio.net foto: brilio.net/Yani Andryansjah

Pencemaran terjadi diduga karena kapal-kapal tongkang pengangkut batubara lalu lalang di Sungai Sangasanga. Kondisi makin parah dengan adanya tumpahan bahan bakar minyak (BBM) dari kapal milik para pemegang Kuasa Pertambangan (KP) itu.

Padahal keramba ikan ini adalah usaha yang ia lakukan bersama anggota karang taruna dengan susah payah. Awalnya pada 2011, lima pemuda setempat, termasuk Asrani merasa khawatir dengan kehidupan pasca tambang.

Keramba ikan Sangasanga © 2016 brilio.net foto: brilio.net/Yani Andryansjah

Asrani dan warga sekitar yang sebelumnya bekerja di sektor pertambangan berpikir, nggak selamanya mereka bergantung pada tambang. Karena itu sejak 2011 silam kelima pemuda desa itu mulai mencari usaha lain. Mereka pun mengajukan permohonan bantuan kepada PT Pertamina EP Asset 5 Sangasanga Field.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Permintaan mereka dikabulkan lewat program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) Pertamina. Hal ini juga sejalan dengan pemahaman yang diberikan Pertamina Sangasanga Field. Suatu saat minyak yang dikelola Pertamina, bakal habis. Begitu juga dengan batubara.

Keramba ikan Sangasanga © 2016 brilio.net foto: brilio.net/Yani Andryansjah

Masyarakat harus mempersiapkan diri menghadapi pasca tambang. Karenanya, usaha pembudidayaan ikan didukung penuh.

"Karena memberikan dampak positif baik jangka pendek dan panjang,” kata Sangasanga L & R Assistant Manager Pertamina Sangasanga Field Dika Agus Sardjono.

Awalnya pada 2011 para anggota karang taruna hanya mempunyai 20 petak keramba. Jadi masing-masing anggota memiliki 4 petak. “Tahun 2015 kami memiliki sekitar kurang lebih 30 anggota dengan total keramba 250 petak,” kenang Asrani.

Keramba ikan Sangasanga © 2016 brilio.net foto: brilio.net/Yani Andryansjah

Asrani menjelaskan, setelah tahun pertama mengelola keramba, produksinya sudah mencapai 50 kg per bulan dan terus meningkat setiap tahun. Bahkan, tahun lalu hasilnya sudah mencapai 100 kg per bulan.

Dari sisi penghasilan, di tahun-tahun awal setiap anggota bisa mengantongi Rp1,5 juta per bulan. Malah, tahun lalu pendapatan mereka meningkat lebih dari 100% hingga Rp3,2 juta per bulan.

Keramba ikan Sangasanga © 2016 brilio.net foto: brilio.net/Yani Andryansjah

Tak hanya itu, usaha keramba pun beranak pinak. Kaum ibu di Kelurahan Sarijaya melalui Koperasi Usaha Bersama (KUB) Jaya Lestari bisa memproduksi berbagai jenis produk pangan berbahan dasar ikan nila.

Bahan baku disuplai KUB Karang Taruna Sarijaya. Produknya pun bisa dipasarkan sampai ke Samarinda dan Tenggarong.

Keramba ikan Sangasanga © 2016 brilio.net foto: brilio.net/Yani Andryansjah

Kini usaha dan kerja keras Asrani dan anggota Karang Taruna Sarijaya lindap dalam sekejap gara-gara limbah batubara.