Brilio.net - Semua orang tahu bahwa menjaga kerapian dan kebersihan merupakan bagian dari cara hidup sehat. Namun jika sudah di ruang publik, kerap kali orang tiba-tiba bodoh dan tidak peduli untuk menjaga kebersihan.

Perilaku membuang sampah pada tempatnya, saat di ruang publik pun kini semakin sulit ditemui. "Paling juga nanti ada petugas yang membersihkan" itulah yang ada di benak kebanyakan orang.

Sebuah kisah tentang perilaku tak menjaga kebersihan orang Indonesia juga diceritakan oleh seorang pemilik akun Facebook dengan nama Tyas Palar. Cerita yang ia tulis pada Selasa (18/4) itupun viral di media sosial. Hingga berita ini ditulis, sudah ada 1.600 lebih pengguna media sosial yang membagikan kisah tersebut.

Cerita tersebut bermula beberapa waktu minggu lalu saat Tyas Palar, yang juga seorang mahasiswi di Universitas Tokyo Gakugei, hendak terbang kembali ke Jakarta melalui Bandara Haneda, Tokyo. Oleh karena hari masih pagi, Tyas bersama ibunya memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu di deretan restoran di lantai di atas lantai check-in.

Tyas dan ibunya memilih tempat makan di deretan meja dan kursi publik, bukan bagian dari restoran mana pun. Hal seperti ini memang dibolehkan di bandara Jepang tersebut. Jadi orang bisa memesan makanan dari restoran mana pun di sekitar kursi dan meja publik itu dan membawa makanannya untuk disantap di area publik yang sudah dipilih.

Tyas Palar Tyas Palar

Awalnya semua berjalan sebagaimana semestinya, sampai akhirnya ada beberapa turis asal Indonesia yang berprilaku kurang mengenakkan dan tidak patut ditiru siapapun. Berikut ini cerita Tyas saat di Bandara di Jepang yang brilio.net kutip dari akun media sosialnya, Kamis (20/4):

"Di sekitar kami ada beberapa kelompok turis Indonesia yang juga sedang makan. Saya tidak begitu memperhatikan, sampai saya berjalan ke salah satu restoran untuk memesankan kopi untuk ibu saya.

Salah satu rombongan turis Indonesia itu telah pergi, menyisakan meja yang berantakan seperti yang saya foto. Bukannya membuang sampah sendiri ke meja makan dan mengembalikan baki ke restoran awal seperti seharusnya. Mungkin mereka berpikir ini seperti di Indonesia, akan ada pelayan atau petugas yang membersihkan.

Padahal tidak ada. Sampai lebih dari setengah jam kemudian ketika saya dan ibu akhirnya meninggalkan tempat tersebut, tidak ada yang membereskan meja mereka. Karena memang sebetulnya tidak ada petugasnya. Dan padahal, meja rombongan ini hanya beberapa meter jauhnya dari deretan tempat sampah!

(Kemarin-kemarin selama di Jepang, apa mereka tidak memperhatikan seperti apa seharusnya berperilaku di Jepang? Apa sibuk foto-foto untuk Instagram saja?)

Dan perhatikan deh.. rombongan turis ini bahkan tidak merapikan peralatan makan bekas dan sampah mereka ke atas baki. Teman saya, seorang mahasiswi Indonesia yang belajar di Jepang dan bekerja sambilan sebagai pramusaji, mengeluh, "Yang seperti ini paling merepotkan, bikin lama, karena pelayan harus membereskan dulu ke atas baki."

Calon orang yang duduk berikutnya juga kesulitan untuk sekedar meminggirkan saja baki-baki tersebut, karena kalaupun baki dipinggirkan, tetap ada sampah yang bertebaran di atas meja. Walhasil, meja-meja itu tidak digunakan orang sampai saya dan ibu pergi.

Masih ada hal dahsyat yang terjadi sesudah itu. Di samping saya dan ibu, duduk dua laki-laki Indonesia. Sudah berumur Pak, Bu, lebih tua dari saya. Bukan anak kecil yang masih harus diajari.

Mereka rupa-rupanya mau pindah ke meja lain di mana teman mereka, seorang perempuan, duduk. Salah seorang laki-laki itu berdiri, melangkah menjauh, meninggalkan serpihan sampah berupa robekan kertas pembungkus sedotan, bon, dan entah apa lagi di atas mejanya.

Saya panggillah dia, “Mas, tempat sampahnya di sana.”
Dia berputar menghadap saya, dengan senyum mengejek berkata, “Terus kenapa? Nanti juga ada yang beresin!”
Laki-laki dewasa Pak, Bu, punya uang untuk jalan-jalan ke Jepang, bereaksi begitu!

Tapi kalau dia kira saya bakal kalah, dia keliru. Saya tetap menunjuk sampah di meja yang ia tinggalkan, “Nggak ada yang beresin. Lihat itu dari tadi meja-meja itu nggak ada yang beresin.” Karena ada ibu, saya masih tahan deretan kata-kata yang ingin saya berondongkan kepadanya.

Akhirnya ia kalah, memunguti dan membawa sampahnya, tetap dengan wajah tidak rela. Lalu pindah mejanya ke mana? Ke meja di samping tempat sampah! Kok ya tadi mau bawa sampah sendiri saja susah betul ya padahal ternyata pindahnya ke situ? Benar-benar ‘malu-maluin’.

Kenapa ya, banyak orang Indonesia, kelas menengah dan berduit sekalipun (yang dalam harapan kita tentunya lebih terdidik dan tahu adat), yang susah tertib? Padahal tertib itu sesungguhnya memudahkan bagi diri kita sendiri dan juga semua orang. (Dalam kasus makan di tempat publik ini, orang berikutnya dapat langsung menggunakan meja dalam keadaan bersih. Bayangkan kalau ini terjadi pada kita, sedang kesulitan cari meja untuk makan, eeeeh semua meja kotor dan berantakan!)

Sering menghina atau menertawakan turis Mainland yang kelakuannya 'barbar'? Awas, bisa-bisa turis dari negara kita menjadi 'turis Mainland' berikutnya, jorok dan tidak tahu aturan. Yuk, tetap jaga ketertiban dan kebersihan di mana pun kita berada. Yes, termasuk di Indonesia sendiri! Jangan tunggu ke negara lain baru tertib dan taat aturan!"

Cerita yang ditulis Tyas pun membuat banyak orang di media sosial ikut geram. Mereka menganggap perilaku tak membersihkan sampah pribadi di ruang publik apalagi saat berada di negara orang sebagai prilaku yang benar-benar tak layak ditiru.

Singkat kata, jika kamu tak mau membuang sampahmu sendiri pada tempatnya, mending dimakan saja sekalian sampah tersebut.