Sekitar 540 juta tahun yang lalu, Bumi mengalami 3 kali masa pendinginan. Bukti baru yang berhubungan dengan 3 kali masa pendinginan tersebut adalah tabrakan besar antar lembeng bumi di daerah tropis. Pelapukan batuan hasil tabrakan tersebut menarik Karbon Dioksida dari udara dan mendinginkan Bumi.

Zaman es terakhir sekitar 10.000 tahun yang lalu adalah bagian dari banyak zaman es (glasial) yang diselingi zaman inter glasial seperti yang kita alami sekarang. Zaman inter glasial yang lebih hangat karena orbit Bumi yang menerima sinar matahari lebih banyak dan lebih lama.

Tabrakan lempeng bumi menyebabkan batuan basalt samudera terangkat dan terpapar udara. Batuan basalt banyak mengandung Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) yang bereaksi dengan Karbon Dioksida dari udara menghasilkan batuan karbonat. Hilangnya Karbon Doksida dari udara menyebabkan pendinginan karena Bumi kehilangan efek rumah kaca.

Oliver Jagoutz dari MIT berpendapat bahwa di daerah tropis, batuan yang terpapar mendapatkan situasi yang cukup untuk mengalami pelapukan dibanding di daerah non tropis. Pelapukan batuan basalt di daerah tropis 100 kali lebih cepat menyerap Karbon Dioksida dibanding di daerah non tropis.

"Kami berpikir bahwa tabrakan benua-benua di lintang rendah adalah pemicu pendinginan global," kata Jagoutz dalam sebuah pernyataan. "Ini bisa terjadi ketika lebih dari 1-5 juta kilometer persegi, yang kedengarannya banyak. Tetapi pada kenyataannya, itu adalah lapisan Bumi yang sangat tipis, yang berada di lokasi yang tepat, yang dapat mengubah iklim global."

Jagoutz menunjukkan tabrakan lintang rendah yang serupa bertepatan dengan periode dingin Ordovisium Akhir dan Permo-Karbon, masing-masing 455-440 dan 335-280 juta tahun yang lalu.

Pergerakan lempeng benua Australia ke arah utara menciptakan provinsi serupa di Indonesia, yang bebatuannya menyebabkan 9-14 persen dari penarikan karbon dioksida global. Sayangnya, ini masih lebih lambat daripada kita membakar bahan bakar fosil.