Bagi pencinta musik jazz, alat musik yang satu ini tentu tidak asing. Banyak yang mengatakan saksofon memiliki suara paling seksi ketimbang alat musik lainnya. Suara alat musik ini juga sering dijadikan sebagai latar belakang adegan romantis dalam film kebanyakan. Uniknya, keindahan saksofon bahkan telah membuat saksofon menjadi "budaya" di sebuah tempat yang sangat jauh dari negara asal saksofon itu sendiri.

Sidangkou, desa di mana penduduknya tergila-gila dengan Saksofon

Adalah Desa Sidangkou, sebuah desa yang dihuni 4.000 lebih penduduk yang terletak dekat Shanghai dan Tianjin. Di sana saksofon adalah segalanya. Sidangkou sendiri juga memproduksi saksofon sejak tahun 90-an dan produk buatannya sudah diakui oleh banyak negara.

Ada 70 pabrik yang beroperasi di desa ini. Setiap bulannya Sidangkou mampu memproduksi 10.000 saksofon lebih dan sebanyak 95 persen saksofon yang mereka buat diekspor ke negara asing (terutama ke Amerika Serikat). Banyaknya saksofon yang diproduksi oleh desa ini membuat Sidankou dijuluki sebagai "ibu kota saksofon Cina".

Sidangkou, desa di mana penduduknya tergila-gila dengan Saksofon

Tidakcuma itu saja, para penduduk tidak hanya pandai dalam membuat saksofon, tetapi juga mahir dalam memainkannya. Setiap hari saat jam kerja di mulai, para penduduk akan menghabiskan waktunya untuk membuat saksofon. Namun ketika matahari sudah terbenam, mereka akan bersantai dengan teman-temannya sambil memainkan saksofon buatannya.

Tidak hanya pekerja, tetapi juga penduduk lain, baik dari umur dan latar belakang yang berbeda sama-sama memainkan alat saksofonnya. Seperti para petani Sidangkou yang memainkan saksofon sebelum bekerja di ladang, segerombol anak-anak yang bermain saksofon di sekolah, dan masih banyak lagi.

Selain itu masih berbicara saksofon, sebagian besar penduduk Sidangkou juga menyukai musik-musik Kenny G, pemain saksofon yang sangat terkenal di dunia. Bahkan nama Kenny G sudah sangat melegenda di desa tersebut.

Sidangkou, desa di mana penduduknya tergila-gila dengan Saksofon

Uniknya, masyarakat di sana kurang minat dengan aliran musik jazz meskipun saksofon sangat identik degan jazz. Alasannya musik jazz terlalu rumit. Musik-musik yang biasa dimainkan oleh penduduk Sidangkou adalah lagu-lagu tradisional dan lagu wajib Cina, sebab lagu-lagu itu yang melekat di telinga mereka sejak lahir. Namun banyak penduduk Sidangkou yang juga menggemari musik asing yang kemudian mereka nyanyikan dengan saksofonnya.

Seperti "Musim Semi Datang ke Utara," lagu asal Jepang yang banyak disukai oleh penduduk Sidangkou. Sementara lagu "Going Home" yang dipopulerkan oleh Kenny G merupakan lagu yang banyak diputar di pusat perbelanjaan, sekolah, dan stasiun kereta api saat hendak mengakhiri aktivitas hariannya.

Sidangkou, desa di mana penduduknya tergila-gila dengan Saksofon

Meskipun begitu, pemandangan seperti iniketika orang-orang bermain saksofon di mana saja dan kapan saja, hanya dapat ditemukan di Desa Sidangkou, tidak di kota-kota lain di Cina. Pasalnya saksofon bukanlah alat musik yang banyak digemari oleh masyarakat Cina. Hal ini dikarenakan pemerintah Cina yang mulai berkuasa sejak tahun 1949 sempat menetapkan saksofon sebagai alat musik yang terlarang dan identik dengan kaum kapitalis. Mereka bahkan juga mencela musik jazz sebagai musik yang individualis dan mendorong kebebasan berpendapat yang terlalu luas.

Namun saat ini pemerintah Cina mulai membuka diri dan toleran terhadap budaya asing yang masuk ke negerinya. Pemerintah Cina juga mengizinkan perusahaan-perusahaan berdiri di Cina. Hanya saja, pemerintahan di sana masih menganggap rendah saksofon sehingga upaya penduduk Sidangkou menyebarkan produk mereka di kota-kota Cina masih sangat sulit. Para orang tua di sana lebih suka menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah piano dan biola.