Pernahkah kamu melihat perkelahian atlet selama di pertandingan? Ketika pertandingan mulai memanas, atlet dapat terpicu untuk melakukan perilaku agresi. Dikutip dari Rahardiankusuma (2016), menurut Buss, perilaku agresi merupakan suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti maupun membahayakan individu lain atau korban yang menjadi sasaran. Perilaku agresi dilakukan baik secara fisik maupun verbal. Bentuk agresi fisik meliputi perilaku seperti memukul, menendang, meninju, menampar dan lain sebagainya. Sedangkan bentuk agresi verbal meliputi berkata-kata kasar, cacian dan makian yang dilontarkan untuk menyakiti individu lain.

Jika ditinjau dari tujuannya, perilaku agresi memiliki tiga jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Agresi yang bermusuhan (Hostile aggression).

Perilaku agresi jenis ini ditandai dengan adanya kemarahan. Tujuan utama seseorang melakukan agresi jenis ini adalah untuk menyakiti orang lain, jika atlet memperoleh kemenangan setelah melakukan agresi ini merupakan sebuah kebetulan (LeUnes, 2011).

Perilaku agresi jenis ini juga dapat terjadi pada rekan satu tim. Seperti halnya pada klub Persib Bandung di mana pemainnya yaitu Ezechiel N'douassel dan Jonathan Bauman terlibat dalam perkelahian di lapangan saat pertandingan pamungkas kompetisi kasta tertinggi Liga 1 2018 di Stadion Kapten I, Bali. Meskipun mereka rekan satu tim, perkelahian tidak dapat dihindarkan. Perkelahian dimulai ketika Ezechiel N'douassel merasa kesal karena tidak mendapatkan operan bola dari Jonathan Bauman. Kemudian, Ezechiel pun datang menghampiri Jonathan dan langsung mendorong kepalanya sambil terus memakinya (Tirtana, 2019).

2. Agresi instrumental (Instrumental aggression).

Perilaku agresi jenis ini ditandai dengan adanya niat untuk menyakiti orang lain. Meski begitu tujuan seseorang melakukan agresi ini bukan karena marah namun tujuannya adalah untuk menang dalam pertandingan (LeUnes, 2011).

Agresi ini dapat terlihat pada pertandingan antara timnas U-22 Indonesia dengan Singapura dalam laga Grup B SEA Games tahun 2019. Dalam pertandingan tersebut, Egy Maulana Vikri yang merupakan anggota timnas U-22 Indonesia terlibat perkelahian dengan tim Singapura. Hal ini bermula ketika Egy Maulana Vikri berusaha menahan bola dan mengulur waktu untuk mempertahankan kemenangan karena timnas Indonesia telah unggul 2 gol. Namun, Egy Maulana Vikri mendapat perlakuan kurang suportif dari tim Singapura di mana salah satu pemainnya yaitu Muhammd Zulqarnaen melakukan perilaku agresi. Perilaku agresi yang dilakukan oleh Muhammd Zulqarnaen yaitu dengan sengaja menendang kaki Egy Maulana Vikri ketika berusaha merebut bola. Dengan perlakuan tersebut, membuat Egy Maulana Vikri terjatuh (Wijaya, 2019).

Meski telah terjatuh, Egy tetap berusaha bangkit dan kembali mengejar Zulqarnaen. Namun, Egy kembali diserang oleh tiga pemain Singapura lainnya yaitu Muhammad Shah, Lionel Tan, dan Muhammad Saifullah dengan memberinya pukulan kepada Egy (Wijaya, 2019). Dalam pertandingan ini terlihat bahwa perilaku agresi yang dilakukan oleh pemain Singapura kepada Egy bukan atas dasar kemarahan, namun karena adanya keinginan untuk menjatuhkan lawan agar timnya dapat memperoleh kemenangan.

3. Perilaku asertif (Assertive behavior).

Perilaku asertif dalam olahraga ditandai dengan tujuan atlet yang tidak bermaksud melukai meskipun melakukan perilaku agresi. Pada perilaku asertif, atlet menggunakan energi dan kekuatan yang diperbolehkan dengan melakukan perilaku agresi yang sesuai dengan aturan permainan (LeUnes, 2011).

Perilaku agresi ini seperti halnya terdapat dalam pertandingan tinju. Dalam pertandingan tinju, meskipun atlet melakukan perilaku agresi seperti meninju dan menjatuhkan lawan, namun perilaku-perilaku tersebut menjadi sah karena sesuai dengan aturan permainan. Sebagaimana ketika dalam pertandingan tinju yang dilakukan oleh Foreman dan Muhammad Ali. Selama pertandingan, Foreman melakukan pukulan keras kepada Muhammad Ali yang terpojok di pinggir ring. Foreman pun memukul Muhammad Ali bertubi-tubi hingga kehabisan tenaga. Setelah Foreman mulai letih dan kehabisan tenaga, pada akhir ronde Muhammad Ali kemudian menyerangnya kembali dengan pukulan keras. Dengan mendapat pukulan keras dari Muhammad Ali, akhirnya Foreman terjatuh dan tidak lagi mampu untuk berdiri hingga wasit melakukan hitungan ke-10 (Manurung, 2020).

Meskipun melakukan perilaku agresi di mana kedua atlet saling serang dan melakukan pukulan, apa yang mereka lakukan tetap diperbolehkan karena sesuai dengan aturan permainan. Meski begitu atlet tinju juga dituntut untuk dapat mengendalikan emosi dan mengelola perilaku agresinya agar perilaku agresi tersebut tetap sesuai dengan peraturan dan tidak merugikan orang lain (Dvikaryani & Jannah, 2020).

Dengan demikian, kita telah mengetahui beberapa tujuan atlet melakukan perilaku agresi selama dalam pertandingan. Salah satu di antaranya yang diperbolehkan yaitu perilaku asertif, namun dua di antaranya sebaiknya dihindari oleh atlet. Selama dalam pertandingan, sebaiknya atlet tetap bermain secara sportif dan menahan emosi untuk tidak saling melukai.