Anggapan mengenai "saya pikir saya bisa" merupakan fenomena psikologis yang dapat meningkatkan pencapaian tujuan. Istilah ilmiahnya disebut self-efficacy. Tidak seperti harga diri, self-efficacy bukan tentang rasa harga diri, namun ini tentang percaya bahwa seseorang mampu menghasilkan hasil yang diinginkan sehingga dapat mencapai tujuan (Adams, 2017).

Apa itu self-efficacy?

McShane dan Glinow (2010) menjelaskan bahwa self-efficacy mengacu pada keyakinan seseorang bahwa dia memiliki kemampuan, motivasi, persepsi peran yang benar, dan situasi yang menguntungkan untuk menyelesaikan sebuah tugas dengan sukses. Meskipun awalnya didefinisikan dalam hal tugas tertentu, self-efficacy juga merupakan sifat umum yang berkaitan dengan konsep diri. Umumnya self-efficacy adalah persepsi seseorang bahwa dirinya memiliki kompetensi untuk tampil di berbagai situasi. Semakin tinggi self-efficacy seseorang, maka semakin tinggi evaluasi dirinya secara keseluruhan.

Begini jadinya kalau memiliki self-efficacy?

Seseorang dengan self-efficacy yang tinggi cenderung menunjukkan usaha yang lebih keras daripada orang-orang dengan tingkat self-efficacy rendah. Selain itu, individu dengan self efficacy yang tinggi akan mempersepsikan diri sebagai orang yang berkompetensi tinggi sehingga ia akan merasa tertantang jika dihadapkan pada tugas-tugas dengan derajat kesulitan dan risiko yang tinggi. Sebaliknya, orang-orang dengan self-efficacy yang rendah selalu menganggap dirinya kurang mampu menangani situasi yang dihadapinya. Dalam mengantisipasi keadaan, mereka juga cenderung mempersepsikan masalah-masalah yang akan timbul jauh lebih berat daripada yang sesungguhnya sehingga individu seperti ini sering merasa pesimis terhadap hasil yang akan didapat, mudah mengalami stress, dan mudah putus asa (Kolondam, 2017).

Mari temukan self-efficacy mu!

Melihat pengaruh positif self-efficacy terhadap kinerja individu. Penting bagi kita untuk menemukan cara mengembangkan self-efficacy. Untuk dapat mengembangkannya, kita perlu mengetahui sumber self-efficacy.

Dari mana sumber self efficacy?

Menurut Bandura (dalam Cherry, 2017) terdapat beberapa sumber utama self-efficacy, yaitu sebagai berikut :

1. Penguasaan pengalaman (mastery experiences).

Penguasaan pengalaman merupakan cara paling efektif untuk mengembangkan rasa self-efficacy dengan kuat. Melakukan sebuah tugas dengan berhasil dapat memperkuat rasa percaya diri kita. Namun, gagal menangani tugas atau tantangan mampu merusak dan melemahkan self-efficacy (Cherry, 2017).

2. Meniru orang lain (social modeling).

Melihat orang lain yang mirip dengan dirinya berhasil menyelesaikan sebuah tugas adalah sumber penting lainnya dari self-efficacy. Menurut Bandura, "Melihat orang-orang yang serupa dengan dirinya berhasil dengan usaha yang berkelanjutan, meningkatkan keyakinan pengamat sehingga mereka juga memiliki kemampuan untuk menguasai kegiatan yang sebanding untuk berhasil" (Cherry, 2017).

3. Persuasi verbal.

Persuasi verbal juga bisa berperan dalam mengembangkan self-efficacy. Bandura menegaskan bahwa orang bisa dibujuk untuk percaya bahwa mereka memiliki keterampilan dan kemampuan untuk sukses. Mendapatkan dorongan verbal dari orang lain membantu orang mengatasi keraguan diri dan bahkan berfokus untuk memberikan usaha terbaik mereka terhadap tugas yang ada (Cherry, 2017).

4. Respons psikologis.

Respons kita sendiri dan reaksi emosional terhadap situasi juga memainkan peran penting dalam self-efficacy. Suasana hati, keadaan emosional, reaksi fisik, dan tingkat stres dapat mempengaruhi bagaimana perasaan seseorang tentang kemampuan pribadi mereka dalam situasi tertentu. Namun, Bandura juga mencatat "bukan intensitas emosional dan reaksi fisik belaka yang penting melainkan bagaimana persepsi dan interpretasinya." Dengan belajar bagaimana meminimalkan stres dan meningkatkan mood saat menghadapi tugas yang sulit atau menantang, orang dapat mengembangkan rasa self-efficacy mereka (Cherry, 2017).

Namun, hati-hati dengan tingginya self-efficacy.

Setelah mengetahui cara mengembangkan self-efficacy, seseorang juga harus berhati-hati dengan tingginya kadar self-efficacy. Steel (2017) menjelaskan bahwa terlalu banyak self-efficacy juga bisa menjadi bumerang bagi seseorang, terutama jika tidak berdasarkan kemampuan diri yang sebenarnya. Ini bisa membuat kita terlalu percaya diri terhadap diri sendiri, sehingga kita berhenti berusaha untuk mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan agar mencapai tujuan yang diinginkan.

Sebenarnya, tingkat self-efficacy yang tinggi selama tahap perencanaan suatu tujuan akan menghasilkan bias terlalu percaya diri. Dalam kasus ini, seseorang akan memberikan lebih sedikit usahanya untuk mencapai tujuan karena mereka menganggap bahwa hal itu dapat dicapai dengan mudah. Selain itu, orang yang terlalu percaya diri dapat lebih membuka diri terhadap situasi yang menggoda sehingga dapat menggantikan tujuan jangka panjang mereka. Misalnya, mereka mungkin memilih untuk bekerja sambil menonton televisi atau tergoda untuk 'istirahat sebentar' sambil minum kopi bersama teman-teman, bukan berfokus pada tujuan jangka panjang mereka. Jadi, mungkin langkah pertama yang harus kita lakukan adalah menemukan di mana rangkaian self-efficacy kita, sebelum memutuskan apakah kita harus meningkatkan atau menurunkan self-efficacy kita untuk mewujudkan impian.