Sejak kebijakan PPKM Darurat Jawa Bali hingga kebijakan PPKM yang diperpanjang terus menerus dan berlevel-level, membuat Pemerintah Kapanewon Sewon berinisiatif mendirikan Shelter Gabungan Empat Desa Se-Kapanewon yang diberi nama Shelter Tanggon Covid-19 Kapanewon Sewon. Kalurahan (sebutan untuk desa khusus di DIY) Panggungharjo pun ikut ambil bagian dalam misi kemanusiaan menjaga dan merawat semua warga desa dari ancaman serangan Covid-19.

Di balik keberadaan Shelter Tanggon Covid-19 Kapanewon Sewon ini, kemudian muncullah ide-ide, gagasan, dan pengetahuan serta praktik-praktik baik yang masih "berserakan" dan sayang jika tidak menuliskannya.Banyak cerita heroik kala situasi dan kondisi sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja, tetapi mendesak untuk melakukan aksi kemanusiaan dan solidaritas demi menjaga jiwa dan raga semua warga desa secara cepat.

Dari perspektif leadership, Kalurahan Panggungharjo memiliki empat tokoh, yaitu Pak Lurah (Wahyudi Anggoro Hadi), Pak Kamituwo (Hosni Bimo Wicaksono), Pak Dukuh Garon (Rosada Roan Athariq), dan Pak Dukuh Jaranan (Fendika Nurjayanto Yudatama) yang jasanya sangat besar terhadap kedaruratan bencana akibat pandemi Covid-19. Dari empat tokoh tersebut kita dapat menimba pengetahuan dan praktik-praktik baik yang telah mereka lakukan dalam menangani Covid-19 melalui pengelolaan Shelter Tanggon Covid-19 Kapanewon Sewon.

Beruntung sekalipenulis dapat menuliskan sebuah kisah nyata (true story) salah satu dari empat tokoh penting tersebut yang merupakan representasi anak muda, energik, inovatif, entertainer, motivator, dan konselor. Ia adalah seorang pamong desamewakili Lurah Desa dalam memegang kewilayahan, yang biasa disebut DukuhDukuh Garon, nama lengkapnya Rosada Roan Athariq, S.Pd. Ia merupakan lulusan S1 Bimbingan dan Konseling Universitas Ahmad Dahlan yang mengabdi sebagai Dukuh Garon sejak tahun 2017.

Sejak mendapat SK Pengangkatan Dukuh Nomor 38 tahun 2017 yang kemudian disesuaikan dengan SK Konversi Nomor 34 tahun 2020, Mas Gaespanggilan akrabRosada Roan Athariq oleh teman-teman pamong Kalurahan Panggungharjodengan mantap akan menjalankan tugas sebagai Dukuh dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya.

Atas dasar tanggung jawab itulah tidak ada alasan untuk menolak ketika mendapat tambahan tugas untuk membantu menangani shelter darurat di wilayah Kapanewon Sewon dengan posisi sebagai Koordinator Divisi Non Medis. Mengapa Pak Lurah menunjuk Mas Gaes sebagai Koordinator Divisi Non Medis? Alasannya karena background pendidikan terakhir Mas Gaes yang lulusan sarjana program studi BK UAD.

Menurut LurahWahyudi Anggoro Hadi, Covid-19 bukan problem medis belaka tetapi juga terdapat persoalan non-medis. Berkaitan dengan persoalan non-medis berarti banyak hal yang berkaitan dengan urusan di luar penanganan klinis, yaitu kejiwaan atau psikologi para penyintas Covid-19 yang menjalani karantina di shelter, termasuk juga urusan logistik dan sarana prasarana.

Pada saat itu suasana memang sedang crowdeddan kenaikan kasus positif Covid-19 menunjukkan kenaikan. Selain itu karena kesiapan menghadapi fase ini masih dirasa meraba-raba. Termasuk bagaimana mengelola penyintas shelter dengan menjaga kondisi psikisnya? Tentu ini menjadi tantangan tersendiri. Menjaga psikis para penyintas Covid-19 di dalam shelter dengan berbagai cara pun dilakukan dalam situasi yang sedang tidak baik-baik saja ini.

"Saya biasanya langsung memandu kegiatan mulai pagi hari dengan setting musik tenang dan melakukan motivasi untuk para penyintas. Kemudian berkisar dua jam dilanjutkan musik edukasi, yaitu biasanya mars Hidup Sehat,mars GERMAS Hidup Sehat, mars 3 wajib,Ingat Pesan Ibu, serta Indonesia Raya mengakhiri sesi terapi musik dan motivasi pagi," cerita Mas Gaes sambil menyetel musik dangdut yang disalurkan ke ruang-ruang shelter melalui sound system yang disediakannya.

Mas Gaes merupakan representasi anak muda, enerjik, inovatif, entertainer, motivator, sekaligus konselor. Sebagai sarjana lulusan program studi BK, memberikan motivasi dengan suara yang menyejukkan bukan hal sulit bagi Mas Gaes, tetapi bagi penyintas dishelter adalah sebuah hal yang istimewa.

Rosada Roan Athariq, Dukuh Garon idola warga Desa Panggungharjo

Foto: Koleksi Mas Gaes

Sambil menyantap mi goreng yang disediakan oleh pengelola kantin shelter, Mas Gaes melanjutnya ceritanya. "Minggu pagi saya menjadi instruktur senam GERMAS Hidup Sehat yang diikuti oleh para penyintas dan beberapa relawan. Antusias para penyintas sangat bersemangat karena banyak dari mereka sebenarnya bosan dan ingin melakukan aktivitas yang lebih variatif dan refreshing. Maka kita fasilitasi untuk kegiatan senam Minggu pagi dan beberapa hari lainnya. Senam ini yang penting hobah dan happy." Pungkasnya.

Dari kisah nyata perjalanan Mas Gaes inilahpenulis jadi lebih tahu bahwa menjaga kesehatan mental penyintas Covid-19 merupakan salah satu upaya dalam mengurangi angka kematian akibat Coronavirus Disease-19. Apa yang sudah dipraktikkan oleh Mas Gaes adalah dalam rangka menjaga psikis para penyintas Covid-19 dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, bukan malah menambah suasana menjadi susah.

Ternyata mengemban amanat sebagai koordinator non medis mirip dengan bapak kos atau bapak asrama. Tetek benget urusan non klinis menjadi pekerjaannya. Urusan giat ibadah, urusan makan dan minum, urusan perlengkapan mandi dan cuci pakaian, urusan perlengkapan tidur, urusan tabung dan lain-lain, semuanya berada di pundaknya. Beruntung para relawan bekerja bahu-membahu secara suka rela mendukung Mas Gaes.

Yang berbeda antara mengelola shelter menajemen rumah sakit adalah kedekatan antara pengelola dengan para peyintas Covid-19. Saking dekatnya pernah suatu hari ada penyintas perempuan yang request dibelikan pembalut tanpa sayap melalui WAG penyintas dan pengelola pun akhirnya dibelikan oleh Mas Gaes. Bahkan WAG tersebut berlanjut ketika para penyintas sudah selesai menjalani masa karantina di Shelter Tanggon Covid-19 dengan nama grup "Alumni Shelter".

Oleh: Junaedi, esais Mbantul Crew Sanggar Inovasi Desa.