14 Juni ditetapkan sebagai Hari Purbakala berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah tanggal 14 Juni 1913 nomor 62 sebagai dasar berdirinya Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-Indie atau Jawatan Purbakala.

Purbakala menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:

- pur-ba-ka-la (n) zaman dahulu sekali; zaman kuno; dahulu kala: sejak manusia telah menciptakan sesuatu untuk menutupi tubuhnya;

- ke-pur-ba-ka-la-an (n) hal-hal yang berkenaan dengan zaman purba.

Dan berikut ini instansi yang terkait yakni Program Studi Strata (S1,S2,S3) Arkeologi; Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI); Balai Arkeologi (Balar); Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB); Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslitarkenas); Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (Dit PCBM).

Sebagai pembuka, meminjam istilah dari tulisan yang menarik perhatian saya tentang dua narasi dominan yang relevan digunakan untuk menilai ini yaitu narasi romantik yang melihat ini sebagai yang unik dan akan terus bertahan dan narasi apokaliptik yang melihat ini sedang mengalami krisis. Mengapa saya ungkapkan demikian?

Terpaparkan dengan jelas kebudayaan yang tercatat sejak abad ke-4 Masehi menurut Prasasti Yupa di Kutai-Kalimantan atau pun kebudayaan yang terlukis di tebing cadas Sangkulirang Mangkalahat-Kalimantan dan Maros Pangkep-Sulawesi Selatan sejak 40.000 tahun lalu kini masih terus bertahan dan menyebar di 17.504 pulau di bawah garis Khatulistiwa. Dari 6 Lintang Utara menuju 11 Lintang Selatan dan membentang antara 95 hingga 141 Bujur Timur, tanah ini masih menyimpan fakta dan data kebudayaan yang belum seluruhnya diketahui oleh rakyatnya. Maka seharusnya dalam perayaan Hari Purbakala ini, hal tersebut lebih disebarluaskan ke berbagai elemen masyarakat.

Menindaklanjutkan perayaan tentang Hari Purbakala tentu selalu diisi dengan kegiatan yang bertajuk budaya dan arkeologi. Seperti halnya perayaan pada tanggal 14 Juni 2018 lalu, beberapa kegiatan diselenggarakan oleh instansi terkait. Kegiatan seperti lomba menulis, diskusi, dan pameran selalu menjadi bentuk yang berulang dan menjadi agenda utama. Pada umumnya, kegiatan ini mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap situs cagar budaya, namun pada akhirnya menjadi kegiatan semi intern. Meskipun selalu dikatakan telah mencapai respon positif dari kegiatan tersebut, nyatanya banyak cagar budaya masih belum terjaga dengan semestinya. Lantas pada perayaan ke-106 ini, apakah bentuk perayaannya masih mengulang?

Sebuah situs cagar budaya mungkin terlihat kurang menarik jika hanya diberi pagar dan papan status. Namun perlu dijadikan acuan, berapa keuntungan dari pendapatan asli daerah yang bersumber dari cagar budaya jika telah terkelola dengan baik. Sebut saja Candi Borobudur dibawah pengelolaan PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko dalam sebulan setidaknya 100 ribu orang berlalu lalang mengitari monumen yang dibangun oleh arsitek Gunadharma. Pada kasus Candi Borobudur, tata kelola situs telah baik dengan adanya zonasi yang berdampak pada teraturnya letak, alur, urutan, dan pembagian kerja yang secara keseluruhan melibatkan pemerintah, pengunjung, penyedia jasa, dan masyarakat setempat. Meskipun masih perlu diawasi agar sesuai standar operasional prosedur, namun setidaknya candi ini menjadi percontohan di Indonesia betapa berpotensinya cagar budaya jika dikelola dengan serius.

Namun faktanya masih banyak situs cagar budaya yang belum sesuai harapan instansi terkait. Kebanyakan situs cagar budaya masih baru terdata secara sepintas. Bahkan di tingkat kabupaten, jumlah situs cagar budaya terkadang belum terbaharui. Sering kali dalam tataran tersebut terjadi perbedaan data antara instansi terkait. Ini menjadi polemik yang klasik. Di satu sisi dalam suatu berita akan muncul narasi romantik bahwa cagar budaya terus mendapat perhatian dan menjadi fokus utama dalam rencana kerja instansi terkait, namun di sisi lain menjadi apokaliptik jika terjadi temuan lapangan yang mengarah pada berita negatif seperti pembiaran dan perusakan.

Patut disadari bahwa jumlah cagar budaya di Indonesia terbilang sangat banyak dengan beberapa katagorinya. Peran masyarakat sangat diperlukan dan diharapkan guna menjaga bersama situs warisan bangsa. Dari pihak pemerintah selalu meminta masyarakat untuk lebih peka terhadap situs di lingkungannya. Menjaga dan merawat warisan bersama tentu menjadi hal yang positif. Namun perlu digarisbawahi kembali masyarakat pada umumnya belumlah teredukasi dengan optimal tentang warisan bangsa ini. Nyatanya di setiap kecamatan, masyarakat belum tahu secara gamlang tentang cagar budaya yang ada di lingkungannya. Jika diadakan survei lapangan secara langsung, maka situs cagar budaya apa yang terdapat di kecamatan dan kabupatenmu? Sudahkan ada rasa keterpedulian dan saling memiliki?

Refleksi di balik perayaan Hari Purbakala

Hal inilah yang menjadi latar belakang mengapa masih maraknya situs yang rusak akibat ulah masyarakat maupun pengunjung. Ada sebuah pesan yang tak sampai dari pihak instansi terkait kepada masyarakat sebagai pendukung dan pewaris cagar budaya tersebut. Jika dilakukan pencaharian melalui search engine www.google.co.id dengan kata kunci purbakala ataupun cagar budaya, setidaknya berita yang tersebar sekitar beberapa tahun belakangan yakni temuan tidak sengaja benda purbakala dan beberapa cagar budaya yang rusak. Sangat kurang berita tentang hasil tindakan positif masyarakat menjaga situs cagar budaya. Kembali lagi, bahkan berita tentang cagar budaya apa saja yang telah terkelola dengan baik masih belum banyak diulas dalam sebuah berita. Kebanyakan hanya beberapa contoh populer saja seperti contoh yang sempat saya singgung sebelumnya.

Terkesan reaktif namun inilah realita yang ada. Apa yang menarik dari sebuah opini jika tidak ada momentum yang menjadi latar belakangi. Sehingga sebuah refleksi tentang perayaan Hari Purbakala yang masih belum dikenal secara luas oleh seluruh elemen masyarakat menimbulkan kesan terdapat data yang disembunyikan. Hingga muncul sebuah pertanyaan seberapa pentingkah hal ini untuk dirayakan? Mengapa masyarakat harus tahu tentang hal ini? Dan dampak apa yang terjadi? Klise namun patut dijawab setiap tahunnya.