Jangan berpikir bahwa anak yang jarang curhat ke ibunya jarang memiliki masalah. Sekecil apapun masalah anak dan diceritakan kepada ibunya, itu akan sangat berpengaruh pada hubungan antara keduanya. Anak yang sering curhat ke ibunya biasanya merasa nyaman dan membuat anak tidak merasa sendirian. Dengan ibu bercerita pada anak, seperti pengalamannya sewaktu masih kecil, secara tidak langsung dapat mendidik anaknya. Oleh karena itu, tradisi saling curhat antara anak dan ibu sangat penting karena dapat menjaga keharmonisan antara hubungan keduanya.

Banyak hubungan antara ibu dan anaknya seperti sahabat yang saling bercerita dengan terbuka atau yang sering dikatakan sebagai curhat dan tahu masalah masing-masing serta menyelesaikan masalahnya besama-sama. Tetapi ada juga anak yang enggan curhat ke ibunya dan sebaliknya. Seharusnya orang tua (Ibu) bisa memancing anaknya untuk cerita seperti tentang aktivitas sehari-hari, masalah yang sedang dihadapi, perasaanya dan lainnya dan menjadikan sebagai tradisi agar anaknya jadi senang, nyaman untuk bercerita. Hal itu bisa membuat ibu menjadi tahu perkembangan anak yang tanpa sepengetahuannya secara tidak langsung.

Banyak orang tua yang sok tahu masalah anaknya, padahal mereka hanya tahu sepintas saja. Contohnya anak mendapat nilai ulangan yang jelek, dan orang tua berpikir anaknya malas belajar, padahal sebenarnya ada penyebab lain seperti gurunya kurang efektif/tidak sesuai dengan kemampuan anak dalam mengajar, dan sebagainya. Lalu ibu menyalahkan anaknya bukan justru mencari terlebih dahulu sumber masalah dan solusinya.

Anak-anak yang perilakunya bermasalah ternyata memiliki riwayat hubungan yang kurang baik, yaitu jarang melakukan dialog/sharing atau bisa juga dalam arti selalu bertentangan (hostile communication). Hal tersebut tidak akan terjadi jika orang tua dan anak membiasakan tradisi curhat. Misalnya, jika anak sedang merasa seperti ada yang aneh dalam tubuhnya seperti merasa sakit tetapi ia takut untuk bilang pada ibunya itu akan berdampak buruk.

Dampak orang tua yang mengucapkan kata-kata negatif pada anak.

Apa yang terjadi jika orang tua mengucapkan kata-kata yang mengandung makna negatif atau ancaman seperti hostile communication pada anak, seperti anak mendapat nilai jelek dalam ulangan, Ibu berkata kenapa nilai ulangan kamu jelek?! Pasti kamu tidak belajar, dasar pemalas!. Nah, menurut Gordon (dalam Ratnasari, 2007) seorang ahli psikologi klinis, menyebutkan bahwa bahasa penolakan semacam itu membuat anak yang tengah mencari jati diri mempercayai perkataan orang tuanya (kamu malas, kamu bodoh), sehingga ia bertindak seperti yang dikatakan oleh orang tuanya. Bahasa penolakan juga membuat anak menjadi tertutup dan enggan berbagi cerita dengan orang lain, dengan begitu mereka tidak melihat manfaat bersikap terbuka terhadap orang tua karena khawatir mendapat celaan dan kritikan. Seharusnya jika anak bercerita tentang masalahnya, orang tua tidak boleh langsung mencela atau menuduh anaknya penyebab dari masalah tersebut. Orang tua harus mencari tahu penyebab masalah anaknya. Jika sudah mengetahui akar dari permasalahannya, orang tua bisa menasihati dan mengarahkan untuk menyelesaikan masalahnya, sehingga anak merasa nyaman dan tidak takut untuk bercerita masalah pada orang tua untuk selanjutnya.

Penyebab anak enggan curhat ke orang tuanya.

Anak yang enggan curhat ke ibunya dapat disebabkan rasa tidak nyaman. Dosen Psikologi Universitas Sahid Surakarta (Usahid), Iin Maslichah Raichatul Janah, S.Psi., M.Psi menjelaskan, anak yang merasa canggung untuk curhat pada Ibunya dapat disebabkan rasa ketidaknyamanan. Pada dasarnya, kata Iin, anak curhat itu hanya mencari pembelaan. Siapa yang dirasa dapat membuat nyaman dirinya, orang itulah yang ia jadikan tempat curhat.

Nah, ketika anak curhat ke ibunya, pasti ia merasa dekat dengan ibunya, dan bukan justru lebih sering curhat ke sahabatnya atau orang lain. Contohnya seperti Maia, Maia menambahkan bahwa pentingnya orang tua menjadi teman bagi anak-anak yang beranjak dewasa adalah karena anak-anak itu butuh teman bicara. Akan sangat berbahaya bila mereka membagi cerita dengan orang yang salah karena takutnya si pendengar keceplosan atau justru membicarakan aibnya ke orang lain. Apalagi sekarang banyak anak-anak yang curhat seperti menulis keluh kesahnya, perasaannya dan sebagainya di sosmed. Karena itulah, Maia selalu menyisihkan waktu untuk mendengarkan curhatan buah hatinya.

Cara memancing anak untuk bercerita.

Sebelum kamu ingin anak terbuka, mulailah diawali dengan memancing anak untuk bercerita dengan cara yang menarik dan tidak terkesan terlalu kepo. Contoh lain misalnya membicarakan hal-hal yang bermanfaat, memiliki waktu yang banyak dengan anak, mengetahui minatnya, menjadi pendengar yang baik dan tidak terkesan menyalahkan, tidak berperilaku masa bodo terhadap curhatan anak, agar anak tidak merasa menyesal sudah curhat. Dengan anak curhat ke ibunya, ibu jadi tahu perkembangan anak, permasalahannya seperti apa sehingga bisa mengarahkan anaknya dalam menyelesaikan masalah. Anak yang jarang curhat ke ibunya, ia cenderung memendam perasaan dan masalahnya sendiri, sehingga anak menjadi minder dan menyendiri, karena ia tidak tahu bagaimana harus bersikap terhadap masalahnya. Dan anak yang komunikasinya baik dengan Ibunya, jika ia sedang curhat, secara tidak langsung ia akan mendapat pembelajaran dari Ibunya yang lebih berpengalaman, sehingga ia tahu bagaimana bersikap dalam menyelesaikan masalahnya, dengan begitu membuat anak menjadi percaya diri.

Gak mau kan anak jadi minder dan kurang percaya diri, bahkan perilakunya bermasalah karena kita sebagai orang tua salah dalam mendidik anak? Oleh karena itu, mulailah dari hal-hal kecil dalam berinteraksi pada anak seperti saling bercerita.