Puisi adalah karya sastra yang dibuat sebagai ungkapan dari keinginan, keadaan, dan perasaan penulis yang dituangkan dalam bentuk bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, serta menggunakan kata-kata yang lebih indah dan imajinatif (kata-kata kiasan). Puisi sangat memperhatikan keindahan bunyi, bentuk, dan makna yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembacanya.
Puisi lebih menekankan dalam permainan kata/bahasa. Jadi, untuk menulis sebuah puisi harus memperhatikan kualitas kebahasaannya, agar apa yang kita sampaikan tidak menyinggung perasaan orang yang mendengarkan ataupun membaca puisi yang telah kita buat. (Sudarma, 2020)
Puisi yang berjudul Berjalan ke Barat Waktu Pagi Harikarya Sapardi Djoko Damono ini merupakan salah satu dari banyaknya puisi yang ia tulis. Sapardi lahir di Surakarta pada 20 Maret 1940.
Ketertarikannya dalam menulis sudah ia lakukan sejak duduk di bangku sekolah. Sejak saat ituSaparditelah menulis sejumlah karya yang kemudiania kirimkan ke beberapa majalah. Dari kebiasaan menulisnya itu,Sapardi menjadi direktur pelaksanaan Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah sastra Horison. Berikut ini merupakan puisiBerjalan ke Barat Waktu Pagi Harikarya Sapardi Djoko Damono.
Berjalan Ke Barat Waktu Pagi Hari
Oleh: Sapardi Djoko Damono
Waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari
matahari mengikutiku di belakang
Aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
Aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami
yang telah menciptakan bayang-bayang
Aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara
kami yang harus berjalan di depan
Puisi berjudul Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hariini menggunakan diksi yang sederhana namun mengandung makna yang sangat mendalam. Pada puisi ini terdapat majas yang terkandung di dalamnya, di antaranya adalah majas personifikasi.
Majas personifikasi adalah gaya bahasa yang menggambarkan sebuah benda mati dengan sifat dan karakter manusia yang hidup. Kalimat yang secara jelas menampakkan majas personifikasi adalah pada kalimat "Waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang". Matahari di sini adalah benda mati yang tidak mungkin bisa berjalan layaknya hewan dan manusia. Namun, dalam puisi ini, kata matahari disandingkan dengan kata mengikuti yang seolah-olah matahari ini dapat berjalan layaknya manusia atau hewan yang mengikuti si penyair.
Kemudian majas personifikasi terletak pula pada kalimat "Aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan". Kalimat "Aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri" ini seolah-olah menyatakan bahwa bayangan bisa berjalan layaknya hewan dan manusia. Selanjutnya majas personifikasi ini juga terletak pada kalimat "Aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang". Kata 'matahari'di sini seakan-akan membuatnya hidup dan bisa bertengkar seperti manusia.
Menurut penulis, puisi ini memiliki diksi yang sangat sederhana tetapi mengandung makna yang sangat dalam. Pesan yang terkandung dalam puisi ini adalah bahwa kita sebagai manusia haruslah mempunyai sikap toleransi. Toleransi merupakan perilaku manusia yang mengikuti aturan, di mana seseorang dapat menghormati, menghargai, dan tidak bersikap egois terhadap perilaku orang lain. Sikap egois membawa dampak negatif bagi kehidupan, antara lain sulit menerima pendapat atau pandangan orang lain, konflik interpersonal karena sering kali terpaku pada pendapat pribadi, dan lain sebagainya.
Source
- Sudarma, Putu. (2020). Mengupas Puisi. Jakarta: CV Media Educations.
- Masruchin, Ulin Nuha. (2017). Buku Pintar Majas, Pantun, dan Puisi. Yogyakarta: Huta Publisher.