Bagi sebagian orang, agar dapat menyalurkan hobi yang dimilikinya ia akan bergabung ke dalam suatu komunitas. Berdasarkan pengaruh teknologi dan internet, kini seseorang juga dapat tergabung dalam komunitas virtual melalui jaringan sosial online. Komunitas virtual sebagai tempat untuk berbagi informasi yang umumnya para anggota memiliki minat yang sama dan mereka menjalin hubungan yang sebagian besar hanya berada di dunia maya. Salah satu jaringan sosial utama adalahwww.facebook.com.Di dalam komunitas perilaku membeli dan konsumsi juga merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Umumnya mereka saling berdiskusi dan bertukar informasi mengenai produk yang mereka minati sehingga orang yang tergabung dalam komunitas cenderung belanja lebih banyak dibandingkan ketika seseorang dalam keadaan sendiri (Schiffman & Kanuk, 2010).

Komunitas apa yang digemari para kaum millenial?

Salah satu contoh komunitas yang diminati oleh kaum millenial adalah komunitas action figure. Menurut asalnya, jenis action figure terbagi dua yaitu action figure dari Barat dan action figure dari Jepang yang biasa dikenal dengan figurine. Rachman (2018) mengatakan majunya teknologi internet memudahkan komunitas penggemar action figure berkumpul tanpa harus bertatap muka melalui jejaring sosial yang ada.

Penggemar action figure kebanyakan terdiri dari orang dewasa mencangkup generasi milenial. Ben (dalam Rochani, 2018) mengatakan bahwa generasi milenial yang paling konsumtif adalah generasi millenial yang first jobbers, yaitu orang dengan usia awal 20-an dan baru memiliki pekerjaan untuk pertama kalinya. Hal ini disebabkan mereka baru saja mulai mendapat pendapatan sendiri dan masih bisa menggunakan seluruh pendapatan tersebut untuk dirinya sendiri. Lina & Rosyid (dalam Rochani, 2018) mengatakan salah satu alasan berperilaku konsumtif adalah untuk mencari kesenangan. Generasi millenial mengoleksi action figure untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan karena dapat bernostalgia, mengenang masa kecil yang menyukai karakter tertentu, serta dapat menjadikan investasi untuk masa depan (Rochani, 2018).

Apa itu action figure?

Action figuremerupakan salah satu barang mainan atau barang pajangan yang biasanya dimiliki individu sebagai koleksi. Action Figure adalah bentuk miniatur dari sebuah karakter baik anime, superheromaupun orang terkenal dengan beragam pose dengan bahan plastik atau material lainnya yang biasanya dibuat berdasarkan pada tokoh film, animasi, komik, video game dan lain sebagainya (Rachman, 2018). Stan Westen (dalam Rachman, 2018) mengatakan bahwa action figure terdiri dari 2 kata yaitu figure yang berarti sebuah citra figur seperti manusia atau sebuah karakter dan action yang berarti dapat diposekan untuk melakukan sebuah aksi.

Action figure pada awalnya dibuat berdasarkan film dan animasi barat yang terkenal dengan mengambil tokoh superhero seperti Batman, Spiderman, Ironman danartis ternama seperti Elvis Presley (Setiaji dalam Ronyastra, Damar, & Gunawan, 2017). Selain dari Negara Barat yaitu Amerika action figure juga berasal dari Negara Timur, yaitu Jepang. Meningkatnya popularitas animasi dari Jepang dibuat juga action figure berdasarkan film animasi Jepang yang dikenal sebagai figurine. Figurine dibuat terinspirasi dari animasi Jepang, gambar dalam komik (manga) dan karakter dari video game (Ronyastra, Damar, & Gunawan, 2017). Figurine terbagi dalam beberapa kategori besar antara lain PVC, Nendoroid, Figma, Gundam, dan SHF (Kurniawan dalam Ronyastra, Damar & Gunawan, 2017).

Oopsst, ternyata harga action figure gak murah lho!

Harga action figure tergantung pada ketersediaan produk tersebut detail kemiripan yang ditawarkan (Ronyastra, Damar & Gunawan, 2017). Action figure dibuat dengan tingkat kedetailan yang tinggi dan diproduksi dalam jumlah terbatas sehingga harga jualnya relatif mahal. Harga yang tinggi untuk sebuah action figure tidak mengubah cara pandang kolektor untuk memiliki action figure tersebut. Harga yang ditawarkan sekitar 100.000 rupiah untuk ukuran 3 inci atau 10 cm dan paling mahal mencapai 2,92 miliar rupiah. Produk figurine dibuat dari material plastik dengan kualitas tinggi namun dijual dengan harga yang relatif lebih murah daripada action figurepada umumnya (Rachman, 2018). Harga yang ditawarkan lebih murah untuk produk figurine menjadi daya tarik lebih untuk masyarakat yang ingin mencoba untuk mengoleksi action figure. Meskipun harganya lebih murah namun pilihan warna yang beragam dan detail yang baik menjadi nilai tambah untuk figurine.

Penggemar atau penghobi action figure dalam istilah sempit dapat disebut dengan kolektor yang berada di Indonesia sudah berkembang secara pesat dapat dilihat dengan banyaknya toko dan komunitas yang bermunculan. Beragam jenis action figure yang ada di pasaran membuat kolektor bebas untuk memilih action figure yang akan dibeli dan dikoleksi. Banyak kolektor yang rela merogoh kocek lebih dalam dan pergi keluar negeri untuk membeli sebuah mainan action figure yang memiliki status edisi terbatas. Hal itu dilakukan selain karena hobi, namun juga memiliki kepuasan tersendiri karena bisa memiliki mainan action figure yang jarang dimiliki oleh orang lain.

Hati-hati, inilah dampak negatif yang dapat dialami oleh para kolektor.

Berbagai cara dilakukan kolektor untuk mendapatkan dan melengkapi koleksinya dengan mengesampingkan kebutuhan yang dianggap penting terutama pada kolektor usia dewasa muda yang sudah berkeluarga dan memiliki anak. Mengoleksi merupakan topik utama dalam perselisihan rumah tangga kolektor, juga dianggap sebagai kegiatan kekanak-kanakan, yang menimbulkan tambahan anggaran kebutuhan berlebih dalam kehidupan rumah tangga (Nugrahawati & Arista, 2016). Anggaran yang dikeluarkan oleh para kolektor memang tidak sedikit. Namun, menyikapi harga yang tergolong mahal bagi kalangan awam, para responden cenderung santai. Selama produk action figure ataupun figurine yang ditawarkan memiliki kualitas tinggi yang sebanding dengan harganya, mereka akan tetap membeli.

Pembelian tersebut dapat mengarah pada perilaku belanja kompulsif. Compulsive buying merupakan perilaku belanja yang tidak terkontrol dan memiliki dorongan kuat untuk berbelanja yang dianggap sebagai cara untuk menghilangkan perasaan negatif seperti stress dan kecemasan (Kurnia, 2012). Konsumen cenderung kecanduan, mereka tidak dapat mengendalikan diri dalam beberapa hal dan tindakan mereka dapat berakibat merusak diri sendiri serta orang-orang di sekeliling mereka (Schiffman & Kanuk, 2010). Melihat hal tersebut maka selayaknya kita harus bisa mengatur dan menyeimbangkan antara hobi dengan kebutuhan utama kita. Jangan sampai kebutuhan utama kita lalaikan demi memenuhi nafsu membeli action figure impian kita.