Dalam setiap puisi pasti memiliki kesan dan makna yang terdapat di dalamnya. Tak sedikit pula penulis yang membuat puisi selalu mengaitkan makna yang berkaitan tentang kehidupan. Salah satunya adalah Sapardi Djoko Damono. Ia dikenal sebagai dosen, kolumnis sastra, dan kritikus sastra.

Setiap karya pada puisi Sapardi memiliki ciri khas tersendiri. Ia menggunakan diksi yang sederhana dan tidak mendayu-dayu, tetapi makna yang disampaikannya sangat kuat.

Maka dari itu, tak sedikit dari kalangan pelajar atau mahasiswa yang mengagumi karyanya. Puisi-puisi sederhana namun mampu menyentuh hati para pembacanya membuat pembaca seakan-akan terbawa oleh suasana di dalam tulisannya.

Salah satu karyanya seperti kutipan puisi cinta yang berjudul Hujan Bulan Juni yang diciptakan oleh penyair legendaris nan romantis, Sapardi Djoko Damono. Puisinya yang berjudul Hujan Bulan Juni hanya terdiri dari tiga bait kata. Namun, banyak orang yang memaknai sebagai ketabahan diri atas sebuah rasa yang tak mampu diungkapkan melalui untaian kata.

Puisi Hujan Bulan Juni diciptakan Sapardi pada tahun 1989, bertepatan dengan musim kemarau. Maka hujan pada saat itu sangat dinantikan, ibarat sebuah air yang berada di tengah gurun pasir.

Bagi Sapardi, hujan di bulan Juni bukan hanya berkah dari penguasa alam semesta. Ketika banyak pohon yang mendambakan hujan, tanah yang merindukan hujan sampai ke akarnya dan akhirnya hujan turun di bulan Juni.

Hujan bukan hanya air yang jatuh ke bumi. Tetesan air hujan membawa kebahagiaan bagi Sapardi, dan seluruh makhluk hidup yang telah mendambakannya. Air hujan yang turun membasahi daun dan menghasilkan irama gemercik hujan yang khas, membuat Sapardi memberikan jiwa pada hujan yang turun saat itu.

Hujan dalam puisi-puisinya menjelma menjadi sosok yang sangat dekat di benak orang lain. Itu juga bisa mewakili kondisi diri sendiri. Seperti pada puisi Hujan Bulan Juni yang memicu kerinduan atau perasaan yang sengaja tidak diucapkan.

Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan Juni

dirahasiakannya rintik rindunya

kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan Juni

dihapuskannya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu

Pada bait kedua dari penggalan puisi tersebut, tersirat sebuah makna yaitu menghapus keraguan atau prasangka buruk yang timbul di benak hati. Lalu pada bait terakhir di dalam penggalan puisi tersebut, tersirat sebuah makna dari dua insan yang saling merindu, walau tak terucap antara pohon dan hujan.

Pesan yang disampaikan secara keseluruhan, menghadirkan sebuah makna yang berisi tentang seorang pria yang mencintai seorang wanita tetapi tidak bisa menyampaikannya dan ingin menghilangkan keraguan tentang cintanya.

Kegigihan untuk menyingkirkan keraguan cinta dari orang yang dicintai dianggap sebagai tindakan "paling bijak" dan "paling arif". Puisi ini seolah-olah mengajarkan bagaimana mencintai seorang wanita dengan tulus dan penuh kasih sayang tanpa harus memilikinya, sebab cinta tak bisa dipaksakan namun cinta dapat dirasakan.

Penulis dapat menyimpulkan bahwa penyair memiliki tujuan dan amanat dari kutipan puisi yang berjudul Hujan Bulan Juni di atas adalah dua insan yang saling mencintai tetapi di salah satu insan memiliki keraguan dalam menyampaikannya sehingga cintanya tidak dapat tersampaikan. Jika kita memiliki rasa cinta terhadap seseorang maka ungkapkanlah jangan sampai rasa cinta itu berubah menjadi rasa sedih karena telat dalam mengungkapkannya.