Menulis adalah salah satu cara yang bisa kamu lakukan untuk melepas stress.Menurut Karen Baikie, seorang psikolog klinis University New South Wales, menulis peristiwa traumatis, penuh stres dan peristiwa emosional dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Dalam studinya, Baikie meminta peserta untuk menulis 3-5 peristiwa yang menegangkan selama 15-20 menit.Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang menuliskannya mengalami peningkatan kesehatan fisik dan mental secara signifikan dibandingkan dengan mereka yang menulis topik netral.

Menulis ekspresif sangatlah mudah dan tidak memerlukan modal banyak atau teknik yang sulit. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat kamu lakukan saat menulis ekspresif.

1. Mempersiapkan waktu dan tempat yang bebas dari gangguan.

Pastikan pada saat kamu ingin melakukan menulis ekspresif adalah waktu dan
tempat di mana kamu merasa nyaman, tenang, dan tidak ada gangguan. Hal tersebut
dapat membuat pikiranmu lebih jernih dan fokus terhadap tulisan yang akan kamu tulis.

2. Menulis dengan jujur dan lebih terbuka dari perasaan terdalam.

Tulislah semua keluh kesah dan beban yang kamu alami akhir-akhir ini yang mengganggu pikiran dan beban hatimu.

3. Menulis selama 20 menit sampai 4 hari berturut-turut.

Menurut John F Evans, tulislah minimal 20 menit per hari selama 4 hari berturut-turut.

4. Tidak perlu memedulikan ejaan, tata bahasa, dan aturan tulisan.

Tulislah semua apa ingin kamu tulis tanpa pedulikan ejaan, tata bahasa, dan aturan tulisan. Jika terjadi kesalahan tidak perlu dihapus tapi tetap lanjutkanlah menulis.

5. Refleksikan apa yang sudah ditulis.

Setelah kamu puas menulis, lakukanlah refleksi diri. Seperti apa yang harus diperbaiki, diperhatikan, atau bagaimana perilaku yang seharusnya.

Jangan memaksakan untuk tetap menulis jika kamu merasa semakin tertekan karena mengingat kembali trauma atau kejadian yang kamu alami. Tulislah sesuatu yang masih bisa kamu tangani. Kamu juga bisa berbagi tulisanmu ke orang lain dan mungkin dapat menginspirasi mereka untuk melakukan hal yang lebih baik.

Setelah menulis ekspresif, kamu akan mendapatkan banyakmanfaat, di antaranya.

1. Mengurangi stress.

Setelah meluapkan emosimu ke dalam tulisan, perasaanmu akan lebih baik dan lega karena tidak ada lagi yang kamu pendam. Sehingga itu dapat meringankan beban pikiran dan hati.

2. Menjadi lebih bersyukur dan lebih jujur terhadap diri sendiri.

Kamu bisa melakukan refleksi diri setelah menulis ekspresif. Dengan begitu kamu akan tahu mana yang harus diperbaiki untuk menjadi lebih baik. Menulis ekspresif juga kamu lakukan hanya untuk dirimu sendiri dan dengan begitu kamu akan lebih jujur terhadap dirimu sendiri.

3. Menjernihkan pikiran dan perasaan.

Ketika merasa terpuruk, kamu bisa menuangkannya ke dalam tulisan. Dengan begitu kamu bisa mengeluarkan energi-energi negatif dan membuat beban yang kamu rasakan berkurang.

4. Dapat mengubah diri menjadi lebih baik.

Jika kamu membaca ulang apa yang sudah kamu tulis, kamu akan tau apa yang harus kamu lakukan untuk menjadi lebih baik.

5. Melatih skill menulis.

Dengan menulis ekspresif secara rutin, selain membuat pikiran dan perasaanmu menjadi jernih, skill menulismu juga akan bertambah bagus.

6. Bisa lebih ikhlas dan memaafkan.

Menulis bisa menjadi salah satu cara untuk melepas kesedihan atau beban pikiran dan perasaan saat kamu kehilangan orang yang sangat berharga dalam hidupmu. Dengan menulis kamu dapat lebih ikhlas, merelakan, dan memaafkan orang tersebut. Setelah itu kamu juga dapat melepas rindu dengan menulis ulang kenangan-kenangan yang pernah kamu alami bersama orang tersebut.

Itulah manfaat-manfaat yang didapat setelah menulis ekspresif, banyak sekali bukan?

Selain itu ternyata ada juga seorang tokoh besar di Indonesia yang pernah menulis ekspresif sebagai salah satu cara untuk mengurangi stress dan depresi. Ia adalah B.J. Habibie. Buku Habibie dan Ainun sebenarnya hanyalah tulisan ekspresif yang ditulis oleh B.J. Habibie ketika kehilangan istri tercintanya, Hasri Ainun Besari.

Melepas stress dengan menulis ekspresif, kenapa tidak?

Selama 48 tahun saya tidak pernah dipisahkan dengan Ainun, ibu Ainun istri saya. Ia ikuti kemana saja saya pergi dengan penuh kasih sayang dan rasa sabar. Dik, kalian tau... dua minggu setelah ditinggalkan ibu... suatu hari, saya pakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan mondar-mandir di ruang keluarga sendirian sambil memanggil-manggil nama ibu Ainun... Ainun... Ainun... saya mencari ibu di semua sudut rumah. kata Presiden ketiga Republik Indonesia, B.J. Habibie ketika mengunjungi kantor manajemen Garuda Indonesia di Jakarta pada awal Januari 2012 lalu.

Kemudian para dokter dari Jerman dan Indonesia berkumpul untuk membantu Habibie pada waktu itu dan mengatakan bahwa jika tidak segera ditolong, ia bisa meninggal dalam waktu tiga bulan. Lalu para dokter memberi tiga pilihan, pertama Habibie harus dirawat dan diberi obat khusus, kedua para dokter akan mengunjungi rumah Habibie dan harus berkonsultasi terus-menerus, dan yang ketiga Habibie disuruh menuliskan apa saja tentang Ainun, dan menganggap Ainun masih hidup.

Akhirnya Habibie memilih opsi ketiga dan menulis sesuatu berisikan kebersamaan yang ia alami selama 48 tahun hidupnya dengan Ainun. Saya tulis itu dalam dua setengah bulan. Setelah dua setengah bulan lalu sudah selesai, kok saya normal. Tidak mendapati depresi setiap hari yah hanya kadang-kadang masih. kata B.J. Habibie di dalam sebuah wawancara pada tahun 2014 dan sampai akhirnya, ia sembuh.

Menemukan Habibie menghasilkan banyak cerita tentang perjalanan hidupnya bersama Ainun, seseorang menyarankan agar catatan itu diterbitkan untuk jadi sebuah buku. Lalu ia setuju dengan persyaratan tidak boleh diganti-ganti, bahasanya pun juga. Kemudian jadilah buku, Habibie dan Ainun.

Dari hanya sebuah tulisan ekspresif yang ditulis secara pribadi oleh B.J. Habibie, ternyata bisa menginspirasi banyak orang. Dokter mengatakkan kepada bapak Habibie bahwa orang yang mengalami hal seperti ini bukan hanya ia saja, tapi dialami banyak orang, bisa antara anak dan ibu, antara suami dan istri, atau bisa antara sahabat.

Menurut beberapa orang yang telah menulis ekspresif, kegiatan ini bisa mengurangi rasa stress dan sangatlah berpengaruh. Beban pikiran dan perasaan mereka menjadi berkurang dan menambah aura positif dalam diri mereka.

Berikut ini adalah alasanbeberapa orang yang lebihmemilih menulis ekspresif untuk mengurangi rasa stress:

Ada beberapa hal yang saya tidak bisa ceritakan atau belum sempat diceritakan ke orang yang saya percaya. Menulis adalah salah satu cara untuk melepaskan keluh kesah saya. Saya bisa menulis di buku atau simple-nya di handphone yang selalu saya bawa. Dan dengan menulis, saya pribadi merasakan ada sedikit beban terlepas, karena sudah dituangkan dalam tulisan saya.Stefania, mahasiswi.

Dengan menulis aku bisa paham perasaan aku sendiri, dengan mencurahkan isi hati berbentuk tulisan dan ketika aku membaca kembali tulisan itu, aku paham harus berbuat apa dan itu membuatku lebih baik.Dera, photographer.

Gue tuh orang yang think too much, dan talk too much parah. Ada di satu sisi ketika gue berada di my lowest point, rasa overthinking dan insecure gue mulai muncul dan kalo udah begitu susah banget buat ceritain hal itu ke orang orang terdekat bahkan hal yang paling parah adalah gue takut banget ngebebanin mereka dan jadinya bosen untuk dengerin cerita gue. Kalo udah kayak gitu solusi nya ya cuma 2 yang pertama berdoa, dan yang kedua ya, nulis. Semua emosi, beban pikiran, beban masalah gue tuang kedalam tulisan itu dan langsung dibayar rasanya tuh lega banget. Mungkin sejauh ini, cara itu berhasil bahkan bisa jadi kilas balik, tolak ukur, motivasi, dan jadi makin bersyukur aja sih ketika gue ngalamin hal-hal lainnya. Karena gue sadar, kita ga akan pernah bisa selamanya bergantung sama orang lain.Galuh, mahasiswi.

Teman-teman yang sudah pernah menulis ekspresif juga merasa bebannya berkurang setelah melakukannya. Mereka merasa lega dan terlepas dari beban sehingga stress pun berkurang. Saya pribadi juga ikut menulis ekspresif. Saat saya kehilangan mendiang Oma, kesedihan yang saya rasa sangatlah besar karena beliau adalah salah satu orang terdekat saya. Lalu saya menulis apa saja yang saya ingat ketika bersama beliau untuk menghilangkan kesedihan dan rasa rindu kepada mendiang Oma. Akhirnya, saya bisa mengikhlaskan dan mengenang beliau di dalam tulisan yang saya tulis.