Kesetaraan gender tidak hanya merupakan hak asasi manusia, tetapi juga landasan yang diperlukan untuk menciptakan dunia yang damai, sejahtera, dan berkelanjutan. Kita harus meningkatkan kesadaran publik tentang status quo ketimpangan gender di masyarakat, terutama di lembaga pendidikan, organisasi, dan perkantoran.

Masih banyak orang yang belum peduli dengan kesetaraan gender karena belum merasakan dan beranggapan bahwa isu tersebut jauh dari kehidupan mereka. Oleh karena itu, diperlukan aksi nyata untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian tentang isu ini.

Hal itu tertuang pada diskusi di Leadlive Session Gender Equality and Womens Empowerment for a Better Future yang diselenggarakan AIESEC in UI bersama Girl Up UI. Diskusi bertajuk Leadlive Session tersebut ramai diikuti oleh puluhan mahasiswa UI digelar secara virtual di instagram @aiesec_ui, Kamis (25/2/2021).

Pada diskusi tersebut hadir Zeni Tri Lestari, Kepala Departemen Riset dan Advokasi Girl Up UI, sebagai pembicara dan Candisa Azzahra, AIESECers, sebagai moderator diskusi.

Idealnya, wanita dapat memiliki kebebasan untuk merasa bahwa mereka dapat membuat pilihan sendiri dan dihormati oleh masyarakat, kata Zeni, Kadept Riset dan Advokasi Girl Up UI (25/2/2021).

Dalam menghadapi objektifikasi perempuan, Zeni mengatakan bahwa kita harus melawan stigma tersebut dengan cara yang elegan, jangan menunjukan kalimat tidak sopan, tunjukkan dengan action dan achievement yang dimiliki perempuan. Mungkin secara individu memang susah, tetapi jika dilakukan secara kolektif dan bersama, misalnya melalui komunitas, pasti akan lebih mudah. Jika secara individu tidak bisa berbuat banyak maka lakukan dengan berjejaring.

Lawan stigma objektifikasi perempuan dengan cara yang elegan, jangan menunjukkan kalimat tidak sopan, tunjukan dengan action dan achievement yang dimiliki perempuan. Mungkin secara individu memang susah, tapi jika dilakukan secara kolektif, misalnya melalui komunitas, pasti akan lebih mudah. Jika secara individu tidak bisa berbuat banyak, maka lakukan dengan berjejaring, lanjut Zeni (25/2/2021).

Zeni mengatakan bahwa lingkungan kampus belum aman dari kekerasan berbasis gender karena belum adanya payung hukum maupun regulasi yang jelas untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Diskusi tersebut menghasilkan kesimpulan, ada beberapa hal yang dapat mendukung dan menghambat women empowerment. Bukan hanya kesadaran terhadap suatu isu, melainkan empati dan aksi nyata sangatlah dibutuhkan untuk menyebarkan pengetahuan tentang isu ini dari orang-orang yang berpendidikan tinggi ke orang-orang yang masih kurang pemahamannya.

Salah satu action step-nya adalah membawa isu ini ke orang-orang terdekat seperti keluarga dan teman, seperti sharing opini atau pengetahuan, seperti pada International Women's Day pada 8 Maret nanti.

Mari ambil momentum International Women's Day pada 8 Maret nanti sebagai tonggak bersama untuk menggalakan kampanye kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, pungkas Zeni (25/2/2021)

Candisa Azzahra menambahkan, AIESEC sangat peduli dengan isu kesetaraan gender yang sangat relate dan relevan dengan lingkungan AIESEC itu sendiri. Program Global Volunteer, Global Talent, dan Global Teacher yang selama ini konsisten dilakukan oleh AIESEC bertujuan untuk meningkatkan kesadaran para pemuda tentang kesetaraan gender dan fokus untuk memberdayakan para pemuda, khususnya para perempuan.

AIESEC selama ini sangat peduli dengan isu kesetaraan gender yang sangat relate dan relevan dengan lingkungan AIESEC, Global Volunteer, Global Talent, dan Global Teacher konsisten dilakukan oleh AIESEC untuk meningkatkan kesadaran pemuda kesetaraan gender dan fokus dalam memberdayakan para pemuda, khususnya perempuan, jelas Candi pada Leadlive Session (25/2/21).

Di akhir sesi diskusi, Leadlive Session kali ini diramaikan oleh beberapa pertanyaan dari audience yang penasaran dan ingin berbagi kisah mereka tentang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di akun resmi instagram AIESEC in UI, @aiesec_ui.