Keberadaan PKI dan pengikutnya sudah lama dianggap tabu oleh masyarakat Indonesia. Banyak pula pandangan negatif yang ditujukan pada pengikut PKI tidak peduli siapapun orangnya. Namun, ternyata masih ada pengikut PKI yang memiliki jiwa nasionalisme tinggi dan mau memperjuangkan kemerdekaan dan rakyat Indonesia.

Dialah Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Sutan Malaka yang lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, 2 Juni 1897 dan meninggal di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, 21 Februari 1949 pada umur 51 tahun. Dia adalah pembela kemerdekaan Indonesia, tokoh Partai Komunis Indonesia, juga pendiri Partai Murba, dan merupakan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia.

Walaupun ia adalah orang terpandang bahkan menerima gelar datuk, ia memilih meninggalkan desanya untuk belajar di Rijkskweekschool (sekolah pendidikan guru pemerintah). Selama belajar di Eropa, ia pun tertarik dengan paham Sosialisme dan Komunisme. Tan Malaka juga menyukai filsafat dan menjadikan Friedrich Nietzsche sebagai panutannya. Ia mulai membenci budaya Belanda dan terkesan oleh masyarakat Jerman bahkan terobsesi menjadi tentara Jerman. Dia pun mendaftar ke militer Jerman, namun ditolak karena Angkatan Darat Jerman tidak menerima orang asing.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Sociaal Democratische-Onderwijzers Vereeniging (SDOV, atau Asosiasi Demokratik Sosial Guru), ia mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh di Sanembah, Tanjung Morawa, Deli, Sumatera Utara. Ia juga aktif menulis propaganda subversif untuk para kuli, dikenal sebagai Deli Spoor. Ia mengamati dan memahami penderitaan serta keterbelakangan hidup kaum pribumi di Sumatera. Ia juga berhubungan dengan ISDV dan terkadang juga menulis untuk media massa. Salah satu karya awalnya adalah "Tanah Orang Miskin", yang menceritakan tentang perbedaan mencolok dalam hal kekayaan antara kaum kapitalis dan pekerja, yang dimuat di Het Vrije Woord edisi Maret 1920. Ia juga menulis mengenai penderitaan para kuli kebun teh di Sumatera Post.

Madilog dan Gerpolek, keduanya dianggap karya penting dari Tan Malaka.

Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) merupakan istilah baru dalam cara berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia.

Gerpolek (Gerilya, Politik, Ekonomi) adalah karya Tan Malaka yang berisi gagasana perjuangannnya dibidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran.

Kilas balik kehidupan Tan Malaka dan kaitannya dengan PKI

Setelah Indonesia merdeka, Tan Malaka menjadi salah satu pelopor sayap kiri. Setelah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi Republik Indonesia akibat Perjanjian Linggajati 1947 dan Renville 1948, Tan Malaka merintis pembentukan Partai Murba, 7 November 1948 di Yogyakarta.

Setelah pemberontakan PKI/FDR di Madiun ditumpas, Tan Malaka menuju Kediri dan mengumpulkan sisa-sisa pemberontak PKI/FDR di Kediri, ia membentuk pasukan Gerilya Pembela Proklamasi. Pada bulan Februari 1949, Tan Malaka ditangkap bersama beberapa orang pengikutnya di Pethok, Kediri, Jawa Timur dan mereka ditembak mati di sana.

Keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional.

Walaupun Tan Malaka seorang pengikut PKI, jasanya sebagai pahlawan tidak akan pernah bisa dilupakan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita meneladani jiwa nasionalisme dan perjuangannya.