Apakah kamu pernah mengalami kejadian bertemu seseorang yang tampak akrab, tetapi tidak dapat mengingat pernah bertemu orang itu? Atau ketikamengunjungi suatu tempat yang kamu belum pernah datangi sebelumnya tapi anehnya tempat itu terasa familiar?

Hal tersebut sering disebut dengan deja vu. Fenomena tersebut menjelaskan perasaan yang jelas tetapi tidak akurat bahwa situasi tersbut familiar. Mungkin kamu sudah sering mendengar istilah tersebut. Tetapi yang akan kita bicarakan pada kali ini adalah kebalikannya, yaitu jamais vu.

Pernahkah kamu merasa asing terhadap situasi yang sebenarnya sudah sering kamu temui? Fenomena itulah yang dikenal sebagai jamais vu. Objek dan bahkan orang yang sering kamu jumpai menjadi asing untuk beberapa menit. Jika rasa familiar yang didapat dari deja vu cukup terasa mengerikan, maka rasa yang didapat dari jamais vu lebih cenderung membuat frustasi.

Kasus lain yang sering ditemukan adalah ketika kamu mengucapkan kata yang sama beberapa kali, dan selanjutnya kata itu terdengar aneh atau asing. Atau ketika kamu melupakan sandi telepon genggam kamu padahal sandi tersebut sudah kamu gunakan selama beberapa tahun.

Adakah penjelasan ilmiah di balik fenomena ini?

Kamu mungkin bertanya-tanya, apakah istilah jamais vu dalam sains memang ada atau hanya sekadar istilah yang dipakai masyarakat umum?

Mungkin yang lebih menarik dari fenomena ini sendiri adalah bagaimana kondisi itu terjadi di otak kita. Jamais vu disebut dapat disebabkan oleh serangan epilepsi (kejang akibat aktivitas tak normal di otak), kerap kali juga dikaitkan dengan penyakit aphasia dan amnesia. Jamais vu dapat berlangsung dalam jangka waktu pendek maupun singkat.

Awal mula istilah jamais vu bisa dibilang kurang jelas. Seperti halnya paramnesia, perdebatan tentang jamais vu telah dikaburkan oleh interpretasi yang berbeda.

Isidor Silbermann (1963), menyebut jamais vu 'fenomena jamais' dan mencirikannya sebagai 'reaksi yang salah' 'Saya belum pernah mengalami hal seperti itu sebelumnya'. Menurutnya, fenomena jamais adalah hasil dari fragmentasi dan intensitasnya dapat bervariasi dari fenomena yang sederhana, mudah diperbaiki, hingga keyakinan yang tetap dan tidak dapat diubah.

Diilustrasikan oleh dua contoh yang dilaporkan oleh Freud, Silbermann (1963) mengklaim bahwa pengalaman jamais muncul tidak hanya selama jam bangun tetapi juga dalam mimpi. Gordon (1920) mengutip pengalaman jamais vu sebagai ilusi yang 'tidak pernah terlihat' atau 'agnosia', yang ia gambarkan sebagai keyakinan yang salah tentang karakter berkelanjutan yang didasarkan pada perubahan penilaian yang radikal.

Seperti disebutkan sebelumnya, pengalaman jamais vu secara umum dianggap sebagai kebalikan dari deja vu, yaitu bahwa itu adalah ego-alien dan negatif dan memiliki finalitas dan keheningan yang tidak pernah terjadi (Silbermann, 1963).

Dalam istilah epidemiologi, jamais vu tampaknya jauh lebih jarang daripada deja vu (Neppe, 1983) dan menurut Reed (1979) ini mungkin menjelaskan fakta bahwa jamais vu belum dipelajari dengan baik dalam literatur psikiatri; menurutnya, fenomena tersebut tidak terjadi di antara individu normal selain dengan cara yang sangat singkat (Reed, 1979). Namun, yang lain berpendapat bahwa pengalaman jamais vu adalah umum dan dapat dipicu oleh kelelahan, penyalahgunaan zat, kejang parsial kompleks dan keadaan psikopatologis lainnya (Silbermann, 1963; Chari, 1964; Yager & Gitlin, 1995).

Hingga saat ini, jamais vu masih menjadi misteri bagi para ilmuwan. Namun beberapa ahli saraf cenderung menjelaskan fenomena tersebut dengan ketidakkonsistenan interaksi antara dua bagian otak yang bertanggung jawab untuk memori dan persepsi informasi.

Jika kamu sewaktu-waktu terjebak dalam kondisi jamais vu, alih-alih panik sebaiknya tarik napas yang dalam dan tetap tenang.