Selama ini istilah belajar sering kali dihubungkan dengan kegiatan yang terkait dengan proses akademik di sekolah, seperti membaca buku pelajaran, mengerjakan pekerjaan rumah, atau hanya sekadar menyalin catatan dari buku paket. Konsep belajar seperti inilah yang menyebabkan anak-anak memiliki anggapan bahwa ketika sekolah libur, otomatis kegiatan belajar juga libur. Anggapan ini yang mesti kita ubah. Tanamkan pada anak bahwa belajar bisa dari apa pun dan di mana pun, tidak terbatas pada membaca buku pelajaran saja.

Perlu diingat, tidak ada seorang anak pun yang mampu belajar secara optimal dengan upayanya sendiri. Sejak masih bayi, upaya anak mengenali lingkungannya senantiasa diperantarai orang di sekitarnya. Orang tua berperan besar dalam mendukung dan mengarahkan belajar seorang anak. Terlebih dengan seiring bertambahnya usia, anak tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, pengetahuan, sosial, maupun emosional. Orang tua harus memahami karakteristik anak dan mempunyai tujuan pengasuhan yang jelas. Masing-masing anak mempunyai keunikan tersendiri, bakat dan minat yang berbeda, serta gaya belajar masing-masing.

Ajarkan pemahaman bahwa belajar merupakan saat yang tepat untuk mengenal hal baru, memahami hal baru, serta mengingat dan mengulangnya. Proses pengulangan berguna memperkuat memori belajar. Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi pembentukan pribadi dan karakter seorang anak sejak dini. Keberhasilan orang tua dalam mendidik akan sangat tergantung pada kecakapan dan pola asuh yang dimilikinya. Sehingga, orang tua perlu memahami proses belajar anak, gaya belajar anak, maupun bagaimana menyiapkan lingkungan belajar bagi anak.

Pertama, bagaimana proses belajar pada seorang anak?

Pada dasarnya, seorang anak akan menerima sesuatu yang ada di sekitarnya melalui panca inderanya. Namun perlu diperhatikan, penerimaan panca indera terhadap stimulus bergantung pada perhatian dan konsentrasi anak. Jika anak dalam kondisi lelah, mengantuk, serta lapar, panca inderanya tidak mampu bekerja dengan baik, sehingga konsentrasinya terganggu yang berakibat anak tidak mampu mengingat apa yang dipelajarinya. Di samping itu, perasaan anak juga ikut memengaruhi proses belajarnya. Jika anak sedang dalam kondisi gembira, maka panca inderanya akan bekerja lebih baik dan konsentrasinya lebih lama. Begitu pun jika suasana belajarnya menyenangkan, anak akan belajar lebih baik dan mudah diarahkan.

Kedua, mengenal dan memahami keunikan gaya belajar masing-masing anak agar mudah mendampinginya ketika belajar.

Secara garis besar, gaya belajar anak dibagi ke dalam tiga kelompok yang masing-masing memiliki ciri khas hingga diperlukan kiat khusus praktiknya. Gaya belajar visual adalah cara belajar seorang anak yang lebih suka dan mudah menerima informasi dengan cara melihat. Segala hal yang menarik secara visual akan menjadi fokusnya dan mudah dipahami. Bagi orang tua yang anaknya memiliki gaya belajar visual, sebaiknya memilih lebih banyak menggunakan media pembelajaran dengan gambar. Misalkan disajikan dalam bentuk komik atau media film untuk informasi yang baru. Bila memilih buku bacaan, perhatikan penulisan huruf yang unik dan ukuran tulisan yang berwarna dan beragam. Ajarkan dan biasakan membuat ringkasan materi pembelajaran dengan visualisasi peta pikiran (mind mapping). Terakhir, siapkan ruang belajar yang nyaman menggunakan dekorasi hasil karya anak.

Sebaliknya, anak dengan gaya belajar auditori, biasanya lebih sensitif terhadap musik dan memiliki minat yang tinggi terhadap musik. Untuk anak dengan gaya belajar ini, para orang tua harus menggunakan intonasi suara yang dinamis ketika memberi informasi pada anak. Metode pengajaran yang paling sesuai untuk gaya belajar auditori adalah belajar dengan teknik bercerita. Sehingga, untuk hasil optimal, orang tua bisa memanfaatkan alat perekam untuk membantu anaknya mempelajari suatu informasi.

Sementara untuk gaya belajar kinestetik, akan lebih peka menerima informasi baru melalui aktifitas. Sehingga disarankan menggunakan alat peraga untuk mendapatkan hasil yang optimal. Dengan alat peraga, anak akan semakin berminat dalam belajar dan lebih mudah dalam mengingat informasi baru, karena mereka mengaplikasikan pengetahuan dengan cara praktik langsung.

Ketiga, menyiapkan lingkungan belajar untuk anak-anak, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, sampai masyarakat.

Dari lingkungan keluarga sebagai lingkungan belajar awal dari seorang anak, orang tua dapat mengajarkan kemandirian dan tata krama pada anak, serta pendampingan belajar. Selanjutnya, sekolah sebagai lingkungan kedua yang dikenal seorang anak setelah rumah. Para orang tua wajib menjaga hubungan baik dengan pihak sekolah. Salah satunya ditandai dengan pengenalan program sekolah serta silahturahmi dengan para guru. Disamping memiliki keterlibatan pada kegiatan wali murid terkait dengan program sekolah.

Dengan mengusung semangat belajar terus, terus belajar, para orang tua menanamkan kesadaran pada anak, belajar bisa dari siapa pun, apa pun, di mana pun, kapan pun serta bagaimanapun kondisinya. Orang tua berperan memfasilitasinya dengan menjadi pendamping belajar anak.