Idulfitri atau biasa dikenal dengan Lebaran, memilik arti tersendiri bagi setiap orang. Kebanyakan merayakan Lebaran dengan penuh kegembiraan karena makanan sangat melimpah dan semuanya berlomba-lomba untuk memperbarui yang tampak di muka (seperti punya baju baru, perhiasan baru dan sebagainya).

Mindset yang apa-apa harus baru, sebenarnya keliru. Mengapa? Karena hal tersebut bisa memicu budaya konsumtif dan menimbulkan riya atau pamer.

Ini kebiasaan buruk manusia zaman sekarang dalam menyikapi Idulfitri

Menurut pandangan Islam tentu sangat tidak dianjurkan seorang muslim berlebih-lebihan dan pamer harta yang dimilikinya. Dampak dari pamer biasanya menimbulkan kecemburuan yang bisa mengakibatkan tali persaudaraan antara tetangga satu dengan yang lainnya bisa terputus.

Lantas, bagaimana Islam memandang fenomena berdandan dan memaki baju baru di Hari Raya? Dahulu ada sebuah kisah. Ada seorang sahabat yang pergi ke pasar lalu melihat kain sutera dan dia mengambilnya (dibeli), lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, belilah jubah ini dan berhiaslah dengannya untuk Hari Raya dan menyambut tamu."

Ini kebiasaan buruk manusia zaman sekarang dalam menyikapi Idulfitri

Kisah tersebut menjadi dasar bahwa memakai baju baru di Hari Raya hukumnya memang boleh dan sah-sah saja. Hanya saja harus memperhatikan jenis pakaian agar lebih syar'i dan baik.

Memakai pakaian baru di Hari Raya sudah menjadi tradisi sejak zaman Rasulullah. Namun banyak orang yang salah mengartikan makna dari pembolehan berhias di Hari Raya. Kebanyakan orang sekarang lebih mementingkan tampil keren dan wah di Hari Raya tanpa mementingkan baik buruknya di kemudian hari.

Ini kebiasaan buruk manusia zaman sekarang dalam menyikapi Idulfitri

Ternyata tak hanya budaya konsumtif sandang saja. Pada aspek pangan, rata-rata masyarakat kita sangat konsumtif di bulan suci, apalagi mendekati Hari Raya. Makanan menumpuk dari ujung meja hingga membanjiri dapur.

Sejatinya, bulan suci seharusnya menjadi bulan dengan pengeluaran paling sedikit. Namun faktanya, malah menjadi bulan dengan pengeluaran paling banyak. Bagaimana tidak, masak setiap hari paling tidak menggunakan ayam. Belum lagi beli cemilan dan hidangan ringan untuk tamu yang datang ke rumah.

Ketika memasuki Lebaran, rasanya semua dianggap menjadi sebuah kebutuhan. Misal, sudah punya baju yang masih baik satu lemari tetapi masih tak puas dan ingin menambah koleksi lagi. Selai itu, banyak orang masak dengan porsi besar dan banyak tanpa memperhatikan kebutuhan dan keperluan.

Sikap yang demikian sangatlah konsumtif. Sangat tidak baik dan tidak dianjurkan dalam Islam. Kita tidak boleh terjebak pada sifat boros dan berlebihan dalam berpakaian atau berdandan maupun dalam memasak makanan. Tidak boleh pula kita mengabaikan kriteria pakaian syari yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah sehingga mengakibatkan aurat kita tidak terjaga. Atau berpakaian terlalu ketat. Atau juga terlalu mencolok dan menarik perhatian banyak orang.

Sebaiknya kita menyikapi datangnya Lebaran dengan berbagi apa yang kita punya. Misal uang untuk beli baju baru dan masak besar kita alihkan untuk menyantuni anak yatim atau jompo. Hal demikian lebih bermanfaat ketimbang menghamburkan uang hanya untuk badan dan tubuh yang fana.