Perusahaan penyedia barang maupun jasa biasanya mempersuasi target konsumen mereka dengan cara mengiklankan barang maupun jasa yang disediakan. Semua penyedia barang maupun jasa menggunakan iklan untuk mempromosikan produk mereka kepada khalayak banyak untuk menarik minat masyarakat agar bisa membeli atau memakai layanan jasa yang ditawarkan.

Iklan menurut Jefkins (1997: 5) adalah pesan penjualan persuasif yang ditargetkan kepada calon konsumen yang berpotensi atas barang atau jasa yang ditawarkan dengan biaya yang rendah. Sedangkan Supriyanto (2008:9) mengatakan bahwa iklan adalah promosi barang, jasa, dan ide yang memiliki bayaran dari perusahaan yang ingin diiklankan. Lalu Tjiptono (2008:226) mengatakan bahwa iklan adalah suatu komunikasi yang tidak langsung yang memiliki dasar informasi mengenai keunggulan dan juga keuntungan suatu produk maupun jasa. Dapat disimpulkan bahwa iklan adalah komunikasi yang memberikan informasi mengenai suatu produk yang bertujuan untuk mempersuasi konsumen melalui media dan berbayar.

Fungsi iklan pun beragam, mulai dari memberi informasi mengenai barang dan jasa, mempersuasi, memberikan ingatan, menambahkan nilai. Memberi informasi merupakan fungsi iklan yang bertujuan untuk membuat konsumen sadar akan barang dan jasa yang diiklankan dan memberikan pengetahuan baru tentang barang dan jasa. Mempersuasi dimaksud untuk membujuk calon konsumen untuk membeli dan mencoba barang dan jasa yang disediakan. Memberikan ingatan bermaksud untuk menjaga ingatan konsumen terhadap merek perusahaan dan barang maupun jasa yang ditawarkan. Menambahkan nilai memiliki pengaruh terhadap pandangan konsumen terhadap merek perusahaan, barang, maupun jasa yang ditawarkan. Contohnya adalah lebih berkualitas, lebih bergengsi, lebih unggul, dan lain sebagainya (Shimp, 2003:357).

Menurut Bertens (2000:277), terdapat empat penilaian iklan, yaitu:

1. Maksud pengiklan.

Maksud dan tujuan dari iklan didapatkan dari informasi yang ada pada iklan tersebut dan dianalisa menggunakan etika moral. Tidak menghasur, menjelekkan pesaing, dan juga tidak menyesatkan konsumen.

2. Isi iklan.

Isi dari iklan dapat menjadi contoh apakah isi iklan sesuai dengan etika moral.

3. Keadaan publik yang dituju.

Sasaran iklan harus spesifik dan jelas dan publik dapat membuat keputusan berdasarkan etika moral, publik harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai barang atau jasa yang diiklankan.

4. Kebiasaan di bidang periklanan.

Memiliki aturan main yang telah disepakati baik langsung maupun tidak langsung dan biasanya tidak dapat dipisahkan dari etos masyarakat.

Maka dari itu, iklan tidak boleh melanggar nilai-nilai etis yang sudah disebutkan di atas. Lalu iklan memiliki etika periklanan secara umum, seperti jujur (membuat konten yang sesuai dengan kondisi barang atau jasa yang akan diiklankan), tidak memicu konlik SARA, tidak mengandung pornografi, tidak bertentangan dengan norma yang berlaku, tidak melanggar etika bisnis seperti menjatuhkan barang atau jasa tertentu, dan tidak plagiat. Terdapat pula kontrol terhadap iklan, yaitu:

1. Kontrol oleh pemerintah.

Pemerintah memiliki tugas yang cukup penting, yaitu harus melindungi masyarakat dari terpaan iklan. Sehingga pemerintah harus memiliki peraturan tegas untuk mengatur periklanan di masyarakat.

2. Kontrol oleh pengiklan.

Pengiklan harus memiliki kode etik, norma, maupun pedoman yang telah disetujui oleh lembaga periklanan.

3. Kontrol oleh masyarakat.

Terdapat lembaga yang mengontrol iklan untuk melindungi masyarakat (Bertens, 2000: 274)

Baru-baru ini terdapat beritadari iklan aplikasi permainan, Hago. Iklan tersebut sudah mengudara di televisi dan diminta oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk dihentikan penayangannya karena tidak sesuai dengan etika-etika yang berlaku di masyarakat. Terlebih lagi di iklan tersebut memperlihatkan suatu lembaga penting, yaitu lembaga pendidikan.

Pada iklan tersebut diceritakan bahwa terdapat seorang anak yang sedang dihukum di depan kelas, lalu terdapat anak yang datang dengan telat ke dalam kelas. Sang guru melihat anak yang telat itu dan langsung memberikan perlakuan yang spesial, yaitu dengan mengambil tas anak yang telat dan mempersilakannya untuk duduk. Teman sekelasnya terlihat kebingungan. Ternyata hal tersebut terjadi karena sang guru kalah bermain permainan di aplikasi Hago dengan anak yang telat tersebut.

Hal ini tentu saja diberikan sanksi oleh KPI dan banyak stasiun televisi yang diminta untuk menghentikan penayangan iklan aplikasi permainan Hago. Tidak sampai di situ, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodyah juga meminta para pengiklan harus mengikuti etika yang berlaku di masyarakat dan juga memerintahkan seluruh stasiun televisi yang terkait untuk melakukan evaluasi internal atas program iklan yang telah ditayangkannya. Nuning juga berpesan untuk mengacu pada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan juga Standar Program Siaran (SPS).

Perusahaan aplikasi permainan Hago Indonesia juga sudah menyampaikan permintaan maafnya kepada seluruh pihak yang terkait, terutama kepada seluruh guru di Indonesia karena telah memberikan perspektif buruk terhadap guru dengan adegan interaksi antara guru dan murid yang dianggap tidak sesuai dengan etika di masyarakat. Meskipun pada awalnya pihak Hago Indonesia bermaksud untuk membantu meningkatkan hubungan antara guru dan murid melalui iklan ini (Dewi, 2019).

Dari cerita pada iklan aplikasi permainan Hago tersebut sudah dipastikan bahwa iklan tersebut melanggar nilai-nilai dan etika yang berlaku di masyarakat. Bukan hanya nilai dan etika sosial tetapi juga etika periklanan. Mulai dari penilaian iklan, iklan aplikasi permainan Hago ini melanggar isi iklan yang disebutkan bahwa isi iklan sesuai dengan etika moral tetapi pada praktiknya iklan aplikasi permainan Hago justru melanggar etika moral. Lalu dalam etika periklanan secara umum juga melanggar karena iklan ini bertentangan dengan norma yang berlaku.

Seharusnya pihak perusahaan Hago Indonesia bisa lebih mengaitkan isi iklan dengan etika dan norma yang berlaku di masyarakat agar iklan bisa diterima dan mendapatkan respon yang positif oleh khalayak banyak. Lembaga penyiaran ataupun televisi juga seharusnya bisa berpacu kepada pedoman mengenai periklanan yang sudah diberlakukan sehingga tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Untuk lembaga produksi iklan juga seharusnya memberikan saran dan arahan agar iklan aplikasi permainan Hago ini tidak melanggar etika-etika periklanan yang sudah ditetapkan.