Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melalui menterinya, Muhammad Nasir mengeluarkan kebijakan yang menuai polemik di kalangan Pendidikan Tinggi. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenristekdikti yaitu merekrut rektor asing untuk memimpin Perguruan Tinggi baik swasta maupun negeri. Hal ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Sebenarnya, apakah perlu Perguruan Tinggi di Indonesia dipimpin rektor asing? Muhammad Nasir berniat untuk memajukan Pendidikan Tinggi di Indonesia dengan membawa universitas di Indonesia masuk ke dalam ranking 100 besar dunia. Seperti yang kita ketahui, belum ada universitas di Indonesia yang berhasil menembus 100 ranking dunia.

Dilansir dariQS World University Ranking, Universitas Indonesia (UI) hanya menempati posisi 292 ranking dunia. Muhammad Nasir berpendapat bahwa Indonesia perlu belajar dari Singapura, Taiwan, dan Tiongkok yang berhasil karena menggunakan rektor asing. Para calon rektor asing akan ditantang meningkatkan kualitas pendidikan tinggi dengan keberhasilan yang diukur secara kuantitatif. Untuk syarat dari calon rektor asing, Muhammad Nasir telah menyiapkan 3 kualifikasi utama, yaituexperience, manajerial di bidang riset, dannetworking. Di sisi lain banyak orang berpendapat bahwa dengan adanya rektor asing merupakan pengakuan kegagalan pemerintah di bidang Pendidikan Tinggi.

Rendahnya kualitas Pendidikan Tinggi di Indonesia tidak hanya dari faktor kepemimpinan. Permasalahan yang sebenarnya ada pada sistem dan budaya akademik. Perbaikan pada sistem akademik perlu dilakukan mulai dari kualitas dosen, perbaikan infrastruktur, bantuan anggaran kepada Perguruan Tinggi, hingga kurikulum.

Menarik untuk kita tunggu, apakah nantinya rektor asing tersebut dapat memberikan dampak besar terhadap Pendidikan Tinggi di Indonesia? Atau justru sebaliknya.