Saat kamu sedang berjalan di suatu tempat dengan tiba-tiba kamu merasa pernah mengalami hal tersebut. Meskipun, kamu tahu bahwa kamu belum pernah pergi ke tempat tersebut sebelumnya. Saat-saat berikutnya kamu merasa sangat tidak asing, hampir seolah-olah kamu sudah memprediksi kejadian tersebut. Kejadian tadi disebut juga dengan deja vu.

Apa itu deja vu?

Deja vu merupakan perasaan aneh yang menggambarkan bahwa kamu belum pernah mengalami suatu peristiwa atau kejadian, tetapi merasa tidak asing dengan kejadian tersebut. Istilah deja vu berasal dari bahasa Prancis yang artinya "sudah terlihat". Istilah tersebut diperkenalkan oleh ilmuwan yang bernama Emile Boirac.

Pada jurnal yang berjudul A Review of The Deja Vu Experienceyang ditulis oleh Profesor Alan Brown, menunjukkan sekitar 60 persen orang pernah mengalami deja vu. Kebanyakan orang mengalami peristiwa deja vu untuk pertama kali di usia muda, yaitu antara usia 6-10 tahun. Tetapi, waktu yang paling umum saat mengalami deja vu berada pada masa remaja awal, yaitu antara usia 15-25 tahun. Fenomena deja vu terjadi dalam rentan waktu 10-30 detik. Karena fenomena yang terjadi sangat cepat dan tidak terduga, banyak orang berspekulasi mengenai fenomena tersebut. Deja vu tidak terdapat dalam bentuk fisik, namun digambarkan sebagai rasa dan sensasi.

Siapa saja orang yang rentan mengalami deja vu?

Terdapat beberapa golongan orang yang rentan mengalami deja vu. Pertama, orang yang sering melakukan perjalanan. Hal itu terjadi karena banyaknya objek yang dilihat dan diingat saat mereka melakukan perjalanan sehingga saat mereka menemui situasi yang baru dilihat dan diingat akan membuat mereka mengalami deja vu. Kedua, orang yang sering mengalami tekanan hingga lelah dan menimbulkan stres. Rasa lelah dan stres dapat menyebabkan kaburnya jangka pendek dan jangka panjang ingatan. Jika pada lobus temporal memory kamu terpengaruh maka akan mengalami deja vu. Selain itu, orang-orang yang menderita epilepsi atau lebih tepatnya epilepsi lobus temporal. Dalam kasus ini penderita akan mengalami deja vu sebelum akhirnya kejang.

Bagaimana deja vu bisa terjadi?

Dr Akira OConnor menjelaskan dalam ilmu saraf deja vu terjadi karena perbedaan sistem memori otak, yang menyebabkan informasi sensorik melewati memori jangka pendek dan sebaliknya mencapai memori jangka panjang. Hal tersebut mengakibatkan memori yang seharusnya menjadi jangka pendek, tetapi menjadi jangka panjang karena melewati sirkuit yang tidak seharusnya dilewati atau sebagai ketidakcocokan dalam jalur saraf. Mal fungsi inilah yang memicu deja vu, di mana perasaan tidak asing yang tidak dapat ditempatkan pada memori yang seharusnya. Selain itu, terdapat teori lain yang menyatakan bagaimana deja vu dapat muncul, yaitu karena adanya sedikit penundaan informasi pada salah satu jalur. Perbedaan waktu informasi yang tiba membuat otak mendefinisikan informasi yang terlambat sebagai kejadian yang terpisah. Kemudian saat diputar secara bersamaan kejadian yang pernah terekam, seperti sudah terjadi.

Berdasarkan hasil riset Profesor Alan Brown dalam bukunya yang berjudul The Deja Vu Illusionmenunjukan bahwa dua per tiga orang di dunia pernah mengalami deja vu, fenomena ini bisa menjadi sangat serius bila disertai dengan kejang. Namun, pada umumnya deja vu lebih sering terjadi saat lelah dan stres. Karena itu, bila dirasa sudah lelah atau stres lebih disarankan untuk beristirahat atau melakukan aktivitas penurun stres.

Hingga saat ini masih banyak teori-teori yang mengungkapkan tentang deja vu. Namun, tak satu pun teori yang bisa mengemukakan mengapa fenomena ini terjadi dengan pasti. Hal tersebut karena deja vu terjadi begitu cepat dan tidak terduga, yang membuat banyak orang berspekulasi.Tapi, selagi kita menunggu para peneliti memberikan jawaban mengapa deja vu bisa terjadi dengan pasti, kita bisa mencoba untuk memahami mengapa fenomena ini terjadi. Lagi pula, banyak dari peneliti melakukan penelitian ini berdasarkan wawancara.